Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Masih) Kulihat Bening di Matamu (3)

15 Oktober 2014   12:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:57 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak berapa lama, jalan beraspal menuju Ar Rahman kami susuri. Banyak sekali para pedagang berjualan di pinggir-pinggir jalan. Menjajakan penganan khas ramadhan, ada kolak, es buah, es campur, lengkap pokoknya. Ramadhan mubarak. Membawa berkah untuk semua umat. Mereka yang biasanya tidak berjualan akhirnya bisa mengais rejeki di bulan ramadhan. Mereka yang mampu biasanya masak sendiri karena ramadhan akhirnya membeli juga. Saling membutuhkan. Keyakinanku rahmad Allahlah yang menjadikan semua ini.

Aula sudah penuh, kursi paling depan sudah terisi, tinggal bagian tengah ada satu kursi, sisanya di bagian belakang.

“Wah.. mas mungkin mereka tadi sholat ashar di sini ya mas, jam segini ruangan sudah penuh.” Cerocos Sul.

Iya mungkin Sul” sergahku mengiyakan sambil mata mencari-cari tempat duduk yang mungkin bisa kami duduki berdua tanpa terpisah.

“Silakan mas, sebelah sini.” sapa ramah seorang laki-laki berkopiah putih dan berkoko putih pula.

“Terima kasih.”

Dengan tenang kutunggu acara dimulai. Masih lima menit lagi acara dimulai. Tapi sepertinya si Sul semakin gelisah saja. Dia mungkin tidak sabar menunggu idolanya datang dan duduk bicara di panggung yang berada di depan kami.

“Mohon perhatian. Peserta bedah buku yang masih berada di luar dimohon segera menempati kursi yang tersedia di ruang aula, karena acara akan segera dimulai, terima kasih”

Tak berselang berapa lama. Diiringi sholawat badar, seorang lelaki paruh baya berjenggot tak begitu panjang, berkacamata dengan kopiah khasnya, koko warna coklat keabuan serta jas hitam dipadu dengan celana hitam tampak serasi. Dialah Habiburrahman El Shirazy sang penulis best seller Ayat-ayat cinta. Di belakangnya seorang perempuan bergamis biru toska dengan jilbab menutup sebagian tubuhnya berjalan mengiringi.

Subhanallah... bergetar tubuhku. Jantungku berdegup lebih kencang. Tanganku dingin. Perasaanku tidak karuan.

Sul yang berada di sebelahku tak mempedulikanku. Dia sibuk dengan pandangan matanya yang tidak mau beralih. Melihat ke depan. Memperhatikan dengan seksama idolanya, Kang Abik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun