A. PEMIKIRAN MAX WEBERÂ
Max Weber adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam pengembangan sosiologi hukum, yang memfokuskan perhatian pada hubungan kompleks antara hukum dan masyarakat. Dalam pandangannya, hukum bukan sekadar seperangkat aturan formal, tetapi juga merupakan produk dari interaksi sosial yang dipengaruhi oleh faktor budaya, ekonomi, dan politik.Â
Weber berpendapat bahwa untuk memahami hukum, penting untuk melihatnya sebagai bagian integral dari kehidupan sosial. Ia menekankan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Dalam karyanya, Weber mengidentifikasi berbagai cara di mana hukum dapat terbentuk dan berkembang, termasuk melalui proses rasionalisasi yang mencerminkan perubahan dalam struktur sosial. Ia juga mengemukakan bahwa hukum berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan politik tertentu.
1. Hukum sebagai bagian dari tindakan sosial
Weber melihat hukum sebagai salah satu bentuk tindakan sosial yang diatur oleh norma-norma formal yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang.Â
2. Rasionalisasi Hukum
Weber mengemukakan bahwa dalam masyarakat modern, hukum cenderung mengalami proses rasionalisasi, yakni beralih dari bentuk hukum yang bersifat tradisional, kharismatik, atau adat, menuju bentuk hukum yang lebih sistematis, rasional, dan berdasarkan aturan yang logis serta impersonal.
3. Tipe-Tipe otoritas dan Hukum
Weber mengklasifikasikan otoritas dalam masyarakat menjadi tiga tipe: otoritas tradisional, otoritas kharismatik, dan otoritas legal-rasional.
4. Hukum Sebagai Instrumen Kekuasan
Weber menganggap bahwa hukum sering kali digunakan sebagai alat oleh kelas atau kelompok yang berkuasa untuk mempertahankan status quo atau memperkuat kedudukan mereka.
5. Sistem Hukum Formal dan Subtansif
Weber membedakan antara hukum formal (formal law) yang berfokus pada penerapan aturan secara mekanis tanpa mempertimbangkan substansi keadilan sosial, dan hukum substantif (substantive law) yang lebih memperhatikan aspek moral dan keadilan. Dia menilai bahwa dalam masyarakat yang mengalami rasionalisasi, ada kecenderungan hukum formal lebih dominan, karena lebih terukur dan efektif dalam pengelolaan negara modern.
B. PEMIKIRAN HERBERT LIONEL ADHOLPUS HARTÂ
1. Konsep Hukum sebagai Aturan
Hart berargumen bahwa hukum terdiri dari dua jenis aturan utama:
* Aturan Primer: Aturan yang menetapkan kewajiban dan hak individu dalam masyarakat. Ini adalah norma-norma dasar yang mengatur perilaku masyarakat.
* Aturan Sekunder: Aturan yang memberikan struktur pada aturan primer, termasuk:
a. Rules of Recognition: Aturan yang menentukan bagaimana aturan primer diakui dan diterima.
b. Rules of Change: Aturan yang memungkinkan perubahan atau pembuatan aturan baru.
c. Rules of Adjudication: Aturan yang memberikan wewenang kepada individu (seperti hakim) untuk menegakkan dan menafsirkan hukum.Â
2. Pandangan Internal dan EksternalÂ
Hart mengemukakan pentingnya memahami hukum dari dua perspektif:
- Pandangan Eksternal: Melihat hukum sebagai fenomena sosial dari luar, berfokus pada bagaimana hukum diterapkan dan fungsi sosialnya.
- Pandangan Internal: Menekankan pentingnya perspektif individu yang terlibat dalam sistem hukum, khususnya pejabat peradilan seperti hakim. Ini mencakup pengakuan individu terhadap kewajiban hukum dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
3. Kritik terhadap Positivisme Klasik
Hart mengkritik pandangan positivisme klasik, terutama teori perintah John Austin, yang memisahkan hukum dari moralitas. Hart berargumen bahwa meskipun hukum dan moral tidak identik, keduanya saling terkait. Hukum harus mencerminkan nilai-nilai moral minimal agar dapat diterima oleh masyarakat.
4. Hukum dan Moralitas
Hart menegaskan bahwa keadilan dan moralitas tidak bisa dipisahkan dari hukum. Ia berpendapat bahwa aturan hukum harus memiliki substansi moral untuk dapat dianggap sah dan efektif. Hukum yang tidak adil dapat menyebabkan ketidakpatuhan masyarakat.
5. Sistem Hukum sebagai Struktur Sosial
Hart melihat sistem hukum sebagai bagian dari struktur sosial yang lebih besar, di mana interaksi antara individu dan norma-norma hukum menciptakan keteraturan sosial. Ia menekankan bahwa hukum tidak hanya merupakan kumpulan perintah tetapi juga hasil dari konsensus sosial mengenai norma-norma yang berlaku.Â
C. PEMIKIRAN MAX WEBER DAN HERBERT LIONEL ADHOLPUS HART DALAM MASA SEKARANG
Pemikiran Max Weber tentang birokrasi dan rasionalisasi sangat relevan dalam konteks masyarakat modern saat ini. Di tengah perkembangan teknologi dan globalisasi, organisasi dan institusi dihadapkan pada tuntutan untuk beroperasi dengan efisiensi dan transparansi. Namun, tantangan muncul ketika struktur birokrasi yang ada menjadi terlalu kaku dan lambat merespons kebutuhan masyarakat. Fenomena ini sering memicu kritik terhadap pemerintah dan institusi publik, yang diharapkan dapat lebih adaptif dan responsif dalam menghadapi perubahan yang cepat.
Sementara itu, pemikiran H.L.A. Hart tentang hukum positif dan pemisahan antara hukum dan moralitas memberikan kerangka penting untuk memahami kompleksitas isu-isu hukum saat ini. Di era di mana hak asasi manusia dan keadilan sosial semakin diperjuangkan, sering terjadi ketegangan antara undang-undang yang ada dan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Konsep aturan primer dan sekunder Hart juga membantu kita menganalisis bagaimana hukum perlu diperbarui untuk mengatasi tantangan baru, seperti privasi data dan teknologi digital. Dengan demikian, kedua pemikir ini memberikan perspektif yang kuat untuk menghadapi dilema sosial dan hukum dalam konteks kontemporer.
D. ANALISIS PEMIKIRAN MAX WEBER DAN HERBERT LIONEL ADOLPHUS HART DALAM PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIAÂ
Analisis pemikiran Max Weber dalam konteks perkembangan hukum di Indonesia menunjukkan betapa pentingnya birokrasi yang efisien dan terstruktur dalam mendukung penegakan hukum. Weber menekankan pentingnya rasionalisasi dan organisasi dalam administrasi publik, yang sangat relevan mengingat tantangan birokrasi di Indonesia yang sering kali lamban dan tidak responsif. Reformasi birokrasi menjadi kunci untuk memastikan bahwa hukum dapat diterapkan secara efektif dan adil. Upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam institusi pemerintah merupakan langkah penting yang harus terus dilakukan untuk mendukung perkembangan hukum yang progresif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, pemikiran H.L.A. Hart mengenai hukum positif dan pemisahan antara hukum dan moralitas juga sangat penting dalam konteks hukum Indonesia. Banyak undang-undang di Indonesia yang sering kali dipertanyakan relevansinya dengan nilai-nilai sosial dan moral masyarakat. Dengan menggunakan konsep aturan primer dan sekunder Hart, terdapat kebutuhan mendesak untuk memperbarui dan menyesuaikan regulasi agar lebih sesuai dengan dinamika sosial yang berkembang, terutama dalam hal perlindungan hak asasi manusia. Hal ini mendorong diskusi tentang perlunya undang-undang yang tidak hanya mengatur tetapi juga mencerminkan aspirasi dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.
referensi :Â
Wattimena, R. A. A. (2012). Tuhan dan uang: membaca ulang pemikiran Max Weber etos protestantisme dan lahirnya kapitalisme modern serta relevansinya untuk Indonesia abad ke-21.Â
Putra, A. (2020). Konsep Agama dalam Perspektif Max Weber. Al-Adyan: Journal of Religious Studies, 1(1), 39-51.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H