Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menyaksikan Replika Bangunan Internasional di Kota Madiun

19 Februari 2024   20:53 Diperbarui: 19 Februari 2024   20:58 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyaksikan Replika Bangunan Internasional di Kota Madiun

Kereta Api (KA) Kahuripan yang kami naiki singgah di stasiun Sragen agak lama dibandingkan sebelumnya. KA mulai singgah pukul 07.42 WIB dan meninggalkan stasiun pada pukul 07.57 WIB, sekitar lima belas menit. Pada persinggahan sebelumnya, rata-rata kurang dari lima menit.

Persinggahan berikutnya, stasiun Walikukun. KA singgah pukul 08.17 Wita. Itu berarti baru sekitar dua puluh menit perjalanan dari stasiun sebelumnya. Empat menit kemudian, KA sudah berjalan lagi.

Pada pukul 08.38 WIB,  KA singgah di stasiun Ngawi. Hanya dua menit KA berhenti. Berikutnya, KA melaju dan pada pukul 08.52 WIB singgah di stasiun Magetan. Waktu singgah sekitar lima menit.

Pada pukul 09.09 WIB saya merasa kaget karena sudah sampai tujuan, yaitu di stasiun Madiun. Perjalanan benar-benar seperti dalam mimpi, cepat dan nikmat.

Walaupun kami duduk di gerbong kelas ekonomi, kami merasakan kenyamanan. Waktu perjalanan tiada terasa. Suhu udara yang sejuk di dalam gerbong membuat kami merasakan ketenangan.

Kami bertiga segera turun dari gerbong KA. Pintu keluar stasiun Madiun kami cari dengan tengok sana dan tengok sini. Gerbong yang panjang harus kami susuri ekornya. Melalui ekor gerbong (bagian belakang gerbong terakhir), kami berjalan menuju pintu keluar. 

Berhubung baru pertama kali berada di stasiun Madiun, kami harus banyak membaca dan meperhatikan rambu-rambu penunjuk arah. Kami tentu tidak ingin tersesat atau salah jalan.

Cari Lokasi Tujuan Bingung

Tiba di luar stasiun saya segera membuka aplikasi mobil online. Saya ingin langsung menuju lokasi wisata yang sudah cukup terkenal di Kota Madiun.

Untuk menentukan titik tujuan ternyata tidak mudah. Saat saya bertanya mbah gugel, jawabannya beragam. Lokasi yang saya maksud sama tetapi jarak tempuh yang diberikan berbeda-beda antara satu situs dengan situs lain.

Jarak terdekat yang saya yakini adalah sekitar satu kilometer dari stasiun Madiun. Namun, dalam aplikasi mobil online, lokasi itu tidak terdeteksi.

Beberapa saat kami merasa galau. Tentu saja kami tidak mau salah tujuan. Dalam informasi yang kami dapatkan dari mbah gugel, jarak yang harus ditempuh ada yang merujuk sekitar tujuh kilometer dan kurang lebih seperti itu.

"Coba  tanya Nisa!"

Demikian saya memutuskan agar tidak terlalu lama duduk-duduk di luar stasiun. Nisa adalah salah satu anak dari Mas Sawiyo. Kebetulan Nisa tinggal di Madiun. Mas Sawiyo adalah kakak kandung saya yang tinggal di Makasar.

Dengan gesit adik Tarti menelepon Nisa, keponakan kami.

Maksud kami adalah menanyakan titik lokasi yang tepat tentang nama daerah wisata yang ingin kami kunjungi. Namun, jawaban yang diberikan tidak kami duga.

"Tunggu saja, nanti kami jemput!"

Adik Tarti sudah menjelaskan bahwa kami datang ke Madiun itu bertiga. Kalau dijemput menggunakan sepeda motor tentu akan merepotkan. Di rumah Nisa yang saya ketahui, ada Ardi, anak ragil Mas Sawiyo. Kemudian ada dua anak Nisa yang masih kecil. Kalau hanya ada dua orang dewasa tentu harus mencari satu orang lagi untuk ikut menjemput. Tentu akan memakan waktu lama untuk itu.

"Tunggu sekitar jam sepuluh kami sampai!"

Demikian janji Nisa yang saya dengar dari ponsel adik Tarti.

Saya tidak yakin dalam waktu kurang dari dua puluh menit Nisa akan tiba di stasiun Madiun.

Sambil menunggu kedatangan Nisa, istri tercinta dan adik Tarti menyantap roti yang dibeli di dalam stasiun. Ada minuman teh es yang dibeli juga. Saya ditawari kurang berselera.

Beli Minuman Teh Panas Hanya Empat Ribu Rupiah

Saya melihat ada sebuah warung kecil semacam angkringan di pinggir jalan. Segera saya menuju warung angkringan itu. Saya lihat-lihat camilan yang dijual di sana. Kurang tertarik. Saya hanya memesan satu gelas minuman teh panas.

satu gelas teh panas Rp 4.000 (dokpri)
satu gelas teh panas Rp 4.000 (dokpri)
Sengaja saya duduk-duduk di warung angkringan itu untuk menepis rasa galau menunggu Nisa yang katanya hanya sekitar dua puluh menit perjalanan.

Minuman yang saya pesan pun segera saya dapatkan. Benar-benar panas minuman itu. Saya tidak protes. Sedikit demi sedikit saya teguk minuman yang akan menambah rasa segar di badan itu.

Harga minuman teh hangat di warung angkringan dekat stasiun Madiun itu Rp 4.000 (empat ribu rupiah). Jika dibandingkan dengan teh es yang dibeli istri di dalam stasiun, dua kali lipat, yaitu Rp 8.000 (delapan ribu rupiah).

Setelah menghabiskan minuman teh panas itu, saya sgera kembali ke tempat adik Tarti dan istri duduk-duduk di sebuah bangku kecil dekat sepeda motor banyak diparkir di pinggir jalan.

"Ayo kita jalan kaki saja!"

Demikian saya berujar. Daripada menunggu tidak pasti, lebih baik sambil jalan kaki. Adik Tarti setuju setelah mencari informasi kepada seorang tukang parkir yang sedang bekerja.

Menuju Lokasi Objek Wisata

Kami bertiga segera berjalan kaki beriringan. Pada sebuah pertigaan jalan, istri tercinta bertanya kepada seseorang yang sedang duduk-duduk di luar rumah.

Dokpri
Dokpri
Kami melanjutkan perjalanan setelah yakin arah yang harus kami lewati. Sinar surya terasa begitu menyengat. Kami tetap berjalan dengan penuh riang.

Beberapa meter kemudian kami terhenti. Pada sisi jalan berlawanan, tiga sepeda motor tampak melambatkan jalannya. Ya. Mereka bertiga yang menjemput kami.

Kami menunggu mereka berbelok mendekati kami. Tiga sepeda motor dengan lima orang. Itu berarti dua anak keponakan kami dibawa serta.

Saya segera membonceng ke sadel sepeda motor yang dibawa Ardi (anak terakhir Mas Sawiyo). Istri saya membonceng sepeda motor yang dikendarai keponakan kami, Nisa. Anak kedua Nisa ikut bersamanya.

Anak pertama Nisa ikut bersama Ardi di depan. Saya tentu duduk di boncengan belakang. Adik Tarti diboncengkan seorang anak gadis tetangga Nisa. Perjalanan pun dilanjutkan.

Suasana keramaian Kota Madiun mulai terasa. Kendaraan yang lalu lalang mulai padat. Pertigaan dan perempatan jalan banyak kami temui. Lampu merah (traffic light) beberapa kali kami jumpai.

Tidak lama kemudian tempat tujuan kami sudah di depan mata. Sepeda motor diparkir pada tempat yang disediakan. Kami pun berjalan kaki menuju objek wisata gratis di tengah Kota Madiun.

Miniatur atau replika bangunan internasional yang ikonik yang kami tuju. Ada tangga turun dan naik yang harus kami lalui untuk menuju lokasi replika yang sangat mirip dengan aslinya.

Serasa berada di luar negeri (dokpri)
Serasa berada di luar negeri (dokpri)
Menara kebanggaan warga Prancis yang pertama kali saya jadikan objek berswafoto. Dalam cuaca cukup panas saya tidak mau berlama-lama berada dalam suatu lokasi.

Dokpri
Dokpri
Bangunan atau replika berikutnya pun saya jadikan latar untuk berswafoto. Saya berusaha menampakkan semua bangunan replika itu secara utuh.

Dokpri
Dokpri
Kalau pun ada bangunan replika yang terpotong gambarnya itu disebabkan oleh keinginan untuk memunculkan objek lain yang cukup penting, yaitu keterangan nama replika.

Dokpri
Dokpri
Banyak tempat duduk disiapkan untuk pengunjung yang ingin duduk-duduk di dekat replika. Warung atau kedai makanan berada tidak jauh dari bangunan replika.

Dokpri
Dokpri
Bangku panjang seperti yang terdapat di jalan Malioboro Yogyakarta juga disiapkan pada beberapa lokasi. Berhubung siang hari itu cuaca cukup terik, tidak banyak orang yang memanfaatkan bangku panjang itu. 

Dokpri
Dokpri

Lokasi taman yang dipenuhi replika itu tidak jauh dengan toko modern. Dengan begitu, pengunjung mal atau toko besar itu bisa mampir ke taman yang cukup luas.

Dokpri
Dokpri

Bangunan replika kaabah mengambil posisi pada tengah taman. Pada tempat itu saya merasakan suasana teduh, sejuk dan nyaman. Kami beristirahat agak lama di sana.

Prasasti nama lokasi (dokpri)
Prasasti nama lokasi (dokpri)

Saya menemukan prasasti dengan nama Pahlawan Religi Center. Posisi prasasti sangat strategis. Saya merasa puas dapat mengambil gambar prasasti dengan latar replika kaabah.

Dokpri
Dokpri

Tempat orang lewat atau jalanan untuk dilalui pada taman itu cukup luas. Dengan demikian, banyak orang dapat bersamaan berada di dalam taman yang masih cukup baru itu.

Dokpri
Dokpri
Sebuah patung binantang unta cukup menarik. Patung binatang gurun itu berada di dekat jalan raya yang memisahkan dua taman yang dipenuhi replika itu.

Dokpri
Dokpri
Untuk membuktikan bahw saya pernah berada di lokasi itu, swafoto pun saya lakukan dengan mengambil laar yang cukup menarik.

Dokpri
Dokpri
Perlu waktu beberapa saat untuk berswafoto dengan patung binatang padang pasir itu. Saya berusaha menampakkan seluruh bagian badan sang unta.

Dokpri
Dokpri
Tanda penunjuk arah merupakan hal penting saat berada di suatu lokasi yang luas. Saya pun megabadikan papan penunjuk arah tempat replika berada.

Bersama adik Tarti
Bersama adik Tarti

Setelah puas pada satu sisi taman, kami pun menyeberang jalan untuk menuju sisi taman yang lain. Untuk menyeberang jalan, pengunjung perlu menempelkan tangan pada sebuah alat sensor. Tujuannya untuk memberikan tanda kendaraan agar berhenti. Fungsinya seperti lampu merah (traffic light). 

Dokpri
Dokpri

Pada sisi taman yang berada di seberang jalan raya, saya begegas untuk berswafoto dengan objek yang menarik. Replika bangunan internasional yang menjadi ikon suatu negara dapat saya jadikan latar berswafoto.

Dokpri
Dokpri

Saya berkeringat karena cuaca cukup panas. Sinar surya benar-benar terasa pada kulit. Untung saya mengenakan kaos katun tipis sehingga keringat cepat terserap.

Dokpri
Dokpri

Untuk berswafoto memang tidak dapat menggunakan banyak gaya. Saya mengutamakan ojek latar belakang. Posisi atau gaya saya terkadang tidak terlalu diperhatikan.

Dokpri
Dokpri

Objek sebagai latar yang utama. Posisi saya bisa di sisi kiri atau sisi kanan objek yang ingin ditonjokan. Wajah saya hanya sebagai bukti bahwa fisik saya benar-benar berada di tempat itu. 

Dokpri
Dokpri
Saya cukup puas dengan hasil jepretan pribadi. Foto-foto lain yang dibuat oleh adik Tarti dan keponakan, Ardi cukup banyak pula. Saya merasa senang banyak pilihah untuk dijadikan kenang-kenangan.

Aktivitas di objek wisata Kota Madiun cukup membuat saya merasa senang. Kejadian atau peristiwa sepanjang perjalanan akan menjadi kenang-kenangan yang manis.

Semoga pada suatu saat nanti dapat berkunjung ke objek wisata Madiun yang lain yang cukup mengesankan. Kami bertiga selanjutnya diajak singgah di rumah Nisa. 

Perjalanan agak lama menuju rumah Nisa. Sat itu suami Nisa sedang bertugas di luar kota. Sebagai anggota Angkatan Udara tugaas dapat setiap waktu harus dijalankan.

Ditulis di rumah ibu kandung di Klaten, Jawa Tengah, 19 Februari 2024 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun