Di situ sepeda motor bisa diparkir dan selanjutnya berjalan kaki dengan menyebrangi sungai, lalu kemudian melintasi sawah warga. Di pinggir tebing langsung disuguhkan dengan beberapa kuburan batu yang berada di pinggir pagar sawah warga.
Kemudian jalan beberapa meter dengan mengikuti parit menuju ke barat, di atas tebing akan terlihat kursi batu atau warga sekitar menyebutnya kursi raja. Kursi batu berada di ketinggian 5 meter.
Kursi batu ini dapat dikelompokkan pada jenis bebatuan pasir, berwarna keputih-putihan. Tahta batu ini dibuat sangat sempurna yang dipahat secara halus dan dilengkapi dengan tempat pijakkan kaki sebanyak empat kaki.
Bahkan di atas bukit pengunjung bisa melepas pandang ke segala penjuru arah. Baik itu laut, ladang serta sawah warga.
Saya pun merasakan hempasan angin yang memberikan kesejukan ketika di atas bukit. Pesona alam bisa dinikmati sejauh mata memandang. Teluk Cempi di arah barat bisa dilihat dengan mudah. Begitu juga dengan gugusan gunung di bagian timur yang sebagiannya sudah menjadi ladang warga.
Namun sayang aksi vandalisme telah merusak sebagian situs. Coretan berupa ukiran hampir bisa ditemukan dengan mudah di areal situs. Bahkan tidak ada semacam plan berupa himbauan kepada para pengunjung untuk tidak merusak peninggalan sejarah.
Saya hanya bisa melangitkan doa, semoga warisan nenek moyang ini masih bisa terjaga agar, agar generasi mendatang masih bisa melihat dan memaknai tinggalan-tinggalan prasejarah ini. Karena ini merupakan bukti otentik, bahwa di sini pernah kehidupan di masa lalu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI