Beberapa meter kemudian kami terhenti. Pada sisi jalan berlawanan, tiga sepeda motor tampak melambatkan jalannya. Ya. Mereka bertiga yang menjemput kami.
Kami menunggu mereka berbelok mendekati kami. Tiga sepeda motor dengan lima orang. Itu berarti dua anak keponakan kami dibawa serta.
Saya segera membonceng ke sadel sepeda motor yang dibawa Ardi (anak terakhir Mas Sawiyo). Istri saya membonceng sepeda motor yang dikendarai keponakan kami, Nisa. Anak kedua Nisa ikut bersamanya.
Anak pertama Nisa ikut bersama Ardi di depan. Saya tentu duduk di boncengan belakang. Adik Tarti diboncengkan seorang anak gadis tetangga Nisa. Perjalanan pun dilanjutkan.
Suasana keramaian Kota Madiun mulai terasa. Kendaraan yang lalu lalang mulai padat. Pertigaan dan perempatan jalan banyak kami temui. Lampu merah (traffic light) beberapa kali kami jumpai.
Tidak lama kemudian tempat tujuan kami sudah di depan mata. Sepeda motor diparkir pada tempat yang disediakan. Kami pun berjalan kaki menuju objek wisata gratis di tengah Kota Madiun.
Miniatur atau replika bangunan internasional yang ikonik yang kami tuju. Ada tangga turun dan naik yang harus kami lalui untuk menuju lokasi replika yang sangat mirip dengan aslinya.