Begitupun ketika seseorang haus maka konsekuensi logisnya minum. Kelogisan inilah yang mendasari kepercayaan dan keyakinan bahwa orang yang lapar akan, harus, atau hanya bisa dibatalkan oleh makan, dan orang yang haus akan, harus, atau hanya bisa dibatalkan oleh minum.
Mari kita tarik ke contoh yang agak lebih rumit! Bila merujuk pada logika atau kelogisan, berapa peluang angka atau gambar berada atau muncul di posisi atas dari sebuah koin yang dilempar satu kali?
Dengan menggunakan rumus mencari peluang P(K) = n(K)n(S), P(K): Peluang Kejadian, n(K): Banyak Kejadian, dan n(S): Ruang Sampel. Lalu diketahui 1 (satu) koin dilempar sekali dan ditanya berapa peluang muncul angka atau gambar.
Dijawab, ruang sampel n(S) = 2 (sisi angka dan gambar), banyak kejadian n(K) = {A} = 1 atau n(K) = {G} = 1, maka P(K) = n(K)n(S) = 12 = Â untuk angka maupun gambar. Lalu berapa peluang angka atau gambar berada atau muncul di posisi atas dari sebuah koin yang dilempar sepuluh, seratus hingga seribu kali atau lebih?
Secara logis berapa pun peluang sisi angka atau sisi gambar berada atau muncul di posisi atas, yang dihasilkan oleh sepuluh, seratus hingga seribu kali atau lebih koin dilempar, konsekuensi logisnya, sisi yang akan berada atau muncul di posisi atas hanya angka atau gambar. Sehingga menjadi tidak logis bila yang berada atau muncul di posisi atas di luar dari dua sisi itu.
Namun ternyata ada sebuah posisi yang tidak pernah disangka bisa terjadi dari koin yang dilemparkan. Tidak dapat dipastikan juga berapa kali koin harus dilempar untuk memunculkan posisi di luar posisi angka atau gambar berada atau muncul di posisi atas.
Hanya saja, faktanya pernah terjadi dan bisa terjadi posisi di luar angka dan gambar muncul dari koin yang dilempar. Sebuah posisi yang tidak termasuk ke dalam peluang atau konsekuensi logis yang bisa dihasilkan atas koin yang dilempar.
Sebab dalam kondisi logis terbukti pula ketika di luar lemparan atau tanpa dilempar, posisi dari koin yang tidak bisa menunjukkan angka atau gambar berada atau tampak di posisi atas, dapat dimunculkan atau ditunjukkan. Tetapi mengapa posisi ini sangat sulit dihasilkan oleh lemparan, dan peluangnya hampir tidak ada, nyaris nihil atau 0 (nol) sehingga posisinya tidak termasuk konsekuensi logis?
Di sanalah iman (kepercayaan dan keyakinan) dibutuhkan, bahwa manusia perlu menggunakan akal yang harus sesuai dengan proporsinya. Bila akal manusia tidak mampu, maka iman melengkapi peran akal untuk dapat memastikan hal-hal yang tampak tidak masuk akal sekalipun dapat dijelaskan secara logis dari perspektif keimanan.Â
Karena sesuatu yang tidak masuk akal, bukan berarti tidak ada, bagi iman (kepercayaan atau keyakinan terhadap Allah Subhanahu Wa Taala) tidak ada yang tidak mungkin.
Koin yang terdiri dari sisi angka dan sisi gambar merupakan kondisi logis yang akan memosisikan angka atau gambar berada atau muncul di posisi atas sebagai konsekuensi logis dalam menghasilkan peluang sesaat setelah koin dilempar.Â