Mohon tunggu...
Su Parmin
Su Parmin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

RAMAH HUMORIS CERIA PENYAYANG

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

**Bulan Buat Maman**

28 Desember 2014   13:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:19 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun sulit, Haryati tetap mencintai Maman. Cinta Haryati telah sempurna diberikan pada Maman setelah ijab qabul satu setengah tahun yang lalu. Maman menikahi Haryati dengan mahar dengan uang tidak lebih dari dua ratus rupiah. Mereka menikah di mushola tengah kampung, dengan acara yang sangat sederhana. Maman, kini telah mengabdikan cinta sucinya pada Haryati dan anak-anak kampung Banjaran. Haryati dan anak-anak kampung Banjaran adalah rembulan yang akan selalu menerangi laku hidup Maman.

“Kang Maman bingung juga Ndok. Sudah aku peringatkan seluruh warga. Agar mereka mau mengaji. Tapi ndak ada yang mau Ndok”.

“Sabar ya Kang, mungkin mereka belum mendapatkan hidayah”.

“Kang Maman takut Allah SWT murka Ndok”.

“Husshhh, Kang Maman ndak boleh bilang gitu. Kita doakan yang terbaik buat warga”

“Mushola itu hampir ambruk. Tidak ada lagi warga yang mau mengerjakan shalat. Malahan, judi, syirik, mabok-mabokan makin jadi budaya”

“Ya sudah Kang, semoga Allah SWT melindungi warga kampung kita”

*******

Malam itu, Maman benar-benar tidak bisa memejamkan mata. Ada firasat buruk yang hadir dalam pikirannya. Hingga jam dua pagi Maman benar-benar tidak bisa tidur. Di luar rumah angin bertiup semakin kencang. Langit tampak semakin hitam pekat. Pertanda hujan badai akan segera turun. Ada sebagian warga yang masih setia dengan judinya. Setiap malam di kampung Banjaran, judi selalu menjadi aktivitas yang menarik.

Jam 12 malam hujan mulai turun disertai dengan badai yang cukup besar. Maman menengadahkan tangan untuk menghadang air yang menetes ke tubuh Haryati. Atap rumah Maman sudah lama bocor namun belum ada uang untuk membeli genteng yang baru. Haryati dan anak yang dikandungnya, bulan yang terus memberikan semangat hidup Maman. Meskipun sulit, Maman berjanji akan menjaga dan mecintai Haryati.

Dari puncak bukit terdengar suara gemuruh bagaikan ada gempa. Maman terbangun dari ranjangnya, dia berdoa sebentar. Kemudian memeriksa ke luar rumah. Mencari tahu asal suara gemuruh yang tadi terdengar. Namun suara gemuruh itu sudah tidak terdengar lagi. Maman merasakan firasat buruk berkecamuk dalam pikirannya. Dia berlari ke luar rumah, hendak membangunkan warga yang lain. Dia berlari ke arah gardu dia bunyikan kentongan untuk membangunkan warga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun