DALAM laporan hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Kemendikbud - Balai Arkeologi Denpasar 2012 di situs So Langgudu desa Hu'u, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat menemukan berbagai variabel yang mengarah adanya kemungkinan bahwa situs So Langgudu merupakan satu ke satuan dari kehidupan masyarakat megalitik di mana mereka melakukan permukiman, pemujaan, dan penguburan.
Variabel penemuan tersebut berupa batu pancoran sebagian sarana penyucian badan dalam melakukan upacara, tangga-tangga untuk menaiki tempat yang lebih sakral, media pemujaan yang berupa batu tahta atau batu kursi, batu-batu berlubang sebagai sarana upacara, media pemujaan di tempat yang tinggi.
Namun demikian, penutup batu di Situs Langgudu dapat dibedakan menjadi dua jenis bahan, yaitu kubur duduk dengan penutup dari jenis batuan berpasir (sandstone) berwarna putih keabuan. Sementara yang kedua adalah batu berbahan gamping yang banyak ditemukan sangat banyak di sungai kecil.
Yang pertama adalah dipergunakan untuk penobatan seorang pemimpin masyarakat, baik sebagai ketua adat, ketua suku atau kepala suku. Sedangkan fungsi ke dua adalah sebagai media pemujaan, dimana tahta batu dianggap merupakan tempat duduk dari arwah para leluhur, atau arwah nenek moyang pada saat ada upacara tertentu (hlm 13).
Berdasarkan penelitian serta ekskavasi yang dilakukan tim arkeologi ini paling tidak memberikan jawaban kepada manusia modern bahwa di masa lalu sudah ada kehidupan di tempat ini. Bahkan tim peneliti memberikan penjelasan bahwa masyarakat masa lampau di Hu'u umumnya telah memiliki budaya yang tinggi.
Bahwa dalam kubur tidak hanya tulang manusia, tetapi juga disertai dengan manik-manik, uang kepeng, gerabah, cepuk anting-anting dari uang logam (hlm 50). Ini menguatkan bahwa dengan tinggalan tersebut dimana nenek moyang orang Hu'u sudah mengenal teknologi pengerjaan yang cukup baik.
Dan Jumat, 13 Januari 2021 saya berkesempatan menyambangi areal situs So Langgudu. Di mana temuan-temuan para tim dari Balai Arkeologi Denpasar tahun 2012 silam masih bisa dilihat hingga kini.
Walaupun cuaca tidak bersahabat saya tetap melanjutkan perjalanan untuk sampai di areal situs. Di perjalanan tiba-tiba hujan cukup deras menghentikan langkah saya. Sesaat kemudian saya sejenak menepi sembari menunggu hujan reda.
Di situ sepeda motor bisa diparkir dan selanjutnya berjalan kaki dengan menyebrangi sungai, lalu kemudian melintasi sawah warga. Di pinggir tebing langsung disuguhkan dengan beberapa kuburan batu yang berada di pinggir pagar sawah warga.
Kemudian jalan beberapa meter dengan mengikuti parit menuju ke barat, di atas tebing akan terlihat kursi batu atau warga sekitar menyebutnya kursi raja. Kursi batu berada di ketinggian 5 meter.
Kursi batu ini dapat dikelompokkan pada jenis bebatuan pasir, berwarna keputih-putihan. Tahta batu ini dibuat sangat sempurna yang dipahat secara halus dan dilengkapi dengan tempat pijakkan kaki sebanyak empat kaki.
Bahkan di atas bukit pengunjung bisa melepas pandang ke segala penjuru arah. Baik itu laut, ladang serta sawah warga.
Saya pun merasakan hempasan angin yang memberikan kesejukan ketika di atas bukit. Pesona alam bisa dinikmati sejauh mata memandang. Teluk Cempi di arah barat bisa dilihat dengan mudah. Begitu juga dengan gugusan gunung di bagian timur yang sebagiannya sudah menjadi ladang warga.
Namun sayang aksi vandalisme telah merusak sebagian situs. Coretan berupa ukiran hampir bisa ditemukan dengan mudah di areal situs. Bahkan tidak ada semacam plan berupa himbauan kepada para pengunjung untuk tidak merusak peninggalan sejarah.
Saya hanya bisa melangitkan doa, semoga warisan nenek moyang ini masih bisa terjaga agar, agar generasi mendatang masih bisa melihat dan memaknai tinggalan-tinggalan prasejarah ini. Karena ini merupakan bukti otentik, bahwa di sini pernah kehidupan di masa lalu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI