Memang Pak To hampir sepanjang hidupnya selalu berada di masjid. Dia mengabdikan waktunya, tenaganya, dan pikirannya untuk kemakmuran masjid. Maka tak salah jika julukan sebagai manusia masjid layak disematkan untuk Pak To. Tak heran ketika beliau meninggal dunia banyak orang yang merasa kehilangan dirinya.
Terbukti pada saat pembacaan do'a tahlil selama tujuh hari jamaah yang datang membludak. Rumah Pak To yang berada diujung gang tidak mampu menampung seluruh jamaah tahlil yang datang. Akhirnya jamaah yang meluber tersebut ditampung di rumah - rumah tetangga hingga ada yang sampai rela duduk di jalan. Mereka semua mengirimkan do'a terbaik untuk si manusia masjid.
Lawang, 1 Juni 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H