Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Penyintas Demokrasi, Intervensi Ekonomi Keluarga Lewat Vote Buying Seharga Rp 10.000

25 Januari 2024   13:48 Diperbarui: 25 Januari 2024   13:48 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi masih jauh dari kata bersih. Politik uang (money politic) atau dalam istilah lain setara dengan vote buying, tetap menyasar ke berbagai pelosok negeri. Terlebih ke wilayah-wilayah keluarga rawan ekonomi dengan potensi jumlah suara yang menjanjikan.

Sementara dalam setiap kampanye dan debat capres-cawapres, termasuk yang terbaru debat cawapres kedua, seringkali tetap terselip narasi pemilu beretika, bersih, jujur, adil, tidak curang dan tanpa politik uang (money politic), walaupun fakta di lapangan berkata lain.

Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, yang klimasknya terjadi setiap lima tahun sekali, bangsa Indonesia telah mengalami berbagai macam peristiwa politik. Di banyak peristiwa politik yang terjadi, di sana lahir para penyintas demokrasi yang berupaya keras menjaga dan mempertahankan muruah demokrasi agar tak keluar dari koridornya.

Oleh karenanya, sejumlah penyintas demokrasi berusaha melakukan aksi perlawanan ketika melihat atau menyaksikan para elite politik dan para penguasa dinilai telah melewati batas---batas koridor  demokrasi hingga menabrak konstitusi.

Puncaknya, pada 15 Januari 2024, para penyintas demokrasi yang tergabung dalam Forum Cik Ditiro menggelar Kongres Penyintas Rezim Jokowi, dan melakukan kegiatan ziarah ke gedung bersejarah paling ikonik di Yogyakarta: Gedung Agung. Mereka melakukan tabur bunga sebagai perlawanan secara simbolis atas matinya demokrasi di Indonesia.

Gedung Agung yang dinilai sebagai simbol kekuasan politik yang mati karena penghuni utamanya telah berubah dari manusia menjadi monster, membunuh keberadaban bernegara dan etika politik serta menghadirkan rezim otoriterisme yang melebihi rezim orde baru.

Lewat narasi perpanjangan tiga periode yang sempat bergaung dan tidak berhasil direalisasi kemudian berlanjut dengan perpanjangan tiga periode lewat jalur berbeda, yang dalam bahasa lain ada yang menyebut mahkamah keluarga atau politik dinasti. Reformasi sebagai parameter demokrasi kini dihianati tuannya sendiri oleh hasrat berkuasa (greedy power). 

Di tataran akar rumput, masyarakat tiap lima tahun sekali dicecoki atau seolah dipaksa untuk menerima tawaran seksi nan menggiurkan agar menukar suara mereka dengan berbagai material kebutuhan seperti uang kontan, uang digital, beras, minyak, gula, susu, berbagai aksesori partai pengusung atau lainnya (vote buying). 

Pada titik itulah para penyintas demokrasi di masyarakat kalangan bawah seringkali tergoda, bukan karena tak mau berupaya mempertahankan idealisme demokrasi atau tak berkenan melawan patologi politik para elit, melainkan "ketidakkuasaan mengingat keluarga". Suatu pergulatan dalam kehidupan batin manusia sebagai kebalikan dari filosofi "kuasa memanggul lupa".

"Ketidakkuasaan mengingat keluarga" merupakan konteks rasa sayang, cinta, peduli pada keluarga yang memunculkan daya ingat ketika timbul kecemasan akan masa depan keluarga (istri dan anak-anak) atas ketidakkuasaan seorang kepala keluarga dalam memberikan nafkah, pangan, sandang, papan,  pendidikan dan kebutuhan lainnya sehingga semua rasa itu menundukkan idealisme dan merelakan perlawanan batinnya untuk lebih mengingat bahwa keluarganya lebih membutuhkan dapurnya tetap mengepulkan asap, perut terisi dan dalam serba ketidakkuasaannya kebutuhan rohani dan mental keluarga bisa dipenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun