Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menunggu Orang Lain Berubah adalah Harapan yang Sia-Sia

7 Agustus 2024   06:06 Diperbarui: 7 Agustus 2024   06:14 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dengan Canva (dokpri)

Masyarakat yang ingin mencoba peruntungan, sering hanya meniru sesuatu yang sudah ada. Generasi milenial yang pernah hidup (berkuliah) di kota-kota besar, ada yang mempunyai ide (mencontek) fenomena di sana pada saat pulang kampung. Dengan penuh percaya diri, ia membuka lapak, menjual minuman dingin, misalnya, di kampungnya. ia merasa yakin akan laku karena di kampungnya belum ada yang berjualan model minuman seperti itu.

Dengan modal yang ada dia mulai mencari tempat yang strategis, menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan. Setealh semua siap, mulailah ia berjualan.

Betapa kaget dirinya saat mengetahui "belum ada" tetangga atau orang lewat yang mampir ke lapaknya. Seharian menunggu, hanya satu atau dua orang yang datang untuk membeli. Padahal lokasi tempat ia berjualan cukup strategis, banyak orang lalu lalang. Anak-anak sekolah dan masyarakat umum.

Apa yang salah? Rupanya ia belum melakukan riset sederhana. Ia belum mengetahui selera minuman masyarakat di kampungnya. Kedua, ia belum melakukan promosi atau pengenalan produk kepada masyarakat. Tahu-tahu langsung berjualan. Kemudian harga minuman yang dipatok juga tidak sesuai dengan perekonomian masyarakat. Di wilayah itu umumnya anak-anak sekolah membeli minuman dengan harga, misalnya Rp 3.000 (iga ribu rupiah), kemudian ia mematok harga Rp 5.000 (lima ribu rupiah).

Tentu saja, anak-anak sekolah yang diberi uang saku hanya untuk memblei minuman seharga tiga ribu rupiah tidak akan pernah singgah ke lapak tersebut. 

Dari kisah di atas dapat disimpulkan bahwa untuk membuka usaha baru perlu persiapan yang banyak, di antaranya melakukan rioset sederhana. Buka usaha asal buka dan meniru di tempat lain, belum tentu akan berhasil. 

Pelaku usaha baru, khususnya orang yang baru selesai kuliah perlu melakukan banyak hal sebelum memutuskan untuk memilih jenis usaha tertentu.

Magang Lebih Aman

Usia masih muda memiliki peluang besar untuk maju. Jika belum memiliki modal uang yang cukup, lebih  baik melakukan magang atau ikut pengusaha lain yang sudah "jadi". Dengan cara menjadi karyawan, seseorang akan mempunyai pengalaman berharga utnul dikembangkan pada kemudian hari. Tidak sedikit pengusaha besar saat ini pada awalnya adalah seorang karyawan atau karyawati pada sebuah perusahaan.

Ada pekerja pada tukang jahit (tailor) yang sanggup mendirikan usaha sendiri dan lebih sukses. Demikian pula ada karyawan penjual roti yang sanggup mendirikan perushaan sendiri setelah mempunyai modal yang cukup. Contoh lain, pengusaha restoran. Pada awalnya ia hanya seorang karyawan di restoran itu. Setelah banyak belajar, ia mengumpulkan modal dan sanggup mendirikan restoran sendiri yang "menyaingi" restoran tempat ia bekerja sebelumnya.

Banyak PHK Perlu Inovasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun