Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[Fiksi Horor dan Misteri] Sandaran Hati

29 September 2016   10:14 Diperbarui: 29 September 2016   17:39 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelan-pelan pintu kamar mandi kututup.

Pet!

Tubuhku bergetar. Ribuan semut seperti merayap dari ujung kakiku hingga ujung kepala. Meraba-raba dinding sebelah kiri aku merambat ke arah luar. Listrik padam menjadikan ciut nyaliku.

“Astagfirullah!” pekikku. Bersamaan kilat dan petir menggelegar. Spontan jari telunjuk kiriku aku hisap. Panas. Jari telunjukku seperti terbakar, terkena sengatan. Aku terus mencoba berjalan. Kakiku bagai dibebani berton-ton muatan.

Kilat menyambar-nyambar. Sekilas masih bisa terlihat meja kerjaku. Bergegas kugapai tas di atasnya. Kucari-cari kunci ruangan tak juga kutemukan. Di dalam tas, di saku baju, celana. Di mana?

Tak bisa juga gembok ini kubuka. Masih dengan tangan gemetar kucoba dengan sekuat tenaga. Ternyata ada bekas luka bakar di ujung telunjukku. Seperti terkena sudutan rokok. Rokok? Milyaran pertanyaan memenuhi rongga kepalaku.

Berkilau jari manisku, cincin yang masih melingkar erat di jari manisku aku pegang. Ah... sempat-sempatnya aku timang cincin ini. Hingga aku hampir lupa dengan keadaanku. Di antara terpaan keras angin sore ini, juga deras hujan yang masuk di pintu depan kelasku. Juga panas menyengat di ujung jari ini.

Hampir berhasil.

Klek. Gembok tertutup.

Ada yang mengekor ujung kiri mataku. Seseorang duduk di bangku selasar. Sepintas kulihat. Ujung sepatunya warna coklat. Sepatu coklat! Aku tersentak. Spontan kutengok ke arah sosok yang tenang duduk di ujung lorong.

VINO! Kau!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun