Mohon tunggu...
Supadilah
Supadilah Mohon Tunggu... Guru - Guru di Indonesia

Seorang guru yang menyukai literasi. Suka membaca buku genre apapun. Menyukai dunia anak dan remaja. Penulis juga aktif menulis di blog pribadi www.supadilah.com dan www.aromabuku.com serta www.gurupembelajar.my.id Penulis dapat dihubungi di 081993963568 (nomor Gopay juga)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beginilah Pengorbanan Orangtua dan Sekilas Makna Pendidikan

5 Desember 2020   09:23 Diperbarui: 5 Desember 2020   09:24 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pernah dengar orang tua yang menjual barang berharganya untuk menyekolahkan anaknya? Pernah jumpa orangtua yang rela berhutang di sana sini untuk biaya pendidikan anaknya? Pernah lihat orang tua yang rela membanting tulang bekerja, rela kepala jadi kaki, kaki jadi kepala untuk membayar uang sekolah anaknya?

Atau, malah beberapa cerita di atas itu merupakan pengalaman kita sendiri? Cerita di atas bukan sedikit. Banyak. Terlalu banyak malah. 

Bahkan dengan kisah yang lebih heroik. Di suatu daerah, masyarakatnya terkenal dengan kenekatan menyekolahkan anaknya. Bahkan rela jual rumah, tanah, atau kebun asal anaknya lanjut sekolah. Tentu, dalam hal ini  sekolah bisa disamakan kuliah. 

Ya, masyarakat kita memandang sangat penting sebuah pendidikan. Biarlah hidup miskin asal bisa menyekolahkan anak sampai setinggi-tingginya. 

Sering pula kita dengar kesah orang tua begini, "Cukuplah orang tua yang tidak selesai sekolah. Anak kalau bisa jangan seperti orang tuanya."

Sampai di sini, kita sepakat ya, kalau pendidikan itu penting. Banyak yang mengamininya. Saya tak hendak mengatakan semua orang ya. Sebab faktanya ada juga orang yang menganggap pendidikan tidak penting. 

"Ngapain sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya kembali ke rumah."

"Buat apa jadi sarjana. Banyak juga sarjana yang menganggur."

"Nggak usah pintar-pintar amat. Toh sudah kaya. Kekayaan orang tuanya nggak akan habis tujuh turunan."

Tuh, banyak juga yang nggak sepakat. Menolak bahwa pendidikan itu penting.  Alasan si miskin atau kaya kadang sama. Sekolah dianggap hanya membuang waktu. Lebih baik digunakan untuk kerja. Membantu orang tua di ladang atau kebun. Lebih cepat dapat uang. 

Daripada, kalau sekolah, justru menghabiskan biaya. Padahal, untuk kehidupan sehari-hari saja sudah susah. 

Begitupun alasan si kaya. Daripada membuang waktu di sekolah, mendingan buat mengurus usaha atau bisnis keluarga. Supaya bisnisnya semakin maju. Kekayaan keluarga semakin bertambah dan perusahaan semakin membesar.

Hmmm.  Begitulah pemikiran mereka. Keliru, jika tidak disebut salah. Namun, bisa jadi karena kondisi. 

Tapi, mungkin kita bisa sepakat kalau lebih banyak orang yang sadar bahwa pendidikan itu penting. 

Meskipun dengan berbagai alasannya. Alasan yang jika ditinjau dengan teori mutakhir zaman ini bisa jadi keliru. 

Seperti alasan ini. Orang tua menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi agar kelak mudah mencari kerja. Ijazahnya menjadi jaminan kemudahan melamar pekerjaan. Semakin tinggi ijazahnya, semakin besar pula daya tawarnya.

Nah, sekarang kan, bagi teori pendidikan kekinian, motivasi seperti ini perlu dikoreksi. Paradigma bahwa sekolah hanya untuk mengejar gelar atau ijazah agar dapat pekerjaan perlu diluruskan.

Sebab, banyak pula yang pada akhirnya bekerja yang tidak sesuai dengan pendidikannya. Misalnya, dia lulusan pertanian atau peternakan bekerja di bank. Masih banyak contoh lainnya. 

Makna pendidikan bukan itu. Bahwa pendidikan merupakan sebuah usaha untuk mendapatkan pengetahuan, mengembangkan potensi, dan menyiapkan kehidupan di kemudian hari. 

Lihat pada sistem pendidikan nasional kita, bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dewasa ini, pendidikan Indonesia mengarahkan agar seseorang itu berkarakter baik. Dengan berbagai keahliannya, seseorang diminta untuk memberikan sumbangsihnya bagi bangsa.

 Apapun Pendidikannya, Keluarga Yang Utama

Saya jadi ingat mars Sahabat Keluarga. Bahwa pendidikan yang utama adalah keluarga.

Begini liriknya.

Nah, jelas sudah bahwa apapun jenis pendidikannya, di manapun anak sekolah, pendidikan keluarga sangat menentukan. 

Sebagai seorang guru, saya sering menemukan, siswa yang bermasalah pastilah dilatari keluarganya yang bermasalah. Hampir semua begitu. Baik yang bandel, tidak semangat sekolah, sering bermasalah, dan semisalnya. Setelah dicek, ternyata keluarga dia bermasalah. Entah itu keluarga broken home, salah satu orang tua tidak ada, atau orang tua salah mendidik. 

Kita mengenal tiga jenis jalur pendidikan. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan informal

Dewasa ini muncul semakin banyak pendidikan informal. Misalnya sekolah alam, home schooling, balai latihan kerja, dan lainnya. 

Sah-sah saja mau pakai jalur mana. Namun, yang utama adalah pendidikan keluarga. 

Saya menemukan banyak orang keren, maksud saya dia pintar membawa diri dalam masyarakat, bisa menyesuaikan diri di lingkungan, punya karakter baik, bahkan berprestasi, didasarkan pada keluarga yang mampu mendidik anaknya. 

Jadi, sangat tepat disebutkan bahwa keluarga merupakan pondasi. 

Di buku Belajar Mendidik yang ditulis Prof. Dr. B. S Mardiatmadja, dituliskan bahwa orang tua adalah pendidik utama. Bahkan ada satu pandangan yang membuat saya cukup terkejut. 

Katanya, orang tua menjadi pendidik utama bagi anak. Selanjutnya, sekolah dan negara membantu orang tua dalam mendidik anak. 

Wah, jadi sekolah ini sifatnya membantu orang tua. Nah, sangat berkebalikan dengan paradigma kita selama ini, bahwa pendidikan sangat utama dilakukan oleh sekolah. Dan, orangtua hanya sekadarnya. 

Katanya pula, salah satu penyempitan makna pendidikan menganggap hanya dilakukan guru dan dilangsungkan di sekolah. Hingga beberapa puluh tahun, masyarakat Indonesia belajar menerima bahwa anaknya harus masuk sekolah jika ingin dikatakan terdidik. 

Penutup

Dengan beragam latar belakang pendidikan orang tua, mendidik anak menjadi sebuah kewajiban. Dengan beragam pula harapan agar anak menjadi apa, jangan lupakan pendidikan itu utamanya membentuk kepribadian yang berkarakter baik. 

Sepintar apapun dan setinggi apapun sekolah orang tua, ijazahnya tidak menjamin kesuksesan orang tua mendidik anak. 

Maka, teruslah belajar mendidik anak. Manfaatkan banyak sarana. Belajar lagi.  Bisa belajar kepada orang lain, baca buku, maupun sumber belajar lain. 

Mendidik bukan hanya menabung pahala yang kelak kita tuai pahalanya, tapi juga mudah-mudahan menjadi kontribusi kota memperbaiki bangsa. Terima kasih. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun