Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Orang Sukses dan Bermanfaat

18 Juli 2020   08:05 Diperbarui: 18 Juli 2020   07:58 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Alhamdulillah, Allah humma shaliala muhammad. Saya dari kecil dididik dalam keluarga sederhana, penuh cerita, penuh canda dan penuh derita tapi bahagia. Saya dimasukkan ke sekolah islam yakni Madsarah Ibtidaiyah Muhammadiyah Tanjung Baru atau Lubuk.Langkap Air Nipis Bengkulu selatan, Bengkulu, indonesia. Tulisan ini memaparkan pemahaman saya tentang menjadi sukses dan bermanfaat versi jalan hidup saya. Saya dedikasikan untuk keluarga dan mahasiswa saya. 

Menjadi orang sukses

Sejak kecil saya dibekali dengan istilah sukses itu jika sekolah tinggi, harta banyak dan kedudukan tinggi. Plus punya pasangan yang baik. Ayah dan ibu selalu cerita tentang si fulan yang sekolah di kota. Di perguruan tinggi. Sementara kakek sering cerita sukses para nabi dan rasul. Juga orang sukses itu sekolah keluar negeri seperti Inggeris. Karena Bengkulu pernah dijajah Inggeris.

Untuk sukses orang harus belajar keras, kerja keras dan belajar ikhlas. Itu petuah selanjutnya dari lingkungan, dari orang yang lebih tua dan dari membaca buku serta dari radio dan televisi kala itu. Saya memilih jalur sekolah dan sekolah.

Pelajaran dari Alquran dan sunnah Nabi

Sebagai pelajar di Sekolah islam tepatnya di Madrasah, saya banyak belajar tentang perintah Allah dan rasulNya. Semua itu mulai membangun wawasan, pengetahuan, prilaku dan keyakinan saya. 

Satu hadist yang tidak pernah lupa adalah tentang ciri-ciri munafik. Ciri-ciri munafik itu ada tiga, pertama apabila berkata ia bohong. Kedua apalagi berjanji ia mungkir. Dan ketiga, apabila dipercaya ia khianat. 

Hadist ini menjadi "rem" dalam menjalani kehidupan. Walau sering juga berbohong, berjanji tidak ditepati dan khianat dengan suatu kepercayaan. Tetapi dengan berjalannya waktu ada perasaan hati-hati dan takut jika berbohong, jika mungkir janji dan jika khianat. 

Selalu minta anpun kepada Allah, minta maaf kepada orang lain dan memberitahu alasan jika tak menepati janji adalah bagian dari prilaku saya karena merasa takut dan merasa diawasi oleh Allah terhadap prilaku buruk saya.

Sukses san Bermanfaat

Alhamdulillah, saya secara berjenjang diberi rasa sukses dalam urusan pendidikan. Setelah tamat SMA saya sudah ada rasa ingin membantu orang tua. Dengan biaya yang mahal bagi otangtua saya yang hanya petani dan tukang kayu, saya punya rasa iba pada mereka. Waktu pulang kampung alhamdulillah saya selalu membantu kerja di sawah dan di kebun kopi.

Di sawah saya membantu ayah dan ibu menanam padi. Maklumlah saya anak tertua dari 7 bersaudara. Apa saja yang diminta bantu prang ayah dan ibu, pasti saya akan kerjakan dengan baik. Saya ingin "membalas" pengorbanan merela pada saya. Demikian juga pada musim lainnya jika libur saya membantu kakek dan nenwk bekerja di kebun. Sambil bercerita saya asyik  membersihkan rumput pada kebun kopi, memetik buah kopi atau mencari ikan untuk keluarga. Pendek kata saya ingin memberi manfaat kepada keluarga.

Mengajak adik ke kota

Merasa sukses dalam pendidikan di mana saya sudah menamarkan S1, saya bermaksud untuk membantu meringankan beban orangtua menyekolahkan adik-adik. Kala itu gaji saya sangat terbatas maklum masih sebagai asisten dosen honorer. Beserta saya ada dua adik,  satu yang SMP dan satu SMA. Di kampung satu SMA dan yang lain masih SD. Kami menyewa rumah bedeng di kota.

Dengan berjalannya waktu saya mampu membeli rumah sederhana dengan lahan yang relatif luas walau di lahan basah alias rawa. Saya minta ayah datang ke kota untuk membangun rumah panggung. Alhamdulillah selesai dibangun dengan tiga kamar. 

Mengajak keluarga ayah pindah ke kota

Walau masih CPNS dengan gaji alakadarnya plus kredit kendaran roda dua tapi saya diberi keberanian untuk mengajak ayak, ibu, kakek dan adik-adik untuk ke kota besar. Allah yang punya rencana. Kami hanya menjalaninya saja. Saya juga tidak ada rasa untuk memperkaya diri sendiri terlebih dahulu sebelum membantu keluarga saya. 

Saya tahu ada orang lain yang membiarkan ayah dan ibunya serta adik-adiknya tetap di kampung sampai dia mapan. Tapi saya berfikir lain. Waktu itu yang saya fikirkan adalah rezeki ayah, ibu, kakek dan adik-adik saya ada. Jadi mereka diberi rezeki di mana saja mereka berada.

Ujian itu harus dijalani

Setelah pindah ke kota, dua bulan pertama kehidupan belum membaik. Ayah tidak dapat pekerjaan, bahan makanan menipis. Desakan untuk pulang ke kampung semakin kencang. Saya hanya menangis dan menangis dalam tahajud, salat malam - meminta Allah carikan jalan keluar dari semua kesulitan. 

Singkat cerita setelah sering berdialog beberapa malam kepada pemilik alam semesta ini terbukalah peluang untuk meneruskan kehidupan bagi keluarga ayah di kota. Ayah dan ibu ada sumber pendapatan, saya ada gaji, adik-adik sekolah atau ada yang menikah. 

Pada masanya saya sekolah ke Luar Negeri dengan biasiswa pemerintah. Selama sekolah keluarga kecil saya ajak merantau. Pada saat yang bersamaan keluarga ayah tetap eksis. Adik yang sekolah SMA terus besekolah, yang SMP dan SD semuanya belajar dengan baik. Walau tidak juara mereka berhasil menamatkan sekolah dengan baik. Dua adik laki-laki menamatkan S1 dan bahkan S2. Satu adik perempuan tamat S1.

Sukses dan bermanfaat

Tulisan ini sudah mencoba untuk memberi gambaran bahwa pendidikan dalam keluarga dan pendidikan formal yang saya tempuh memberi kemampuan saya dan keluarga untuk sukses dan bermanfaat minimal untuk diri sendiri dan keluarga. Sukses itu adalah kemampuan yang diberikan Allah untuk menyelesaikan masalah dan atau keluar dari kesulitan yang diberikan. 

Sukses di dunia sifatnya hanya untuk menguji apakah hati kita bersyukur atau kufur. Jika kita bersyukur maka kita akan diberi sifat untuk memberi lebih banyak berupa memberi manfaat kepada orang lain dengan ikhlas. Keikhlasan adalah inti dari kebaikan. Kebaikan tanpa keikhlasan ibarat makanan yang hambar. Tanpa rasa tanpa kesan. 

Jika kita kufur nikmat maka kita akan menerima azab dari pemberi nikmat. Dengan azab itu kita bisa kembali kepada kebenaran atau malahan tidak pernah kembali tetapi menjadi tersesat. Jika sudah tersesat sulit untuk kembali. Saya teringat suatu hadist nabi yangmahfumnya "sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat kepada manusia lainnya". 

Maka kepada penulis sendiri dan kepada para pembaca, saya ingin menitip pesan agar kita selalu bermanfaat kepada orang  lain di mana,saja dan kapan saja karena Allah. Sebagai dosen mengajarlah dan membimbinglah dengan baik. Jangan langsung "acc" jika ada proposal skripsi, tesis atau disertasi mahasiswa tanpa ada koreksi, perbaikan pola fikir dalam karya tulis mahasiswa. Jangan dibiarkan mereka berada dalam kegiatan "copy paste" saja karena itu akan menjadikan mereka tidak memahami arti kejujuran, keikhlasan dan kesabaran.

Bangunlah kepedulian kepada orang miskin dan anak yatim di sekitar kita atau dalam jangkauan kita. Lakukan secara sendiri-sendiri atau berjemaah. Ingatlah fungsi dan tugas kita di bumi ini ada tiga yakni sebagai pengelola bumi (khalifah), sebagai hamba Allah (abdillah) dan sebagai pengajak kepada Allah (dai ilallah). Ketika kita pulang menghadap Allah kita akan senang jika dinanti-nantikan kedatangan kita karena kita banyak membawa bekal. Tetapi betapa sedih jika kita pulang tanpa membawa bekal. Menangis saja kita tidak cukup karena kita akan menyesal selama-lamanya. Itu sebabnya kakek moyang kita diberi nama Adam, yang berarti  orang yang menyesal. Banyak orang yang menyesal dimana saja dan kapan saja, karena lalai dan lalai. Bahkan melalaikan hidup yang menipu ini karena tidak sukses dan tidak pula bermanfaat. Nauzubillah minzalik.

Jayalah kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun