Bait lagunya beginiÂ
Sangkan pandan tumbuh di darat,  Di dalam kebun nidau begunau, sangkan kami pergi melarat, di dalam dusun nidau begunau  :(Â
Yang bermaknaÂ
Makanya pandan tumbuh di darat, di dalam kebun tidak berguna,  makanya kami pergi melarat, di dalam dusun tidak berguna.Â
Tanpa terasa air mata jatuh mendengarkan tembang kiriman guru Dawar tersebut.Â
Alasan Merantau
Dari ratusan warga Lubuk Langkap yang merantau tanpa kembali lagi banyak sekali alasan. Alasan klasik bagi perantau yang awal yakni pada akhir tahun 1960-an hingga perantau  akhir 1990an adalah ingin mencari penghidupan  dan kehidupan yang lebih baik.
Perantau awal yakni Roni Baid, Abdul Djalil dan Awas Mana adalah karena tuntutan pekerjaan yang mereka geluti. Awas Mana misalnya beliau merantau karena bersekolah menjadi pemuka agama nasrani di Malang Jawa timur. Sejak bertugas di Malang beliau sudah menetap di sana termasuk anak cucu beliau.
Kemudian Roni Baid sekolah di Fakultas Hukum hingga S2 di Bandung. Beliau bekerja di Pengadilan Agama, lalu jadi dosen dan belakangan jadi pengacara. Karir seperti Roni, jelas tidak ada di Manna Bengkulu Selatan.Â
Abdul Djalil juga menjadi guru Bahasa Inggeria di Sekolah Menengah Pertanian  Curup kabupaten Rejang Lebung provinsi Bengkulu. Demikian juga yang lain ada Tohar Ba'ar, bertugas di Dinas Pebdidikab provinsi Bengkulu, Rasaludin Sinip jadi guru SMK di Lahat, Muharudin Juwaris jadi Guru SMA di Palembang, Supli Effendi Rahim jadi dosen di Palembang, pernah juga mengajar di malaysia.Â
Demikian Andang Sukardi, Riman, Siman, Iwan, Sutan, Napolion, Ismawan,Tupin, Budin, Mulyani, Sukani, Hernis, Wahan, Sudiman, Â Bambang, Dusrah, Yusip, Iful,Yamud, Efni Wanit, Rolen, Timotis, Umar, Wigi dan semua perantau generasi terbaru mereka menekuni bisnis dan pekerjaan lain yang tidak mungkin dilakukan di Lubuk Langkap. Mereka itu saat ini eksis di Jawa Timur, Bandung, Bogor, Jamji, Bengkulu, Curup,Lahat, Lampung, Manna dan Palembang Â