Mohon tunggu...
Supriyadi
Supriyadi Mohon Tunggu... Administrasi - ***

***

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Sore Ini

11 Oktober 2022   17:13 Diperbarui: 11 Oktober 2022   17:19 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kezra buru-buru mempercepat langkahnya ketika gerimis awal Oktober tiba-tiba turun sore itu. Sambil berusaha menghalau curahan rintik hujan dengan tas Haruica-nya agar tidak membasahi dirinya, Kezra segera masuk ke sebuah kedai kopi di seberang SMA Santo Markus, sekolahnya dulu.

Ia mendapati kedai itu sudah sangat ramai pengunjung di jam-jam after-office seperti sore itu. Walaupun dalam hati Kezra menduga, sebagian besar pengunjung lebih bermaksud mencari tempat berteduh ketimbang ingin menikmati secangkir kopi.

Aroma kopi segera menguar menyesaki setiap jengkal dan sudut di ruang itu. Asap-asap mengepul diiringi suara khas grinder kopi dari mesin espresso dengan intensitas tinggi menandakan banyaknya keinginan para pengunjung kedai untuk melewatkan waktu menjelang senja, yg dibekukan oleh selubung awan kelabu, dengan menghirup hangatnya secangkir kopi.

Kedai itu berdinding batu bata putih yg permukaannya dibiarkan tidak berpelapis sehingga memberi kesan natural sekaligus elegan, dihiasi dengan poster-poster vintage. Di atapnya bergelantungan lampu-lampu filamen berbingkai hiasan yg terbuat dari lekukan besi berbentuk diamond, menggantung secara estetik.

Lantai vinil bermotif kayu ditebari kursi-kursi berkaki tiga dan meja-meja dengan top-board bentuk lingkaran berwarna walnut yg tertata sedemikian rupa sehingga memberi kesan tenang di kedai yg sekarang penuh dengan pengunjung itu.

Kezra tidak memesan kopi, ia memesan almond milk tea, juga croissant. Ia memilih meja di dekat jendela agar bisa melihat butir-butir air hujan yg melekat di kaca secara random namun sekaligus menciptakan pola-pola yg artistik.

Sore, hujan, ditambah secangkir almond milk tea. Perfect momen, pikir Kezra. Ia bisa melamun hingga berjam-jam dengan sejuta hal yg menyesaki pikirannya. Hanya satu hal yg terbetik dalam benak Kezra di tengah rintikan hujan sore itu; Kenangan.

Pikiran Kezra mulai beringsut ke belakang, mengingat kembali saat-saat paling menyakitkan dalam hidupnya. Ketika ayahnya terserang VT --ventricular tachycardea-- dan meninggal di tengah perjalanan menuju ke rumah sakit.

Ayah Kezra kolaps saat mendengar berita mengenai Dean, calon suami Kezra, dibunuh oleh kawanan perampok sepulang kerja. Dari olah kejadian di TKP, pihak kepolisian memberi keterangan bahwa Dean terkena luka tusukan berkali-kali di dada sebelah kiri, menembus jantung, dan meninggal di tempat. Sementara sekelompok pembunuh itu berhasil kabur, tak tertangkap.

Menurut informasi, motif pembunuhan adalah perampokan. Tapi pihak keluarga Kezra tidak percaya bahwa itu sekedar perampokan acak biasa. Keluarga Kezra meyakini bahwa tragedi yg menimpa Dean pasti sebuah operasi rahasia yg dimobilisasi oleh seorang pejabat pemerintah level tinggi, yg kebetulan kasusnya sedang diinvestigasi oleh Dean.

Dean adalah wartawan investigasi. Belakangan, dia sedang mengorek data dan informasi terkait kasus yg belum terungkap ke publik mengenai insider trading yg dilakukan oleh sang pejabat, yg rumornya akan maju menjadi kandidat di pemilu dua tahun mendatang.

Sang pejabat butuh dana untuk pencalonannya. Dia punya informasi yg bisa dijual. Bukan informasi yg bisa diakses setiap orang. Hanya orang-orang 'dalam tembok' yg tau informasi itu. Dan informasi tersebut bisa menjadi komoditi menjanjikan bagi orang yg dapat memanfaatkannya. Tentu saja karena informasinya menguntungkan pembelinya.

Kemudian terjadi kesepakatan. Sang pejabat memerlukan dana, sang pembeli membutuhkan informasi, lalu presto! Terjadilah apa yg terjadi. Insider trading.

Sang pejabat merasa terancam jika sang wartawan mempublikasikan hasil investigasinya ke media. Bisa dipastikan elektabilitas sang kandidat akan drop jika berita itu benar-benar dipublikasikan oleh media tempat Dean bekerja. Tidak cukup elektabilitasnya yg akan jatuh, tapi sang pejabat akan kehilangan kredibilitas, sekaligus integritasnya akan dihancurkan oleh laporan hasil investigasi Dean.

"Bajingan," umpat Kezra nyaris tak terdengar oleh pengunjung kedai di meja terdekatnya, mengingat sang pejabat akhir-akhir ini sering mendapat sorotan kamera dari media untuk mencitrakan diri sebagai seorang politisi yg pro-rakyat.

Dean adalah ancaman bagi sang pejabat. Sementara sang pejabat memiliki akses serta resourches, yg bisa digunakan untuk melakukan operasi rahasia demi melenyapkan semua yg dianggap musuh politik, atau apapun yg bisa mengancam karir politik sang pejabat. Dean harus disingkirkan.

"Keparat jahanam," gumam Kezra pelan, "kekasihku bukan kriminal, dia hanya melakukan pekerjaannya sebagai wartawan. Tanpa penangkapan, tanpa penyidikan, tanpa dakwaan, tanpa pengadilan, tanpa vonis putusan pengadilan, kau habisi nyawa tak bersalah dengan menyuruh bandit-bandit bayaranmu agar menyamar jadi begal, perampok, entah apa yg akan kau rampas dari kekasihku.

"Kalian hanya ingin Dean mati dan menguburnya bersama dengan hasil investigasinya."

Dua lelaki dalam hidup Kezra hilang dalam satu waktu. Sang ayah, dan kekasih. Rencana hari pernikahan Kezra dan Dean tinggal sebulan lagi. Undangan sudah disebar, tapi takdir datang lebih cepat sebelum hari H itu tiba, seperti hantaman keras yg memporak-porandakan jiwa Kezra.

Berbulan-bulan setelah peristiwa itu, Kezra mengurung diri. Resign dari pekerjaan, mematikan smartphone, tidak keluar rumah kecuali untuk kebaktian hari Minggu untuk mendoakan ayah dan kekasihnya.

Seusai kebaktian pun langsung pulang ke rumah. Banyak teman-teman jemaat gereja prihatin, mengucapkan belasungkawa, mendoakan, tapi jiwa yg terluka tetaplah terluka, perlahan seiring berjalannya waktu mungkin luka itu akan mereda. Mereda, bukan hilang. Seandainya pun hilang tidak akan sepenuhnya hilang, luka itu akan membekas.

Kezra kembali ke kenyataan saat ini saat mendengar riuh suara tawa dari meja di tengah kedai. Meja yg lebih besar dari meja-meja yg lain dengan sofa di kedua sisi meja. Di sana ada empat wanita sosialita paruh baya yg sepertinya sedang membicarakan salah seorang temannya yg tidak ikut hadir dalam acara pertemuan sore itu.

Jangan terlalu banyak bercerita kepada teman, pikir Kezra, karena teman yg biasa menggosipkan orang lain saat kau sedang bersama dengan mereka, tidak menutup kemungkinan mereka akan menggosipkanmu ketika kau tidak sedang bersama mereka.

Berpaling dari para wanita sosialita, Kezra mengangkat cangkirnya dan menyesap almond milk tea-nya. Sepertinya kandungan flavonoid dalam almond itu langsung bereaksi mendetoksifikasi toxic-toxic yg sedang ditebarkan oleh empat wanita sosialita pengghibah paruh baya di keliling meja besar di tengah kedai itu. Kezra geli memikirkan kekonyolan pikirannya sendiri mengenai flavonoid.

Selain flavonoid, senyawa polifenol yg disesap dari secangkir minumannya, di samping menangkap zat-zat yg bermanfaat bagi tubuh, juga menyerap kembali seluruh kenangan yg sudah berlalu beberapa tahun lalu ke benak Kezra.

Bukan asal-asalan dia memesan almond milk tea. Menyesap minuman itu seperti ritus menuju perjalanan ekstase ke masa lalu.

Benar saja, pikiran Kezra kini mulai meninggalkan ruang kedai yg ramai itu dan mengembara lagi ke masa lalu. Masa-masa awal remaja saat sekolah di SMP St. Monica, dia memiliki sahabat lelaki.

Zafran.

Remaja muslim itu memilih bersekolah di sebuah sekolah milik yayasan Katholik karena di sana ada ekstra-kurikuler panjat tebing, yg tidak ditemukan di Madrasah Tsanawiyah maupun SMP Negeri di radius zonasi tempat tinggal Zafran.

Bertahun-tahun tidak pernah bertemu usai wisuda kelulusan SMP, Kezra bertemu kembali dengan Zafran di hutan kota. Setelah mengunci diri selama setahun, Kezra berupaya membangun kembali kehidupannya di atas reruntuhan puing-puing jiwanya.

Ketika Kezra duduk di bangku yg terletak persis di pinggir joging-track hutan kota sambil fokus membaca buku berjudul "Merawat Luka Batin", karya seorang psikiater, tiba-tiba terdengar suara yg tak asing memanggilnya.

"Kezy..!"

Kezra menoleh ke arah suara yg memanggilnya, dan kaget ketika melihat lelaki yg tampak seperti sahabat kecilnya kini di hadapannya dengan baju basah penuh keringat. Kelihatannya pria itu usai joging beberapa kilometer. "Zafran..?"

Senyum Zafran merekah, lega sahabat kecilnya masih mengenalinya. "Separah itukah?" Tanya Zafran sambil menunjuk cover buku yg sedang dibaca Kezra.

"Banyak cerita yg telah kau lewatkan, Zafy.."

"Kau bisa ceritakan kepadaku sambil ngopi-ngopi santai. Kau tau aku adalah pendengar yg baik."

"Datanglah nanti sore ke D'Oversight Caffe. Kau tau kedai kopi yg di depan SMA Santo Markus?"

"Ya."

Di sinilah Kezra sekarang, D'Oversight Caffe. Menunggu Zafran sambil menyesap almond milk tea ditemani croissant yg belum tersentuh sedari Kezra duduk di bangku dekat jendela kedai itu.

Hujan sore ini. Kezra bertanya-tanya, bagaimana semesta mengatur pertemuan kembali dengan sahabat kecilnya yg sudah lama dirindukan Kezra?

Zafran memiliki tempat istimewa di hati Kezra. Namun gadis itu sadar ada satu dinding tebal yg menghalangi keduanya tidak bisa menjalin hubungan yg lebih dari sekedar sahabat.

Keyakinan.

Kezra adalah perempuan Katholik yg setiap Minggu tidak pernah absen menghadiri kebaktian. Zafran juga sosok pemuda yg religius, sedikit-banyak paham tentang agama dan konsekuen dengan apa yg dia pahami.

Zafran sangat memegang erat apa yg dipesankan oleh sang Guru, "wa kholiqin nsa bi khuluqin hasanin," dan pergaulilah manusia dengan akhlak yg baik.

Pergaulilah manusia, bukan hanya sesama Muslim saja, tetapi manusia secara umum tanpa memandang apa identitasnya. Zafran paham bahwa berinteraksi dengan baik kepada non-Muslim tidak serta-merta melanggar prinsip-prinsip al-wala' wal-bara'.

Tiba-tiba Kezra teringat konsep Cosmic-Connection. "Iya, itu dia jawabannya. People comes into your life for a reason."

Semesta mempertemukan kembali Kezra dengan Zafran pasti dengan alasan yg tepat. 'Tuhan punya cara misterius,' batin Kezra. 'Entah apalagi yg akan kuhadapi setelah ini..'

Samar-samar terdengar lantunan suara Charlie Puth dari speaker-dinding yg menempel di sudut jauh kedai kopi. It's been a long day without you, my friend.. And I'll tell you all about it when I see you again..

I see you again, Zafran, setelah bertahun-tahun. Sebentar lagi, I'll tell you all about apa yg terjadi setahun terakhir ini.

***

Cililitan, 11 Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun