Mohon tunggu...
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung Mohon Tunggu... -

Sunan Gunung Djati adalah Harian Online Blogger Sunan Gunung Djati. Semula berawal dari Komunitas Blogger Kampus UIN SGD Bandung yang terbentuk pada tanggal 27 Desember 2007. Sejak 9 Februari 2009 dapat mengudara di Jagat Internet. Staff Redaksi: Pimpinan Umum: Ibn Ghifarie| Pimpinan Redaksi: Sukron Abdilah| Pengelola dan Keamanan Website: Badru Tamam Mifka, Zarin Givarian, Ahmad Mikail| Desain: Nur Azis| Kontributor Tetap: Pepih Nugraha (Senin-Ngeblog), Neng Hannah (Selasa-Gender), Bambang Q Anees (Rabu-Filsafat), Asep Salahudin (Kamis-Kesundaan), Afif Muhammad (Jumat-Teologi), ASM Romli (Sabtu-Media) Tim Susur Facebook: Cecep Hasanuddin, Reza Sukma Nugraha Tim Susur Blog: Amin R Iskandar, Jajang Badruzaman, Dasam Syamsudin, Dudi Rustandi. Seputar Redaksi: redaksi@sunangunungdjati.com Ayo Ngeblog, Ayo Berkarya! Selengkapnya klik www.sunangunungdjati.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kisah Seorang Pastur Masuk Islam

6 Februari 2010   12:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:03 6442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Lebih parah lagi, ketika anaknya meminta makan, ia tidak tahu dari mana. Namun ia ingat, bahwasanya didaerah tersebut bilamana mahasiswa makan, jarang yang habis dan selalu di buang di tempat sampah. Jadi, selama mereka hidup di tempat tersebut, mereka makan dari sisa-sisa makanan orang lain, dan harus memungut dari setiap sampah yang ada.

Dia berpikir tidak selamanya harus begitu, mungkinkah ini suatu jalan, jalan untuk mengujiku, sejauh mana keimananku. Sebab, ketika dia menjadi seorang pastur, ia mempunyai penghasilan yang cukup lumayan. Ia mendapat penghasilan sekitar 8 juta perbulan, akan tetapi dengan penghasilan seperti itu seolah-olah begitu hampa. Jadi Ia menganggap ini adalah suatu cobaan bagi dirinya, sejauh mana kuat aku menahan ujian ini.

Dengan bermodal sepuluh ribu rupiah, ia mencoba memberanikan diri untuk pergi ke daerah lain. Dalam hatinya, semoga ada kontrakan yang bisa disewa dengan uang sebesar itu. Dan tidak disangka ia mendapatkannya, walaupun tempat yang ia dapatkan adalah sebuah kandang ayam. Akan tetapi dia mengaggap itu semua sudah cukup daripada harus mengemis di pinggir jalan.

Dia senantiasa berdoa kepada Tuhan agar dia diberikan kekuatan dan jalan supaya kuat menjalaninya. Tiba-tiba ada seorang yang baik hati datang menghampirinya, ia adalah seorang keturunan Tionghoa yang tiba-tiba saja berterimakasih kepadanya dan memberinya uang yang cukup besar. Dengan uang tersebut ia dapat membeli sebuah tanah berukuran kecil. Sisanya ia bagikan ke tetangga sekitarnya. [RIDWAN email rid_adiningrat@yahoo.co.id]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun