Bahwa orang-orang yang mempunyai keterbatasan fisik tak mungkin melakukan perbuatan tercela, jahat atau kriminal, yang di dalam perbuatan tersebut mengharuskan pelaku melakukannya dengan anggota tubuh yang justru tak dimiliki oleh pelaku.Â
Namun kenyataannya, perbuatan bisa terjadi dan dilakukan dengan cara lain. Melalui intimidasi, membuat tekanan psikologis dan menjatuhkan mental korbannya sehingga mampu dibuat manut.Â
Itulah mengapa dari ranah ilmu pengetahuan dari sisi ilmiah lewat ilmu psikologi dan mental, semestinya kita tidak mudah dibuat keliru.Â
Sementara dari sisi kajian ilmiah, kasus disabilitas tentu bisa diteliti dan diuji melalui metode tertentu bidang ilmu psikologis. Hanya saja, lagi-lagi muncul sisi mistisnya.Â
Sebab beredar informasi bahwa pelaku disabilitas yang diketahui bernama Agus, menggunakan mantra, dalam melakukan aksinya saat melakukan pelecehan atau perkosaan kepada korban.Â
Sehingga bagi masyarakat, yang sedekat ini telah terbentuk pola pikir mistis akan cenderung percaya bahwa ada keterlibatan ilmu gaib yang membuat pelaku disabilitas agus mampu memengaruhi korbannya.Â
Di sinilah daya nalar kolektif kembali diuji. Pengujian ini seharusnya melibatkan peneliti bidang keilmuan psikologi forensik untuk mampu membantah secara ilmiah simpulan-simpulan yang bersifat mistis dari pola berpipikr paranormal.Â
Jadi peneliti berbasis ilmu psikologi forensik atau paranormal yang berbasis ilmu gaib, yang lebih kita percaya atas simpulan kasus anak dan disabilitas yang berhadapan dengan hukum?Â
Referensi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H