Mohon tunggu...
Suratno 03
Suratno 03 Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

memancing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Materi tentang Sosiologi Hukum

8 Desember 2024   12:32 Diperbarui: 8 Desember 2024   12:32 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Poin kelima : Sosiologi yurisprudensi adalah cabang ilmu hukum yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat. Aliran ini berpendapat bahwa hukum bukan hanya sekadar kumpulan aturan tertulis (hukum positif), tetapi juga merupakan produk dari interaksi sosial dan mencerminkan nilai-nilai serta kepentingan masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang hidup dan relevan dengan kondisi sosial, serta mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Tokoh-tokoh seperti Roscoe Pound dan Eugen Ehrlich menekankan pentingnya mempertimbangkan faktor-faktor sosial dalam pembentukan dan penerapan hukum. Para penganut sosiologi yurisprudensi seringkali mengkritik hukum positif karena dianggap terlalu kaku dan tidak cukup memperhatikan konteks sosial. Sebagai contoh, perubahan nilai-nilai masyarakat terhadap kesetaraan gender telah mendorong reformasi hukum dalam berbagai bidang, seperti hukum keluarga dan hukum ketenagakerjaan.

Poin keenam : mazhab pemikiran hukum (living law dan utilitarianisme).

Pertama, tentang utilitarinsme terdapat dua tokoh yang berpendat tentang pemikiran aliran ini yaiitu betham dan mill. Pokok pemikiran pada aliran ini adalah melekatkan asas kemanfaatan sebagai sumber kebahagiaan manusia. Dalam konteks hukum, pendekatan ini menilai efektivitas hukum berdasarkan pada sejauh mana hukum tersebut meningkatkan kesejahteraan sosial dan kebahagiaan masyarakat secara keseluruhan. Kalo dilihat konteksnya di Indonesia, pengaruh utilitarianisme dalam hukumnya terletak pada pembentukan dan penetapan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kemanfaatan bagi masyarakat.

Kedua, Living law, hukum tidak hanya dikatakan sebagai hukum aturan yang tertulis atau positif tapi, adanya dinamika sosial  yang ada pada masyarakat. Hukum dapat dikatakan hidup ditengah tengah masyakat. Pada living law Sejarah lahirnya sejak terbentuknya manusia dan dalam sistemnya living law menjadi sebuah hukum yang memperhatikan nilai nilai sosial dan budaya masyakat. Melihat konteks hukum pidana diindonesia living law menjadi semakin mudah dalam penerapannya.

Poin ketujuh : pemikiran emile Durkheim dan ibnu Khaldun.

Emile Durkheim, seorang sosiolog Prancis, dikenal sebagai pelopor pemikiran sosiologi modern yang menekankan pentingnya "fakta sosial" dalam memahami perilaku individu dan masyarakat. Ia berargumen bahwa fakta sosial, seperti norma, nilai, dan institusi, berfungsi sebagai kekuatan eksternal yang mempengaruhi tindakan individu. Durkheim membedakan antara solidaritas mekanis, yang terdapat dalam masyarakat sederhana dengan kesamaan yang tinggi di antara anggotanya, dan solidaritas organik, yang muncul dalam masyarakat kompleks di mana individu memiliki peran dan spesialisasi yang berbeda. Melalui karyanya, seperti "Le Suicide," Durkheim menunjukkan bagaimana faktor sosial dapat mempengaruhi fenomena individu, seperti tingkat bunuh diri, dan menekankan bahwa pemahaman tentang masyarakat harus didasarkan pada analisis empiris.

Di sisi lain, Ibnu Khaldun, seorang sejarawan dan pemikir Muslim dari abad ke-14, dikenal karena teorinya tentang "asabiyyah" atau solidaritas sosial dalam konteks masyarakat. Ia berpendapat bahwa kekuatan suatu masyarakat tergantung pada tingkat solidaritas di antara anggotanya; semakin kuat asabiyyah, semakin mampu masyarakat tersebut bertahan dan berkembang. Dalam karyanya "Muqaddimah," Ibnu Khaldun mengembangkan analisis tentang siklus kehidupan dinasti dan negara, menekankan bahwa faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik saling terkait dalam membentuk sejarah. Pemikirannya memberikan wawasan mendalam tentang dinamika kekuasaan dan perubahan sosial yang relevan hingga saat ini, menjadikannya salah satu tokoh penting dalam studi sosiologi dan sejarah.

Poin ke delapan : kali membahasas tentang pemikiran max weber dan HLA Hart, keduanya sama sama pemikir dalam soshum tapi terdapat perbedaan dalam pemikiran masing-masing. Pemikiran max weber focus pada hubungan hukum dan kekuasaan yang mana bagaimana kekuasaan itu mempengaruhi bentuk dan isi hukum. Pada hukumnya weber lebih kepada hukum modern yang yang dimana hukum semakin didasarkan pada prinsip prinsipa rasional dan birokrasi. Ia menjadikan hukum sebagai produk sosial.

Pemikiran hla hart, ia lebih mengarah kepada konseptual hukum, dengan mencoba memberikan definisi hukum yang jelas dan membedakan dari norma sosial lainnya. Hart menjadikan hukum sebagai sistem aturan dengan mengatur perilaku untuk aturan primer dan aturan sekunder untuk pembentukan dan penerapan aturan itu sendiri. Ia juga menganut positivisme hukum yyakni hukum itu harus valid dibuat oleh Lembaga yang berwenang dan harus di terima oleh masyarakat dengan hukum ini terpisah dari moralitas.

Poin 9 : membahasa tentang efektivitas hukum, suatu hukum dimasyarakat adalah aturan yang mengatur setiap perilaku dengan ketentuan di atur oleh penegak hukum dan harus dipatuhi oleh masyarakat. Terkadang hukum itu bisa efektif karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti faktor hukum itu sendiri, masyarakat, penegak hukum, sarana dan fasilitas, dan budaya. Kelima faktor ini memiliki peran yang saling berkaitan hingga menjadi sebuah hukum yang efektif. Peran masyarakat menjadi kunci utama Ketika hukum itu dapat berjalan dengan dukungan masyarakat hukum menjadi efektif. Efektivitas hukum adalah ketentuan dan aturan norma norma dapat dipatuhi dan diterapkan masyarakat.

Poin ke 10 : Law and social control, dalam memenuhi kebutuhan manusia maka ada hukum sebagai social control masyarakat. Tujuan adanya social control adalah untuk menyelaraskan stabilitas dengan perubahan dalam masyarakat. Sosial control memiliki dua sifat yakni preventif dan represif. Preventif Upaya pencegahan terhadap terjadinya gangguan kepastian dan keadilan. Represif mengembalikan keserasian antara hukum dan masyarakat. Dalam prosesnya sosial control di lakukan tanpa adanya paksaan. Tujuan sosial control dalam hukum adalah untuk mencapai kedamaian dengan mewujudkan kepastian dan keadilan dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun