Terlebih ketika kultus idola ikut menyasar tokoh-tokoh yang juga diidolakan oleh banyak orang. Sebab seperti diketahui bahwa banyak artis Indonesia telah memakai gantungan boneka Labubu sebagai pemanis atau aksesoris pelengkap di tas milik mereka.Â
Artis-artis itu antara lain; Citra Kirana, Ussy Sulistiawaty, Tya Ariestya, Felicya Angelista, Ririn Ekawati, Ayu Dewi, Rini Yulianti, Cathy Sharon, Nagita Slavina dan Ayu Ting Ting. Lantas sebagian dari mereka juga pernah terciduk menonton konser Blackpink bertajuk 'Born Pink World Tour'Â di tahun 2023 lalu.
Dari Sini Logika Kultus Berawal
Sekilas kisah perjalanan boneka Labubu yang mengalami fase viral sampai seorang artis kelas dunia, Lisa Blackpink memberi sentuhan, menunjukkan bahwa di dalam viralitasnya terdapat penghormatan secara berlebih-lebihan kepada orang dalam konteks kegilaan fandom terhadap tokoh idolanya.
Sehingga apa pun yang dilakukan fandom atau para pemuja untuk menampakkan kegilaannya terhadap tokoh idola, semua menjadi logis, rasional atau masuk akal. Demikianlah logika kultus terbangun atau dibangun.Â
Umumnya berawal dari kesukaan akan perilaku baik, keahlian, profesionalisme, kemampuan dan prestasi-prestasi sang tokoh idola hingga menjadi inspirasi atau motivasi bagi fandom.Â
Kemudian kesukaan fandom atau para pemuja bertumbuh dan berkembang pada kesukaan yang terkait pada hal pribadi atau identitas sampai menjadikan sang tokoh idola sebagai trendsetter dan behavior setter.Â
Bahkan bagi fandom atau para pemuja, yang cenderung menentukan baik atau buruk suatu perilaku bukanlah baik atau buruknya perilaku yang terlihat, melainkan kebaikan atau hal positif yang telah melekat pada diri sang tokoh idola.Â
Sehingga kultus yang kemudian terbangun atau dibangun juga cenderung menciptakan pikiran bahwa tak ada hal negatif yang melekat pada diri sang tokoh idola. Apalagi saat fandom atau para pemuja memiliki keterlibatan relasi kuasa, ideologi, ekonomi, budaya, sosial, politik atau lainnya, yang bisa saling memberi manfaat atau keuntungan.Â
Oleh karenanya perilaku negatif yang bisa saja atau terlihat dengan jelas dilakukan oleh sang tokoh idola, bagi fandom atau pemujanya tetap dinilai sebagai kebaikan atau perilaku positif. Di titik inilah hakikat logika menjadi bias, yang bagi fandom atau para pemuja, logika akan memusat atau berfokus pada tokoh idolanya.
Pemusatan logika di sini umumnya akan menghasilkan jalan pikiran yang hanya selalu masuk akal untuk apa pun yang mengarahkan penghormatan atau kesukaan fandom atau para pemuja atas tokoh idolanya. Perspektif inilah yang kemudian disebut 'logika kultus'.Â