Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Logika Iman: Bukan Sekadar Konsekuensi Logis

12 Oktober 2024   07:14 Diperbarui: 12 Oktober 2024   08:09 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iman dan logika seringkali dianggap bertentangan, karena iman seringkali dikaitkan dengan hal-hal yang tidak masuk akal, dan logika adalah hal-hal yang masuk akal. Hal-hal yang tidak masuk akal umumnya identik dengan mukjizat, keajaiban, gaib atau mistik.

Tetapi kata iman dan akal memiliki kecenderungan yang tidak tepat bila ditempatkan pada posisi dikotomi. Menempatkan iman versus logika hanya akan menguatkan pertentangannya. Padahal iman mempunyai cakupan makna lebih luas dari sekadar mukzijat, keajaiban, gaib atau mistik.

Kata iman cenderung lebih tepat sebagai kata hipernim (kata umum) dan kata logika adalah hiponimnya (kata khusus atau bagian dari umum). Maka jika menempatkan iman pada posisi dikotomi, logika tidak bersedia menjadi bagiannya. Sehingga cuma akan melahirkan pertentangan dan debat sepanjang masa.

Iman yang berarti kepercayaan (yang berkenaan dengan agama); keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab, dan sebagainya; ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin, dalam realitas kehidupan senantiasa justru beranjak dari hal-hal yang masuk akal.

Dalam konteks religiositas, iman adalah mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati, mengucapkan (mengikrarkan) dengan lisan dan mengamalkannya dengan perbuatan.

Kemudian pada konteks yang sama dari salah satu referensi agama, logika iman dimaknakan sebagai daya nalar rasional yang disandarkan sepenuhnya kepada Alquran dan sunah. 

Jadi, pandangan tentang hal-hal yang masuk akal dan yang tidak masuk akal sepenuhnya merujuk pada apa yang sudah dan akan digariskan (destiny) Allah Subhanahu Wa Taala.

Untuk memahami logika iman diperlukan daya nalar rasional, kelogisan (logis), akal sehat dan akal pikiran. Bukan sekadar hanya berlandaskan pada kepercayaan dan keyakinan. Sebab untuk sampai ke tahap percaya dan yakin, otak dan kalbu harus bisa menerima sesuatu yang akan dipercaya dan diyakininya berdasarkan kelogisan.

Berdasarkan jalan pikiran yang masuk akal (logika), mari mengawali logika iman dengan mengenal konsekuensi logis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsekuensi adalah akibat (dari suatu perbuatan, pendirian, dan sebagainya); persesuaian dengan yang dahulu. Sementara logis ialah sesuai dengan logika; benar menurut penalaran; masuk akal. Konsekuensi logis berarti dapat dimaknakan sebagai akibat yang sudah diketahui dan disepakati berdasar kesesuaian pendahulunya menurut penalaran yang masuk akal.

Baca juga: Apa itu Spatles?

Contoh sederhana, kalau seseorang lapar maka konsekuensi logisnya makan, sebab lapar merupakan akibat yang sudah diketahui dan disepakati serta berkesesuaian dengan apa yang mendahuluinya dan masuk akal saat manusia belum makan, dalam waktu dan kondisi logis tertentu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun