Adapun bahtera itu kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anak itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).”
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." (QS. al-Kahfi: 60-82).
Pelajaran Yang Dapat Diambil
Dari kisah iniminimal ada tiga pelajaran:
Pertama, makna kesabaran, kedua, etika/adab mencari ilmu dan ketiga, pasrah akan perintah Allah.
Mari kita simak satu persatu:
1. Kata-kata nabi Musa As: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.” Memiliki pelajaran: Keteguhan Nabi Musa untuk menambah ilmu demi keselamatan dunia akhirat. Oleh karena itu, beliau mencari orang yang dapat mengobati kehausannya akan ilmu. Hal ini mengajarkan kepada kita, bahwa orang yang ingfin mendapatkan ilmu haruslah keluar dari tempatnya dan mencari dimana sang guru berada dan bukan sebaliknya. Oleh karena itu, Nabi Musa rela melakukan perjalanan yang sangat jauh untuk menuntut ilmu dan merasakan keletihan. Beliau lebih suka meninggalkan Bani Israil agar nantinya dapat mengajar dan membimbing mereka, dan memilih berangkat mencari tambahan ilmu.
2. Firman Allah yang bebrunyi: “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami,” menjelaskan bahwa ilmu yang diajarkan kepada para hamba-Nya ada dua jenis:
Pertama, ilmu yang diperoleh dengan usaha insani (kasbi) secara bersungguh-sungguh. Kedua, ilmu yang dihasilkan secara langsung oleh Allah tanpa proses insani terlalu panjang. Ia disebut dengan ilham/laduni atau wahyu. Ia dianugerahkan Allah hanya kepada orang-orang saleh yangdikehendaki-Nya.
3. Ayat yang berbunyi: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” menunjukkan cara mempunyai adab sopan santun dan bersikap lemah lembut terhadap guru atau pendidik, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Musa dimana beliau menggunakan tutur kata yang sangat santun dan seakan-akan sedang meminta pendapat.