Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Surat Terbuka untuk Menteri Pertanian RI

15 Juni 2020   08:01 Diperbarui: 15 Juni 2020   08:42 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Alhamdulillah, mari kita selalu bersyukur dan mari selawat kepada nabi, Allahumma shaliala muhammad. Selamat pagi pak Menteri Pertanian Republik Indonesia. Saya berdecak kagum dengan pernyataan bapak tersebut bahwa bapak akan menjamin siapa saja yang bertani akan jadi kaya alias tak akan miskin. Pernyataan bapak itu betul namun bisa salah. Mari kita bahas.

Betul jadi petani jadi kaya.

Siapa yang pas dengan pernyataan pak menteri itu. 

Pertama, untuk mereka yang memiliki lahan yang luas, punya modal, punya teknologi alsintan dan pasar terjamin.

Kedua, untuk mereka yang bertani bukan satu-satunya mata pencaharian, mereka juga berdagang, berkebun, beternak alias bertani dalam arti luas.

Tapi tahukah pak menteri bahwa kebanyakan petani di negeri kita ini terdiri dari:

Pertama, petani berlahan sempit. Mereka ini hanya bertahan hidup saja tidak cukup makan tidak pula berlebih. Pendidikan anak-anak mereka tidak pula terjamin. Jumlah mereka sangat banyak.

Kedua, petani berlahan sedang. Mereka ini bisa bertahan hidup dan menjalani hidup dengan percaya diri. Mereka juga punya pencahatian lain. Jumlah mereka sedang.

Ketiga, petani dengan lahan sangat luas. Mereka punya mata pencaharian beragam, punya pabrik, mereka juga eskportir. Jumlah mereka sedikit bahkan sangat sedikit.

Keempat, buruh tani. Mereka tidak punya lahan, mereka hanya jadi pekerja dan diupah dengan upah tak layak. Jumlah mereka banyak. 

Negara tidak punya GBHN

Garis-garis besar haluan negara tidak ada seperti zaman dulu. Karena itu tidak ada keterkaitan yang jelas antar sektor, antar wilayah dan dalam sektor. Akibatnya sektor pertanian yang menghidupi banyak rakyat itu tetapi nampak berjalan terseok-seok karena tidak nampak koordinasi dengan pekerjaan umum, dengan perindustrian dan perdagangan. Yang paling parah adalah impor bahan pangan tak terkendali tak mengenal waktu.

Apa buktinya pak menteri? 

Pertama, jika datang musim panen jagung, garam, cabe dll harga nyaris tidak ada. Karena produk impor tidak terkendali.

Kedua, jika petani mampu menghasilkan produksi yang tinggi seperti karet dan sawit ternyata keterpaduan dengan sektor industri biodiesel atau pembuatan aspal  masih dalam angan-angan belaka. Petani sawit harus gigit jari karena pabrik PKS tidak mau membeli dengan harga layak dwngan alasan mereka mengutamakan petani plasma. 

Petani karet juga sama apesnya, mereka harus berjual dengan harga murah karena penggunaan untuk aspal juga baru wacana.

Ketiga, dengan rendahnya harga komoditi maka petani berhenti menyekolahkan anak ke kota, ke sekokah tinggi, ke universitas. Akibatnyabsekolah dan perguruan tinggi jadi lesu, lemah dan tak bergairah. Perdagangan bahan jadi seperti furniture sepi pembeli, tokoh-tokoh sepi pembeli. Itu semua dampak buruk dari rendahnya harga komoditi pertanian.

Jadi ketika ada quote dari bapak "bertanilah, bila tak mau miskin, saya jaminannya" saya berdecak kagum. Wah hebat tenan mentan negara beta. 

Ada sejumlah hal yang jauh dari sentuhan negara tapi entah sampai kapan pak menteri.

Pertama, daerah-daerah penghasil pangan di luar jawa selalu dihadapkan kepada dua fenomena ini kecuali daerah yang ada irigasi, yakni kekeringan di musimkemarau dan kebanjiran di musim penghujan. Dalam video berikut itu adalah mimpi saya untuk mengenalkan rumah panen hujan. Tapi pesan utamanya adalah panen hujan di lahan.

Kedua, negara kita selalu dalam kondisi yang tanpa kendali, kadang-daerahnya kering maka ketika kemarau tak ada air. Kenapa? Karena hujan tidak disimpan seperti di negara Inggris.

Ketiga, daerah-daerah yang banyak hujan, air hilang begitu saja. Banjir musim itu lalu kekeringan pada musim kemarau. 

Jadi sangat jelas kan pak bahwa kementan tidak bisa sendirian menyeleswikan masalah yang super banyak itu.

Keempat, banyak sekali petani yang frustrasi dengan buruknya infrastruktur pada saat panen sehingga para tengkulak masih membeli hasil panen dengan harga murah. Mereka mau jual  debgan harga mahal di kota tak mampu. Para tengkulak datang dengan kendaraan dobel gardan. 

Kelima, jika petani kesusahan keuangan maka mereka akan jual tanah mereka untuk biaya sekolah anak-anak.merela. Jadilah mereka menjadi petani tanpa lahan.

Demikian dulu surat dari saya yang mantan anak petani, dosen mata kuliah bidang pertanian dan pengamat pertanian perkotaan dan pedesaan.

Mohon maaf pak menteri karena saya terbiasa membuat laporan apa adanya bukan laporan apa maunya. Selamat bertugas. God bless you always. 

Jayalah pertanian dan negara Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun