Bismillah,
Adalah Dawar Sukardi, petani yang juga guru, Kecamatan Air Nipis Bengkulu Selatan mengirim tembang dengan iringan gitar tunggal sore ini 29.9.2020 di grup WA Lubuk Langkap Air Nipis Bengkulu Selatan. Baginya mungkin itu hanya hiburan sore bagi anggota grup.Â
Seni Daerah Seni Daerah disetiap daerah bahkan di dunia merupakan cerminan budaya dan peradaban masyarakat daerah tersebut. Tak terkecuali lagu yang berupa tembang sawah lebar yang bisa dilihat pada video berikut.Â
Tembang seperti itu bagi kami anak perantauan menggamit memori, ingatan, kenangan yang berhubungan dengan tanah kelahiran para perantau termasuk mereka yang bermukim tak jauh dari dusun kami itu.Â
Dawar sendiri adalah seorang  guru dan petani yang tidak tinggal di dusun asal kami Lubuk Langkap. Tetapi dia tinggal di desa istrinya yakni Suka Negeri Air Nipis Bengkulu Selatan. Untuk Dawar ini dalam bahasa kami artinya "tambik anak".  Bermakna bahwa Dawar bermukim di tempat desa mertuanya. Bahkan bermukim di rumah mertuanya. Hanya kasus Dawar ini, dia hanya bermukim di desa mertuanya.Â
Saya menduga si Dawar ini dapat kiriman lagu  itu dari temannya sendiri yang menembamgkan lagu di pondok Sawah di sebuah hamparan sawah nan luas di Kecamatan Seginim, puluhan kilometer sebelah selatan Dusun Lubuk Langkap.Â
Dalam bait bait lagu itu adalah kumpulan pantun pantun yang bernada sedih..
 MisalnyaÂ
Tanam sapat di bawah jambat, bujang berkurung di rumpun serai, jalan tuk upat jangan dibuat, lambat di urung kita kan berceraiÂ
Bait tembang itu memberi nasehat kepada pendengarnya agar jangan membuat cikal bakal upatan, karena berpisah itu adalah suatu keniscayaan. Tembang tersebut ternyata menggamit memori kami perantau. Kami sudah lama meninggalkan dusun  tersebut.
Bait lagunya beginiÂ
Sangkan pandan tumbuh di darat,  Di dalam kebun nidau begunau, sangkan kami pergi melarat, di dalam dusun nidau begunau  :(Â
Yang bermaknaÂ
Makanya pandan tumbuh di darat, di dalam kebun tidak berguna,  makanya kami pergi melarat, di dalam dusun tidak berguna.Â
Tanpa terasa air mata jatuh mendengarkan tembang kiriman guru Dawar tersebut.Â
Alasan Merantau
Dari ratusan warga Lubuk Langkap yang merantau tanpa kembali lagi banyak sekali alasan. Alasan klasik bagi perantau yang awal yakni pada akhir tahun 1960-an hingga perantau  akhir 1990an adalah ingin mencari penghidupan  dan kehidupan yang lebih baik.
Perantau awal yakni Roni Baid, Abdul Djalil dan Awas Mana adalah karena tuntutan pekerjaan yang mereka geluti. Awas Mana misalnya beliau merantau karena bersekolah menjadi pemuka agama nasrani di Malang Jawa timur. Sejak bertugas di Malang beliau sudah menetap di sana termasuk anak cucu beliau.
Kemudian Roni Baid sekolah di Fakultas Hukum hingga S2 di Bandung. Beliau bekerja di Pengadilan Agama, lalu jadi dosen dan belakangan jadi pengacara. Karir seperti Roni, jelas tidak ada di Manna Bengkulu Selatan.Â
Abdul Djalil juga menjadi guru Bahasa Inggeria di Sekolah Menengah Pertanian  Curup kabupaten Rejang Lebung provinsi Bengkulu. Demikian juga yang lain ada Tohar Ba'ar, bertugas di Dinas Pebdidikab provinsi Bengkulu, Rasaludin Sinip jadi guru SMK di Lahat, Muharudin Juwaris jadi Guru SMA di Palembang, Supli Effendi Rahim jadi dosen di Palembang, pernah juga mengajar di malaysia.Â
Demikian Andang Sukardi, Riman, Siman, Iwan, Sutan, Napolion, Ismawan,Tupin, Budin, Mulyani, Sukani, Hernis, Wahan, Sudiman, Â Bambang, Dusrah, Yusip, Iful,Yamud, Efni Wanit, Rolen, Timotis, Umar, Wigi dan semua perantau generasi terbaru mereka menekuni bisnis dan pekerjaan lain yang tidak mungkin dilakukan di Lubuk Langkap. Mereka itu saat ini eksis di Jawa Timur, Bandung, Bogor, Jamji, Bengkulu, Curup,Lahat, Lampung, Manna dan Palembang Â
Hakekat KehidupanÂ
Walau bagaimanapun Dawar bukanlah mau menyindir kami sendiri. Diapun dan semua pembaca dan penulis juga pada hakekatnya adalah perantau. Kita bukan merantau meninggalkan dusun kita saja. Tetapi kita merantau ke dunia ini. Asal kita adalah sama yakni dari Allah swt.Â
Kita semua dibuat Allah di alam arwah. Nanti cepat lambat kita akan dipannggil pulang. Tetapi kita diistirahatkan dulu di dunia ini, lalu di kubur, lalu kemudian dibangkitkan. Setelah melalui pengadilan. Allah kita semua akan ditempatkan di surga atau di neraka. Beruntung sekali mereka yang dimasukkan ke surga dan celaka sekali yang dimasukkan ke neraka.Â
Jayalah kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H