21.37
Memang mimpi dan seperti hanya mimpi.
Jelas terlihat tadi di atas panggung. Menjadi moderator penulis terkenal. Mega, gadis bergamis biru. Gadis yang pernah dan selalu singgah di hatiku. Waktu hujan hari pertama puasa ramadhan tahun ini tak sengaja kutemui di depan rumah makan padang. Cerdas dan anggun menahkodai acara bedah buku. Waktu awal hingga usai acara, tak satupun peserta beringsut dari tempat duduknya. Kang abik memang magnet bagi siapapun yang mendengarkan segala ucapannya. Lembut dan penuh ilmu.
Usai acara kutunggu Mega di depan aula. Berharap dia melewati koridor samping aula menuju ke luar masjid. Benar. Keberuntungan masih berpihak padaku. Gadis dengan ransel hitam berjalan menuju arah jalan raya. Ragu aku menyapanya. Takut dia akan marah atau tidak mengenalku lagi. Mengekor aku di belakangnya. Megapun mantap berjalan.
Ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttt..... duaarrrrrr...
“Astagfirullahal’adzim... innalillahi wainailaihi rojiun..”
“Mega...!!!”
Berlari secepat kilat aku menuju arah mobil yang menabrak gapura masjid. Tempat Mega berdiri. Aku terkesiap. Gamis biru itu berlumuran darah. Isi tas ransel hitam yang dia bawa berhamburan.
Ya Allah.. apa yang terjadi. Andai dan andai saja. Tadi aku menyapa, pasti hal ini tidak akan terjadi. Mobil itu pasti tak akan menabrak Mega. Gadis yang selalu aku impikan.
***