Peran Kawasan Konservasi perairan adalah melalui ekspor telur dan larva ke luar wilayah KKP/KKP3K yang menjadi wilayah Fishing Ground nelayan; kelompok recruit; maupun penambahan stok yang siap ambil di dalam wilayah penangkapan. Indikator keberhasilan yang bisa dilihat adalah peningkatan hasil tangkapan nelayan di luar kawasan konservasi setelah beberapa saat setelah dilakukan penerapan KKP/KKP3K secara konsisten. Seberapa jauh efektivitas Kawasan Konservasi Perairan mampu memenuhi fungsi (peran) tersebut akan sangat tergantung pada pembatasan yang diterapkan pada kegiatan perikanan dan jenis pemanfaatan lainnya, model, bentuk maupun posisi/letak wilayahnya, khususnya ukuran zona/wilayah yang dijadikan perlindungan (no take area) dibandingkan dengan zona pemanfaatan (penangkapan).
Seberapa jauh efektivitas kawasan konservasi laut dapat memenuhi keempat fungsi (peran) tersebut akan sangat tergantung pada pembatasan yang diterapkan pada kegiatan perikanan dan jenis pemanfaatan lainnya maupun bentuk dan posisinya, khususnya ukuran wilayah yang dilindungi bila dibandingkan dengan wilayah penangkapan. Ukuran no take area yang direkomendasikan adalah 30% dari habitat penting yang dikonservasi.
Terdapat dua bukti dampak kawasan konservasi perairan. Pertama, terdapat bukti yang kuat bahwa zona inti/larangan penangkapan (perlindungan) memiliki persediaan ikan yang lebih besar, ukuran ikan yang lebih besar serta komposisi spesies yang lebih beragam (spesies ikan komersial berukuran lebih besar) bila dibandingkan dengan zona pemanfaatan/wilayah penangkapan. Di dalam ulasannya tentang dampak wilayah perlindungan, Roberts & Hawkins (2000) memberikan contoh dari 30 kajian yang dilaksanakan pada era 90-an yang mencatat satu atau lebih dari dampak tersebut. Dengan demikian, dampak pada populasi ikan terkait dengan perubahan yang terjadi pada bagian lain dari ekosistem. Misalnya, Babcock et al (1999) (dalam Roberts & Hawkins 2000) melaporkan penurunan 3 kali lipat populasi bulu babi di dalam wilayah perlindungan, sementara itu populasi tersebut meningkat hampir tiga kali lipat di luar wilayah perlindungan. Berdasarkan bukti-bukti tentang dampak wilayah perlindungan laut tersebut, tidak diragukan lagi bahwa wilayah ini memberikan pasokan telur dan anak ikan untuk wilayah penangkapan sekitarnya. Selain itu, catatan perubahan populasi ikan menunjukkan bahwa wilayah perlindungan berfungsi sebagai tempat berlindung ikan. Namun dampak langsung manfaat perikanan jauh lebih sulit untuk dibuktikan di lapangan dan oleh karenanya dari berbagai kajian yang telah dilaksanakan, banyak yang menggunakan model matematis alih-alih observasi lapangan untuk mengkuantifikasi manfaat perikanan. Sebagian besar model menunjukkan bahwa perikanan benar-benar dapat memperoleh manfaat dari kawasan konservasi laut, dan model tersebut juga menunjukan bahwa penangkapan yang berkelanjutan dapat dimaksimalkan jika kurang lebih 30% habitat sepenuhnya dilindungi dari kegiatan penangkapan (Roberts & Hawkins 2000). Selain itu, Roberts & Hawkins (2000) menyatakan bahwa seringnya kecenderungan nelayan untuk memfokuskan kegiatan penangkapan di dekat wilayah perlindungan (‘fishing the line’) menunjukan bukti manfaat dari kawasan konservasi bagi perikanan komersial.
PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PARIWISATA BAHARI –Selain bagi perikanan, kawasan konservasi perairan juga memberikan sumbangan penting di dalam pengelolaan dan pengembangan wisata alam (eko-wisata), antara lain dalam hal perlindungan secara lebih baik terhadap habitat dan ikan (jenis tertentu) membuat wilayah tersebut semakin menarik sebagai tujuan ekowisata. Status kawasan konservasi perairan dan publikasi yang dihasilkan biasanya juga akan meningkatkan profil suatu wilayah sebagai tujuan ekowisata. Selanjutnya, melalui pengelolaan kawasan konservasi perairan, dampak negatif kegiatan pariwisata dapat dikendalikan. Di sisi lain, pariwisata sering diharapkan mampu menutup pembiayaan pengelolaan perikanan dan pemanfaatan lainnya.
NILAI PENTING KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL BAGI PEREKONOMIAN MASYARAKAT PESISIR - Nilai penting kawasan konservasi bagi kepentingan ekonomi, khususnya dalam pembangunan perikanan, telah dilakukan berbagai penelitian di beberapa Negara, antara lain: Peningkatan produksi telur di dalam kawasan konservasi laut hingga 10 kali lipat, Kelimpahan jumlah ikan di dalam kawasan konservasi laut hingga 2 sampai 9 kali lipat, Peningkatan ukuran rata-rata ikan di dalam kawasan konservasi laut antara 33 – 300 %, Peningkatan keanekaragaman species di dalam kawasan konservasi laut antara 30 – 50 %, dan Peningkatan hasil tangkapan ikan di luar cagar alam antara 40 – 90 % (Sumarja, 2002).
Secara tidak langsung, kawasan konservasi perairan dapat memberikan sumbangan yang cukup besar bagi perekonomian setempat dengan cara membuat wilayah tersebut menarik sebagai tujuan ekowisata. Misalnya, di Taman Nasional Wakatobi, Operation Wallacea menawarkan kombinasi riset dan wisata bawah air, yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian masyarakat di pulau Hoga. Di Raja Ampat, setiap turis yang akan melakukan wisata selam diwajibkan membayar kepada pemerintah daerah, dan pendapatan ekstra ini mendorong pemerintah daerah untuk membentuk jaringan Wilayah Perlindungan Laut yang dapat menjaga kelestarian terumbu karang di Raja Ampat. Banyak pemerintah daerah lainnya di Indonesia yang berpandangan bahwa pembentukan Wilayah Perlindungan Laut sebagai langkah awal pengembangan ekowisata.
Biaya penetapan dan pengelolaan KKP/KKP3K cukup tinggi, namun manfaat yang didapatkan ternyata jauh lebih tinggi. Sebuah jejaring KKP global dengan ukuran 20-30% dari luas laut dunia diperkirakan memerlukan biaya $5-19 miliar per tahun, namun akan menghasilkan tangkapan ikan yang keberlanjutan senilai $ 70-80 miliar setiap tahunnya. Jejaring KKP/KKP3K tersebut juga diperkirakan memberikan jasa ekosistem setara $ 4,5 – 6,7 juta setiap tahun (Balmford et al. 2004). Total biaya yang dibutuhkan untuk membuat dan mengelola jejaring KKP/KKP3K ternyata lebih rendah dibandingkan dengan pembelanjaan subsidi terhadap industri perikanan yang kita ketahui tidak berkelanjutan, yaitu $15-30 miliar per tahun (Balmford et al. 2004). Tingginya biaya pengelolaan KKP, namun sepadan dengan tingginya manfaat yang diperoleh, merupakan justifikasi kuat untuk segera merumuskan mekanisme dan implementasi secara konsisten dari suatu sistem pendanaan pengelolaan KKP/KKP3K yang berkelanjutan. ‘Users pay principles’ perlu diterapkan secara proporsional, adil dan transparan dalam skema pendanaan tersebut.
OPTIMALISASI FUNGSI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SEBAGAI PERLINDUNGAN EKOSISTEM – Sietem zonasiKawasan Konservasi Perairan diantaranya terdapat Zona inti, merupakan bagian KKP/KKP3K yang diperuntukkan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, penelitian dan pendidikan dengan tetap mempertahankan perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas. Zona inti dipilih karena memiliki berbagai kelebihan terutama dalam perlindungan habitat seperti daerah pemijahan, pengasuhan dan/atau alur ruaya ikan; habitat biota perairan tertentu yang prioritas dan khas/endemik, langka dan/atau kharismatik; serta mempunya ciri khas ekosistem alami, dan mewakili keberadaan biota tertentu yang masih asli. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.30/MEN/2010, maka luas zona inti KKP/KKP3K ditentukan minimal 2% dari luas kawasan.
Zona pemanfaatan adalah bagian KKP/KKP3K yang diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan populasi ikan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, dan pendidikan. Lokasi yang dapat dipilih menjadi zona pemanfaatan tentunya harus mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan beserta ekosistem perairan yang indah dan unik; dan mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang mendukung kepentingan konservasi; dan mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk berbagai kegiatan pemanfaatan wisata dengan tidak merusak ekosistem aslinya.
Perlindungan ekosistem kawasan konservasi diharmonisasikan dengan pemanfaatan ekonomi masyarakat pesisir sehingga tercipta pola pengelolaan yang mengedepankan prinsip keberpihakan terhadap ekonomi lokal yang mensejahterakan dengan tetap mempertahankan fungsi lingkungan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Aspek lingkungan dievaluasi efektivitasnya dengan E-KKP3K (metode evaluasi efektivitas kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil) bersama dengan aspek-aspek pengelolaan yang lain, sebagai rekomendasi bagi pengelola dalam meningkatkan upaya pengelolaan menuju terciptanya kawasan konservasi perairan yang efektif, yaitu seimbang fungsi lingkungan dan manfaat ekonominya bagi masyarakat pesisir.
OPTIMALISASI FUNGSI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENDUKUNG KEGIATAN PERIKANAN BERKELANJUTAN BAGI PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR – Paradigma baru pengelolaan KKP/KKP3K dibawah Menteri Kelautan dan Perikanan tidak saja berbicara tentang perlindungan dan pelestarian, tetapi menekankan pentingnya pemanfaatan kawasan demi mendukung kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan yang dapat dilakukan di dalam KKP/KKP3K meliputi pemanfaatan untuk perikanan tangkap dan budidaya, pemanfataan wisata, pemanfaatan penelitian dan pengembangan, serta kegiatan ekonomi lainnya yang menunjang konservasi. Namun demikian pemanfaatan yang dilakukan dalam KKP/KKP3K ini bersifat terbatas dan harus mengutamakan kepentingan kelestarian sumberdaya, sehinggau harus memperhatikan daya dukung kawasan.