Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasruddin Mudaff, Teaterawan Jebolan ESKA Yogyakarta

16 Juli 2019   15:12 Diperbarui: 16 Juli 2019   15:19 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ummi Azzura Wijana

"Berteater, seperti menanam benih yang buahnya akan dipetik oleh siapapun yang tertarik mendekatinya"

PERTUNJUKAN teater tanpa pemain, apalah artinya. Dalam pertunjukan teater, pemain menjadi salah satu unsur terpenting dalam sebuah pertunjukan teater. Pemain berperan untuk memadukan beberapa unsur lain seperti unsur suara dan gerak.

Secara umum, teater merupakan seluruh adegan akting dan peran yang dipertunjukan di atas panggung di depan banyak penonton. Seperti ketoprak, wayang, sintren, dagelan, dan akrobat. Lebih spesifik, seni teater merupakan seni drama yang menampilkan perilaku manusia dengan gerak, tari, dan nyanyian yang disajikan lengkap dengan dialog dan akting para pemainnya.

Dari teater ESKA, Nasrudin Mudaff mencintai dunia teater. Menurutnya, dalam kesenian, utamanya teater, dia menemukan ada ruang pembebasan diri dan menyampaikan pesan. Hingga kini ia setia di dunia seni peran ini.

Membaca adalah Kunci

NASRUDDIN Mudaff kecil, SMP hingga SMA sudah terbiasa membaca. Di sekolah, pelajaran bahasa Indonesia selalu mendapat nilai tertinggi. Kesuakaannya membaca dipengarui kakaknya yang memiliki koleksi buku sastra yang cukup banyak. Kakaknya tidak mendorong secara langsung utuk menyukai sastra, namun secara diam-diam ia membaca buku sastra tersebut dengan gratis dan leluasa, membaca novel dan buku sastra.

Koleksi buku milik kakaknya, yang saat itu seorang aktivis pergerakan mahasiswa, novel karangan Romo Mangunwijaya, Kuntowijo, Tohari, Pramudya, kumpulan Essai Cak Nun, dsb. 

Keakraban dirinya dengan bacaan karya sastra membuat dia cenderung memilih teaer sebagi pilihan berkesenian. Meskipun di SMP dan SMA, lingkungan sekolahan tidak mendukung dalam dunia seni peran, karena memang tidak diadakan. Namun, saat itu dia sudah akrab dengan seni sastra dan menyukai kisah dongeng-dongeng.

Dari pengalaman itu akhirnya ketika kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dia langsung mendaftar di Workshop UKM Teater ESKA. Dia jatuh cinta pada teater karena dalam kesenian ini, ia menemukan ada ruang pembebasan diri dan penyanpaian pesan.

Di Teater ESKA, seniornya sangat memengaruhi prosesnya dalam berteater. Dari mereka dia belajar teater. Beberapa senior di teater yang intens saat itu  diantaranya Hamdy Salad, Kaji Habib, Mas Kyut Kubr, Cak Kuswaidy, dan lainya. Di samping kawan-kawan  senior lain dan kawan seangkatan ketika jadi pengurus di dalam bergumul dan berproses bersama.

Teater adalah Proses Kreatif Kelompok

MENARIKNYA  dari teater, menurut Nasruddin adalah sisi komunalitasnya. Teater adalah proses kreatif kelompok. Pengalamannya dulu ketika belajar di tetaer ESKA, setiap pengurus ternyata berasal dari daerah asal berbeda-beda. Mulai dari Padang, Lampung, Jawa Barat, Madura, Banjar, Sulawesi, Jogjakarta, jawa Timur, NTB dan dia sendiri dari Cilacap.

Dari sana ia bisa saling mengenal satu sama lain bertahun-tahun berproses bersama. Mengenal budaya masing-masing secara langsung. Dari sudut pandang ilmu sosiologis dan antropologi, suasana belajar dalam  interaksi semacam itu sangat optimal dan efektif. 

Dalam seni teater, komuitas sangat dibutuhkan dalam berproses. Komunitas teater dalam sanggar merupakan wahana menempa diri sendiri dengan mempelajari ilmu seni peran dan ini sebenarnya  mirip semacam padepokan yang mengajarkan nilai spiritual. Jika masuk lebih dalam mengenal proses teater, sesungguhnya sedang diajak menempuh dimensi nilai spiritual.

Bernafas panjang dan selalu meyakini bahwa berkesenian teater dengan komunitas sebagai basisnya,  adalah seperti menanam benih yang buahnya  akan dipetik oleh siapapun yang tertarik mendekatinya. Anggap saja proses berkesenian kita adalah amal ibadah tersendiri bagi kita, ungkapnya.

Di samping itu, dalam teater dituntut untuk memahami Seni Sastra, Seni Peran dan Seni Musik, dan Seni Rupa. Karena sebuah pertunjukan teater, biasanya memerlukan skill kesenian tersebut. Sehingga sanggar teater menjadi pembelajaran seni yang efektif dan komplit bagi anggotanya.

Berproses dengan Pikiran Terbuka dan Sabar

PENGALAMAN berteater di ESKA, menjadikan dirinya terbiasa mengalir dalam berproses. Dilakukanya dengan pikiran terbuka dan sabar. Di Cilacap, dia terbiasa mendampingi komunitas teater untuk terus mensuport  proses dan mementaskan pertunjukan. Dalam menggali ide dan eksplorasi, Keilmuan yang dapat di sanggar ESKA sangat memengaruhinya.

Meskipun dalam berproses di Cilacap mengalami hambatan, seperti ruang interaksi teater yang kurang. Kurangnya komunitas yang berkembang. Tidak seperti di Purwokerto dengan dukungan kampus yang cukup, peristiwa teater, baik pementasan dan acara seni lain yang digerakan komunitas tetaer cukup intens dan sering. Menurutnya di Cilacap masih minim.

Meskipun demikian, dengan membaca, diskusi dan genre kesenian profetik yang diusung oleh Sanggar Teater ESKA tetap berdampak pada hasil karyanya. Dampaknya pada pilihan bentuk pertunjukan tetaer dan pilihan naskah yang hendak dipertunjukan. Unsur profetik yang dulu awalnya diusung oleh Kuntowijoyo dalam seni sastra, kemudian diambil semangatnya dalam seni teater profetik Tetaer ESKA, mempengaruhi dan membekas dalam karya-karyanya.

Hasil karyanya diapresiasi masyarakat dengan baik. Terbukti ketika karya dipentaskan, publik antusias. Baginya, apresiasi yang paling menarik ketika karya bersama dengan para petani Kulon Progo pentas di kampus-kampus besar, publik merespon baik atas usahanya mengkampayekan persoalan konflik agraria yang serius di pesisir Kulon Progo, dan  dapat  dikemas dalam sebuah pertunjukan teater yang melibatkan petani setempat untuk bermain.

Peristiwa itu terjadi ekitar tahun 2008. Pentas ini semacam kampanye dalam menyuarakan hak petani dalam menolak tambang pasir besi di pesisir pantai Kulonprogo. Naskah berdasarkan kasuistik yang terjadi dilapangan. Pentas pertama kali di IPB Bogor bersama sayogyo Institute, Di Atmajaya Jakarta, Di fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta, dan bersama Komunitas Taring Padi pentas di Taman Budaya Yogyakarta bersama dengan komunitas petani dari Thailand. Ia merasa saat itu ilmu teater yang ia miliki dapat dirasakan langsung oleh masyarakat petani.

Pengalaman kedua ketika pentas monolog di Cilacap, saat itu penonton sampai memenuhi gedung pertunjukan. Hal ini tak lepas dari kerja komunitas yang baik.

Teater, Membebaskan, Humanis dan Spiritual

DALAM perjalanan berteater, Nasruddin tidak pernah putus asa. Dimungkinkan karena dia dipercaya untuk mendampingi para anak-anak SD untuk belajar dan mengenal teater. Pelajar SMP dan SMA, Mahasiswa, dan para santri Pondok Pesantren, sehingga itu menjadi motivasi tersendiri untuk enggan meninggalkan dunia ini.

Lingkungan dan suasana jogja, geliat kesenian yang dimiliki oleh kota Yogyakarta adalah inspirasi tersendiri dan memengaruhi semangatnya. Senimannya, karya seninya, kehidupan kampusnya, warganya, suasana kotanya, kenanganya, dan semuanya. Mengingat itu semua, atau datang langsung ke sana, menjadi tambahan energi baginya.

Baginya, dalam berteater setiap karya yang dilakukan diupayakan  memiliki semangat nilai-nilai  profetik (membebaskan, humanis dan spiritual). Hal itu membuat dia bertahan. Energi keseniannya ia dedikasikan untuk mendampingi komunitas-komunitas teater yang ada di Cilacap untuk tetap bernafas. Terus bertahan untuk tetap belajar bersama dengan mereka.

Untuk itu, dia berharap pemerintah ikut andil dalam bertumbuhnya teater di Cilacap. Dikarenakan pilar kebudayaan adalah salah satu pilar, dimana pemerintah sendiri yang menyatakan menjadi tanggung jawab mereka dalam pengelolaan. Namun, slogan tersebut masih kurang dirasakan oleh para seniman sendiri. Pemerintah mestinya bersinergi bersama dengan para seniman. Menggali ide dan gagasan bersama untuk kemajuan seni budaya di daerah. Dibeberapa daerah yang progressif terhadap kemajuan kesenian, sinergis antara pemerintah dan seniman sangat terjaga bahkan solid.

Pemerintah adalah perangkat yang  bertugas melayani dan memfasilitasi kepentingan warga dan mengabdi pada negara. Sedang negara adalah  semacam  ide besar dalam membangun budaya dan perdaban suatu bangsa. Pemerintah seharusnya melayani dan menjadi abdi negara, karena kekuasaan negarakan  ada pada rakyat. Bukan malah negara diperalat sedemikian rupa untuk melayani kepentingan  pemerintah (kelompok tertententu).

Di sisi lain Seniman juga punya tanggung jawab untuk menjembatani suasana yang kondusif antara karya seni dan publik. Karya seni yang disajikan dengan baik, dipersiapkan dengan matang, dan di evaluasi bertahap. Mendorong publik merasa antusias untuk menikmati karya seni.

Untuk itu dibutuhkan riset sesuai takaran dalam pementasan dan penggarapan. Karena dengan riset, dapat memberikan pertanggungjawaban karya lebih maksimal. Untuk beberapa naskah teater yang memerlukan riset secara detail, harus dilakukan riset secara cermat. Sedang untuk pementasan teater yang tidak kasuistik, prosentase riset mungkin lebih kecil karena lebih di titik beratkan dalam penggalian dramaturginya.

Harapan dan Impian

SEBAGAI teaterawan, yang hidupnya sudah didediksaikan pada dunia seni teater, pendidikan seni itu penting. Pendidikan seni yang ada di sekolahan SD-SMA hanya berorientasi pada lomba. Sehingga  jumlah anak yang terlibat berproses  sangat terbatas. Semisal, anak  SD ada lomba pantomim. Satu sekolahan mengirimkan satu orang. Maka anak-anak yang lain tentu tidak bisa terlibat.

Pendidikan seni sebaiknya tidak hanya beorientasi pada lomba. Misal,  pada sebuah pertunjukan teater, sejumlah anak antara 20-25 anak dapat terlibat semuanya dalam pertunjukan teater tersebut. Interaksi sosial selama masa latihan dan pentas terbentuk. Semua saling belajar. 

Semua dapat menikmati proses. Dan melatih mental ketika dipanggung. Mereka pentas tidak untuk lomba, namun untuk ditonton dan menyampaikan pesan tertentu dari yang mereka pentaskan. Dari pengalaman-pengalaman itulah ia bertekad selalu belajar dan berkarya. Dan dengan senang hati membagi ilmu kepada orang lain. [Umi Azzura Wijana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun