Mohon tunggu...
Surtan Siahaan
Surtan Siahaan Mohon Tunggu... Penulis -

Berbahagialah orang yang tidak sukses, selama mereka tidak punya beban. Bagi yang memberhalakan kesuksesan, tapi gagal, boleh ditunggu di lapangan parkir: siapa tahu meloncat dari lantai 20. -Seno Gumira Ajidarma-

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Ini adalah Ramadanku Tahun 1990

23 Mei 2018   23:22 Diperbarui: 23 Mei 2018   23:29 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukup bermodal kardus, sarung atau kain bekas, sedikit cat dan kreativitas kita sudah bisa bikin sebuah barongan. Untuk musiknya, kita akan membuat gendang dari kaleng bekas dan kertas semen juga sepasang tutup panci bekas.

Karena barongan hanya dimainkan saat langit sudah gelap, maka kesenian ini cuma ada saat bulan puasa, di mana anak-anak libur dari sekolah. Selesai menunggu teman-teman kelar salat tarawih, saya akan menghambur memimpin rombongan barongan.

Barongan yang Dimainkan Anak Saat Ramadan
Barongan yang Dimainkan Anak Saat Ramadan
Keistimewaan bulan puasa juga sangat terasa saat di rumah. Hampir setiap hari saya bisa bertemu ayah dan ibu saat langit masih terang. Di hari biasa, mungkin saya sudah terlelap ketika ayah pulang. Begitulah ajaibnya Ramadan? Sembari menunggu waktu berbuka, ibu, aku dan ayah akan mengunjungi warung tetangga untuk membeli jangan kangkung bumbu sambel asem buatannya yang terkenal dahsyat. Sayur yang biasanya disantap bersama kerupuk melarat ini istimewa karena tetanggaku itu hanya berjualan saat bulan puasa. Para orangtua akan ngobrol sementara anak-anak akan bermain.

Pada petang hari, selagi aku tidak bermain barongan bersama teman-teman, ayah dan anak-anaknya akan mendengarkan sandiwara Ramadan yang diputar di radio, atau bermain meriam bambu di batas kampung. Di malam hari, selesai orang selesai salat tarawih, ayah akan memanggil pengamen tawurji untuk mengajarkan pada saya makna berbagi.

"Tawurjiii, Tawurjiii, Tawur! Tawur Tuan Kaji, Smoga Dawa Umur. Tawur" Setelah pengamen selesai bernyanyi, ayah akan membawakan sekaleng beras dari dapur untuk aku berikan pada rombongan pengamen yang hanya muncul saat bulan puasa atau perayaan Maulud Nabi.

Beberapa hari menjelang Lebaran, ayah dan ibu akan mengajak kami anak-anaknya ke Pasar Balong untuk berbelanja pakaian. Pulangnya, kita akan mampir di alun-alun Kota Cirebon untuk minum es durian.

Ramadan tahun 1990 memang sederhana, tapi memberi bekas yang mendalam. Saya belajar banyak hal dari bulan Ramadan mulai dari kesederhanaan, kehangatan keluarga, semangat berbagi hingga belajar bersyukur.

Bagi kalian orang yang segenerasi dengan saya masih bisa mengenalkan Ramadan tempo dulu pada anak-anaknya. Berikut ini sejumlah cara yang bisa kalian lakukan:

1. Kurangi pemakaian gawai dan televisi. Daripada seharian di rumah, ajak anak untuk keluar berinteraksi dengan teman dan tetangga.

2. Saat Ramadan kita punya banyak waktu, habiskan bersama keluarga. Ajak anak menghafal doa atau ayat bersama.

3. Bila ingin ngabuburit, carilah taman kota, atau landmark di kota kamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun