Rejeki itu dibagikan di tempat-tempat yang memang tepat dan membutuhkan. Seperti panti asuhan atau tempat-tempat para pekerja bangunan kerja lembur di malam hari. Di tempat seperti itu justru tepat sasaran. Di panti asuhan selain berbagi juga merasakan bagaimana kehidupan di panti asuhan. Ikut simpati dan empati dengan mereka yang tinggal di sana dalam keadaan tidak punya orang tua lagi. Yatim, piatu, atau bahkan yatim piatu. Dengan kita mendatangi mereka, menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Merasa diperhatikan dan memiliki banyak saudara meskipun orang tuanya telah tiada.
Dengan demikian, cara berbagi ini tak mengurangi nilai ibadah. Justru di sini menambah rasa syukur dan bisa beribadah seperti saat di rumah dan lingkungan keluarga. Tetap bisa menjalankan sholat tarawih, tadarus, dan sholat subuh berjamaah dengan mereka, baik anak-anak yatim maupun mereka yang sedang bekerja keras untuk keluarga. Di sela-sela istirahat mereka.
Jika perlu, rejeki dikumpulkan sedikit demi sedikit. Dijadikan santunan untuk diberikan kepada fakir miskin. Santunan bisa diberikan dalam bentuk zakat, dan dibagikan menjelang Idul FItri. Dibagikan kepada mereka yang benar-benar sengsara hidupnya. Anak yatim piatu, janda miskin tidak berpunya yang tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.Â
Dengan berbagi mampu membersihkan hati. mensucikan diri dengan banyak mendekatkan diri pada illahi. Menyambut hari yang fitri dengan hati yang fitri, bersih dari iri dan dengki. Wallahualam bisawab.
-Ummi Azzura Wijana-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H