Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wadu Ntanda Rahi dalam Lipatan Sejarah

16 Maret 2020   09:14 Diperbarui: 22 Maret 2020   20:10 3007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Dokumentasi pribadi

Tatapannya kosong, tak berkedip, butiran air matanya turun perlahan tapi pasti mengiringi kepergian sang suami. Hatinya remuk. Karena malam kembali akan dilaluinya tanpa belaian tangan sang suami. Sang istri bersama anaknya masih berdiri, berdiri sekuat karang yang dihempas sang ombak, sekuat burung yang menahan lajunya angin laut. Tak terasa, hempasan ombak yang berkejaran merubah diri dan anaknya menjadi batu. Batu yang berdiri kokoh, kuat, sekuat hatinya yang masih menunggu kedatangan sang suami yang hingga kini belum juga kembali. 

Dalam ilmu sejarah cerita tersebut masuk pada kategori Historiografi traditional. Kenapa demikian? Karena cerita rakyat lebih didominasi oleh hal-hal gaib, kadang tidak rational dan narasinya lebih bersifat kelokalan. 

Wadu Ntanda Rahi yang ada Desa Hu'u, sangat mudah dijangkau. Karena letaknya tidak terlalu jauh dari perkampungan warga. Bagi warga Desa Hu'u sendiri, bisa berjalan kaki untuk menjangkau lokasi. 

Ilustrasi: Dokumentasi pribadi
Ilustrasi: Dokumentasi pribadi

Namun, untuk Desa tetangga bisa mengendarai roda dua, baik motor dan bisa juga bersepeda. Apalagi di sore hari ketika cuaca bersahabat, pemandangan cukup indah, perpaduan megahnya sunset dan semilirnya angin laut bisa memanjakan mata para pengunjung. Mereka bisa berselfi ria dipinggir pantai, sambil menyaksikan hilir mudiknya kendaraan. 

Namun di era milenial cerita ini sedikit ironi, sebab kisah Wadu Ntada Rahi tidak sering lagi dituturkan oleh ibu-ibu kepada anak-anaknya. Bahkan anak-anak zaman now, lebih doyan pada kisah drama Korea, yang mendayu-dayu dengan kisah cinta yang mengurai arti mata. Ditambah lagi dengan Boyband Korea yang sedang menghipnotis para kaum la muda. Mereka lebih sering berselancar di media sosial, memasang status dengan beaground  Wadu Ntanda Rahi dari pada menyelam kisahnya yang sarat makna. 

Kisah yang bisa memberikan nilai lebih, bagi generasi zaman now, dalam mengarungi rimba raya kehidupan masa depannya. Masa depan penuh tantangan, penuh onak duri, serta penuh kemungkinan-kemungkinan. 

Setiap insan harus memiliki semangat baja, optimisme tingkat dewa, inovatif penuh kreasi dan penuh kompotitif. Bagi yang tak siap, maka akan menjadi penonton, dan menangisi keadaaan seperti kisah drama Korea di layar kaca.

Kisah masa lalu bukan sekadar dihafal, dikisahkan kembali, bahkan bukan sekadar dibiarkan berlalu. Tapi di sana ada pelajaran, ada nilai, ada makna yang bisa diambil untuk menjadi kompas penunjuk arah, agar kedepan kita hendak melangkah kemana dan akan berbuat apa. Ia menghamparkan karpet merah bagi generasi kekinian, untuk dilewati dan membawa pesan suci untuk diwariskan pada generasi berikutnya. Kisah masa lalu adalah pelajaran, kekinian adalah menyerap makna, dan masa depan adalah wujudnya. 

Saya baru memahami secara ilmiah kisah Wadu Ntanda Rahi ketika tahun 2008 silam, kami dari mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Hasanuddin Makassar melakukan kegiatan Penelitian Object Kajian Sejarah di Bima.

Pada kesempatan itu, kami melakukan penelitian dengan mengunjungi beberapa situs sejarah, seperti Dana Traha, Asa Kota, Wadu Pa'a, serta studi Pustaka di beberapa perpustakaan Kota, Kabupaten dan Perpustakaan Pribadi seorang Budayawan Bima yakni Ibu Sitti Maryam Salahuddin (almarhum).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun