Mohon tunggu...
Supriyadi Supriyadi
Supriyadi Supriyadi Mohon Tunggu... profesional -

Guru Bimbingan Belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berhitung Tanpa Berpikir! Bisakah?

16 Februari 2015   01:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08 2042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berhitung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Arti dari berhitung adalah: mengerjakan hitungan (menjumlahkan, mengurangi, dan sebagainya)

Sedangkan kemampuan berhitung adalah penguasaan terhadap ilmu hitung dasar yang meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.

Pelajaran berhitung menjadi syarat untuk dapat belajar matematika. Tapi didak semua orang harus bisa matematika. Seorang tukang bakso tidak perlu mengetahui nilai sin 30 itu berapa ? tapi dia perlu tahu berapa uang ia dapatkankan dari penjualan 30 porsi bakso yang ia jual.

Pengajaran berhitung sudah dimulai sejak dini sebelum anak mengenyam pendidikan secara formal (prasekolah), umumnya orangtua mengenalkan pelajaran berhitung kepada anak anaknya melalui sebuah lagu dengan visualisasi jari mereka (lagu satu-satu aku sayang ibu). Selanjutnya disekolah baik PAUD, TK dan Sekolah Dasar awal (kelas satu dan dua) anak-anak mulai diajarkan angka dalam berhitung.

Pada saat itulah semua elemen pendidik berusaha menanamkan angka sebagai sebuah nilai pengganti dari sebuah jumlah. pada masa ini mereka mulai belajar mengenal angka, angka 2 untuk mengantikan 2 mangga dan  5  untuk mengantikan jumlah 5 mangga. Angka merupakan bentuk abstrak yang harus dipelajari anak didik untuk menunjang kemampuan berhitungnya kelak.

Saya memiliki pertanyaan mengelitik ketika anak yang sudah mengenal angka harus kembali belajar berhitung dengan alat  bantu (benda maupun anggota tubuh) dalam berhitung dalam upaya meningkatkan kemampuannya dalam berhitung. Jika kita sudah mengajarkan ANGKA pada siswa berarti kita sudah memberikasn suatu bentuk yang abstrak kepada otak mereka tentang jumlah. Dengan mengajarkan penggunaan alat sebagai media bantu dalam berhitung tentunya kita membawa kembali bentuk yang abstrak ke bentuk nyata. Bukankah ini suatu langkah yang menghambat kemajuan siswa pada akhirnya.

Berbagai metode saat ini mengklaim sebagai cara yang mumpuni dalam mengajarkan berhitung. Tapi sekali lagi ada suatu pertanyaan yang besar bagi saya. Mengapa? dan apa yang mendasari cara tersebut sehingga anak  harus mempelajarinya untuk meningkatkan cara berhitung mereka.

Saat ini dikenal metode berhitung jika kita mau membuka halaman google, kita akan dapatkan berbagai cara yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berhitung seperti Mental Math, Speed Math, Mental Aritmatik, Trancerberg, Vedic bahkan di Indonesia sendiri ada metode baru yang merupakan intisari dari cara tersebut dan telah sukses membawa anak indonesia juara Olimpiade.

Semua cara yang di ajarkan coba saya rangkum dan pelajari. Ada kelebihan dan ada pula kekurangannya. Tapi jawaban atas mengapa kita harus mempelajarinya belum saya temukan.  Dan mengapa cara tersebut jika memang baik dan mudah mengapa sekolah sebagai tempat anak belajar tidak menggunakannya sebagai pilihan dalam proses pengajaran.

Baiklah sebelum saya menjelaskan metode yang akan saya perkenalkan. Lebih baik saya menjelaskan dulu Penelitian Roger Wolcott Sperry tentang otakdan teori otak dalam berhitung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun