Mohon tunggu...
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung Mohon Tunggu... -

Sunan Gunung Djati adalah Harian Online Blogger Sunan Gunung Djati. Semula berawal dari Komunitas Blogger Kampus UIN SGD Bandung yang terbentuk pada tanggal 27 Desember 2007. Sejak 9 Februari 2009 dapat mengudara di Jagat Internet. Staff Redaksi: Pimpinan Umum: Ibn Ghifarie| Pimpinan Redaksi: Sukron Abdilah| Pengelola dan Keamanan Website: Badru Tamam Mifka, Zarin Givarian, Ahmad Mikail| Desain: Nur Azis| Kontributor Tetap: Pepih Nugraha (Senin-Ngeblog), Neng Hannah (Selasa-Gender), Bambang Q Anees (Rabu-Filsafat), Asep Salahudin (Kamis-Kesundaan), Afif Muhammad (Jumat-Teologi), ASM Romli (Sabtu-Media) Tim Susur Facebook: Cecep Hasanuddin, Reza Sukma Nugraha Tim Susur Blog: Amin R Iskandar, Jajang Badruzaman, Dasam Syamsudin, Dudi Rustandi. Seputar Redaksi: redaksi@sunangunungdjati.com Ayo Ngeblog, Ayo Berkarya! Selengkapnya klik www.sunangunungdjati.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemukulan Atas Nama Agama: Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga

6 April 2010   08:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:57 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sunan Gunung Djati-Memasuki bulan ketujuh kehamilan, Iyam segera pulang ke rumah orang tuannya di Rangkasbitung. Mungkin ia berencana melahirkan di sana. Tapi ada apa dengan wajahnya?.

Kenapa lebam dan berwarna biru? Disekujur tubuhnya pun hal serupa banyak ditemukan. Sambil menangis ia bercerita bahwa Maman suaminya lah yang memukulinya. Sejak di PHK dari pabrik, Maman jadi sering memukul Iyam bila sedikit ada kesalahan.

Alasannya karena ia tak mau Iyam jadi istri durhaka dan rasa cintanya sebagai pemimpin keluarga maka ia memukuli Iyam. Orang tua Iyam tak habis pikir kenapa menantunya yang juga guru ngaji itu tega menganiaya anak mereka? Apakah memang dalam agama memukul istri dibolehkan?

Cerita tersebut bisa jadi merupakan salah satu dari sekian banyak kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di sekitar kita. Kekerasan terhadap perempuan oleh orang yang paling dekat dengannya terutama suami seperti fenomena gunung es, yang terlihat hanya permukaannya saja. Karena tidak semua perempuan melaporkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang yang dicintainya. Ia masih menganggap bahwa hal itu adalah urusan pribadi, tak seorangpun berhak mengetahuinya. Bahkan kalau sanggup ia akan menutupinya serapatnya karena merasa bahwa ini adalah aib keluarga. Atas nama agama tindakan kekerasan terhadap istri diperbolehkan. Bagaimana sebenarnya Islam memandang perbuatan kekerasan itu? Apa itu kekerasan? Istilah kekerasan” dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan: “perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Pengertian ini menurut Musdah Mulia kemudian dipakai dalam konteks perempuan dengan arti: “tindakan atau serangan terhadap seseorang yang kemungkinan dapat melukai fisik, psikis dan mentalnya serta menyebabkan penderitaan dan kesengsaran. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan mencakup semua tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat, atau mungkin berakibat, kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, dan psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang- wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi.

Bentuk kekerasan terhadap perempuan secara umum dapat dikelompokan ke dalam dua kategori: kekerasan di ranah domestic (dalam rumah tangga) dan kekerasan di ranah public (di luar rumah tangga). Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah Tangga (disingkat KDRT) atau disebut juga kekerasan domestik menurut UUD PKDRT No 23 Thun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

KDRT merupakan tindak kekerasan yang paling banyak terjadi bila dibandingkan dengan tindak kekerasan yang lain yaitu kekerasan di publik. Seperti laporan yang dimiliki Komnas Perempuan dimana sepanjang tahun 2005 dari 20.391 kasus kekerasan terhadap perempuan, 82%nya (16.615) merupakan KDRT. Hal ini sangat mengherankan, kenapa kekerasan justru banyak terjadi di tempat yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi setiap anggota keluarga justru menjadi tempat yang sangat berbahaya.

KDRT dapat menimpa siapa saja dalam rumah tangga, termasuk ibu, istri, suami anak bahkan pembantu rumah tangga. Bila dilihat dari pelaku kekerasan, kebanyakan pelaku kekerasan dilakukan oleh suami terhadap istri dan ibu terhadap anaknya. Seharusnya para pelaku kekerasan ini adalah orang yang melindungi korbannya bukan malah berbuat kekerasan.

KDRT merupakan masalah yang sangat kompleks. Karena kejahatan ini terjadi dalam rumah tangga sering kali sulit dipantau dan kemudian terabaikan. Yang lebih menyedihkan, ada anggapan di kalangan masyarakat yang memandang persoalan ini sebagai masalah internal keluarga yang tidak memerlukan campur tangan pihak lain. Budaya masyarakat seperti ini langsung atau tidak langsung membenarkan adanya petengkaran dalam rumah tangga. Malah itu dianggap sebagai bunga-bunga rumah tangga. Akibatnya KDRT menjadi sesuatu yang lumrah di masyarakat.

Divisi Pendidikan Kalyanamitra menjelaskan siklus kekerasan yang terjadi dalam rumah yang disebut juga dengan lingkaran kekerasan. Pertama, fase ketegangan dimana penganiaya menyalahkan pasangan, sering cemburu dan menteror pasangan untuk mengontrol pasangan. Korban menyabarkan diri, merasa was-was, merasa selayaknya diperlakukan seperti itu. Merasa wajib untuk menyelamatkan keluarga. Kedua fase penganiayaan, dimana penganiaya kemarahannya meledak dan bermaksud memberikan pelajaran kepada pasangan dan ada kemungkinan lupa akan ledakan kemarahannya. Korban merasa ketakutan, melawan, tidak berdaya dan depresi. Ketiga fase bulan madu, dimana penganiaya merasa bersalah, mungkin menangis dan mina maaf berjanji merubah kelakuan dan menunjukan kasih sayang. Korban merasa bahagia dan memberikan pengertian kepada pasangan.

Siklus itu terus berputar. Penganiaya terus melakukan kekerasan. Korban KDRT amat sulit keluar dari siklus ini. Kebanyakan istri korban KDRT memilih bertahan hidup bersama suaminya dalam perkawinan. Hal itu disebabkan berbagai alasan. Para istri menganggap perilaku suaminya hanya kekhilafan sesaat, ia percaya bahwa suaminya mencintainya, masih memikirkan kepentingan anak-anaknya, takut sengsara karena tergantung secara ekonomi, takut berpredikat janda dan keinginan untuk jadi istri solehah dengan mematuhi dan bersabar terhadap perilaku suami. Bagaimana sebenarnya Islam memandang kekerasan dalam rumah tangga terutama pemukulan terhadap istri?

Pemukulan terhadap Istri dalam al-Quran Dalam Islam pembenaran perlakuan pemukulan terhadap istri itu tampaknya mengacu pada beberapa ayat yang secara tekstual maknanya memang mengarah pada justifikasi terhadap tindak kekerasan atas perempuan, khususnya KDRT. Dari QS an-Nisa (4): 34 yang artinya sudah disebutkan terlebih dahulu, ada tiga kata kunci dalam terjemahan tersebut yang dipandang melegitimasi dominasi laki-laki atas perempuan. Ketiga kata itu adalah pemimpin, nusyuz dan pukullah, sebagai terjemah dari “qawwamun”, “nusyuz” dan “wadhribuhunna.

“Qawwamun” ditafsirkan oleh sejumlah ahli tafsir terkenal seperti Zamakhsyari, Alusi dan Sa’id Hawa yang sepakat mengartikannya dengan“memimpin” atau ”menguasai”. Menurut penafsiran Zamakhsyari kaum laki-laki berfungsi sebagai yang memerintah dan melarang kaum perempuan sebagaimana pemimpin berfungsi terhadap rakyatnya. Jadi pengertiannya laki-laki boleh menguasai perempuan baik dalam kehidupan rumah tangga maupun public.

Berikutnya kata “nusyuz”. Hampir semua ulama mengartikan kata ini denga ketidakpatuhan istri terhadap suami. Tafsir Ibn Katsir memaknai kata Nusyuz dengan : istri melawan, membangkang dan meninggalkan rumah tanpa izin. Al-Thabari mengartikan nusyuz sebagai perlawanan istri terhadap suami, menolak hubungan badan yang dianggap sebagai ekspresi ketidakpatuhan, kebencian dan penentangan.

Berbeda dengan kedua mufasir ini, Sayyid Quthub, penafsir kontemporer, mengartikan nusyuz dengan keadaan kacau diantara pasangan suami istri yang menyebabkan ketidakharmonisan. Lebih jauh dalam tafsirnya Fi al-Zhilal al-Qur’an Menjelaskan : laki-laki dan perempuan keduanya adalah makhluk Allah, dan Allah tidak pernah bermaksud menindas siapa pun dari makhluknya. Laki-laki dan perempuan adalah sama-sama anggota dari institusi masyarakat yang terpenting yakni, keluarga.

Selanjutnya kata dharaba dalam wadhribuhunna umumnya diartikan dengan harfiah, yaitu memukul secara fisik. Tidak heran kalau ayat ini dipakai sebagai pembenaran pemukulan terhadap istri. Sebagai implikasi dari pemahaman ini, kalau terhadap istri saja sebagai orang terdekat dari suami boleh dipukul apalagi orang lain. Dengan pemahaman tersebut kekerasan terhadap perempuan absah secara teologis.

Pertanyaan timbul kenapa kebanyakan mufasir memilih arti memukul secara fisik pada kata dharaba pada ayat tersebut?. Padahal kata itu dijumpai sebanyak 58 kali dalam 28 surah. Pada ayat-ayat tersebut kata dharaba diartikan dengan “memberi”contoh”, “mendidik”, “membuat”, “memukul”, “membunuh”, “memotong” “menjelaskan”, “meliputi”, “bepergian”. Mengapa mufasir jatuh pada makna memukul bukan pada makna lain?

Interpretasi mayoritas ulama di atas, tidak disepakati oleh bebarapa penafsir seperi Syaikh Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Sayyid Quthub, Wahbah al-Zuhaili. Menurut mereka, “qawwamun” lebih cenderung dan lebih tepat diartikan “melindungi” dan “mengarahkan”. Ali Ashgar Engginner, mengusulkan dalam memahami qawwamun difahami sebagai keadaan struktur dan norma sosial masyarakat pada saat itu bukan suatu norma ajaran. Ayat tersebut menjelaskan bahwa saat itu laki-laki adalah manajer rumah tangga, dan bukan pernyatan kaum laki-laki harus menguasai, memimpin. Dalam sejarah Islam keadan kaum perempuan berubah seiring dengan makin berkembangnya konsep hak kaum perempuan. Pada saat ayat itu diwahyukan memang belum ada kesadaran akan hal itu. Kata qawwam dari masa ke masa dipahami selalu berbeda. Dahulu atas dasar ayat tersebut perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki dan implikasinya seperti zaman feodal bahwa perempuan harus mengabdi kepada laki-laki sebagai bagian dari tugasnya yang tak bisa ditawar dan dilabeli dengan kata kodrat.

Amina Wadud muhsin, penulis masalah-masalah perempuan dalam Islam mengukuhkan pandangan terakhir ini. Menurutnya, pernyataan “laki-laki qawwamun atas perempuan “tidaklah dimaksudkan bahwa superioritas itu melekat secara otomatis pada setiap laki-laki, melainkan hanya bersifat fungsional. Yakni selam ayang bersangkutan memenuhi kriteria al-Quran dalam hal memiliki kelebihan dan memberi nafkah. Ayat tersebut tidak menyebutkan semua laki-laki yang secara otomatis superior atas perempuan. Di sana hanya dikatakan bahwa, “laki-laki tertentu saja yang menjadi qawwamun terhadap erempuan tertentu”. Dan ayat ini menunjukan dengan jelas bahw relasi yang ada adalah relasi suami istri dalam rumah tangga dan tidak berlaku bagi relasi perempuan dan laki-laki di ruang publik.

Kata dharaba menurut Abduh, yang dimaksud bukan makna harfiahnya yang berkonotasi penganiayaan atau kekerasan fisik. Melainkan dalam makna metaforisnya, yakni mendidik atau memberi pelajaran. Perlu digaris bawah, meski ada sejumlah ulama dan ahli tafsir yang mengartikan kata memukul dalam pengertian fisik, hal itu hanya dibolehkan dalam kondisi darurat. Sama sekali tidak diartikan anjuran apalagi kewajiban. Untuk ada beberapa ketentuan yang harus diperhatkan suami. Diantaranya batasan-batasannya diizinannya Suami memukul istri antara lain:

1. Syeihk Rasyid Ridha; pemukulan suami terhadap istri merupakan tindakan terakhir yang boleh dilakukan dengan tidak mubarrih (melukai/menyakiti) 2. Al hijazi; pemukulan hanya boleh dilakukan kepada perempuan yang durhaka (luar biasa bandel) yang tidak bisa diperbaiki kecuali dengan pukulan. 3. Ali al-Shahbuni; pemukulan di lakukan kepada perempuan yang berbuat maksiat dan tidak taat pada suami, angkuh dan pongah.

Dengan memperhatikan ketentuan atau syarat-syarat seperti ini, para ulama sebenarnya lebih memilih untuk menghindari pemukulan.

Penutup KDRT yang dilakukan suami terhadap istri merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan misi Islam yaitu rahmatan lil alamin. Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Katsum binti Al-Shiddiq (putri Nabi Saw). Dinyatakan bahwa: “Suami itu dilarang memukul istrinya” (HR. Baihaqi). Secara lebih tegas lagi Nabi Saw. Menjelaskan bahwa: ”Yang terbaik di antara kamu adalah mereka yang paling baik perlakuan dan sikapnya terhadap keluarganya.”(HR. al-Tirmidzi).

Jika seorang istri berbuat kesalahan, memberi maaf kepadanya jauh lebih utama dari pada memukulnya. Bukankah terhadap orang lain pun kita dihimbau untuk memaaafkan kesalahan mereka? Bahkan terhadap binatang pun manusia dituntut untuk berbelas kasih. Apalagi terhadap seorang istri sebagai orang yang paling dekat dengan suami.

Islam yang asal katanya salima yang berarti damai dan sejahtera, pada intinya mengajarkan kepada pemeluknya untuk berlaku lemah lembut, sopan santun dan penuh kasih sayang. Dengan semangat Islam yang rahmah bagi alam semesta sebenarnya ada jaminan bagi hak perempuan untuk membuat interpretasi baru yang selaras dengan tuntutan zaman dan selaras dengan kesadaran objektif masyarakat. Karena itu kesadaran kesetaraan gender adalah suatu keniscayaan untuk mempertimbangkan suara perempuan dalam interpretasi keagamaan. Wallahu ‘alam [NENG HANNAH]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun