Tiga pekan kemudian, barulah lidah kami merasa cocok. Aku terkadang tidak dapat membedakan, masakan yang sedang dihidangkan buatan ibu atau mbak Lilis. Sering ibu membuat tebak-tebakan, makanan buatan siapa yang sedang dihidangkan. Aku dan papa selalu menyangka buatan ibu tetapi kenyataannya olahan mbak Lilis.
Jika tebakanku dan tebakan papaku salah, mbak Lilis langsung diberi bonus uang kontan seratus ribu rupiah oleh ibuku. Ungkapan rasa bahagia dari mbak Lilis sungguh mengagumkan. Kami dibuat berdecak kagum.
"Lima puluh persen hadiah dari ibu ini akan saya berikan kepada anak pemulung yang setiap hari lewat di depan rumah ini."
Ibu memeluk mbak Lilis setelah mengucapkan kalimat itu. Aku terharu, teringat harapan ibu untuk memiliki anak perempuan belum terwujud. Aku tidak melihat tanda-tanda ibu sedang mengandung. Justru aku melihat kondisi kesehatan ibu semakin menurun. Namun, aku tidak berani bertanya, penyakit apa yang sedang ibu derita.
Tiga bulan sejak ibu kuketahui mulai sakit-sakitan, Tuhan memanggilnya. Waktu itu aku sudah selesai mengikuti ujian sekolah. Begitu aku keluar dari halaman sekolah, papa sudah menunggu di mobilnya.
"Kita langsung pulang, ya. Rencana untuk makan kepiting di restoran ditunda dulu."
"Tapi, papa khan sudah janji, habis ujian hari terakhir, papa mau menemaniku makan kepiting," protesku waktu itu.
Papa tidak menjawab. Dia kemudikan mobilnya sangat pelan. Dalam perjalanan papa menyampaikan berita kematian ibuku dengan cara sangat menyentuh. Intinya, aku diminta mengikhlaskan sesuatu yang dicintai.
Aku sangat bersyukur mempunyai papa tiri yang begitu baik, penuh keteladanan dan banyak memberikan pandangan hidup yang membuat aku harus selalu ingin  bersama papa. Ingin selalu belajar kepadanya.
Usai urusan pendidikan di SMA, aku harus mempersiapkan diri untuk mengikuti tes atau ujian masuk ke perguruan tinggi. Papa selalu memberikan berbagai alternatif sehingga aku semakin tenang dalam meilih jurusan dan perguruan tinggi.
Kesedihanku ditinggal ibu tidak berlarut-larut. Untuk urusan makan di rumah, masakan mbak Lilis tidak jauh berbeda dengan masakan ibu soal rasanya. Aku baru sadar bahwa waktu itu ibuku sudah mempersiapkan mbak Lilis sebelum dipanggil yang Maha Kuasa. Menetes air mataku jika mengingat hal itu.