Saya pernah melihat pembacaan puisi dan dongeng di Taman Suropati, dan saya berharap juga bisa melihat hal yang sama di Taman Lalu Lintas, mungkinkah?
Â
Bayangkan saat anak-anak menengah ke bawah bisa tahu indahnya puisi atau dongeng yang mungkin jarang mereka dengar karena orang tuanya sibuk berjibaku dengan pencarian nafkah, pulang ke rumah sudah capek. Â Ruang terbuka publik sebenarnya salah satu yang bisa diberdayakan dengan pengelolaan dan pengawasan yang baik. Saat libur akhir pekan bisa memanfaatkan taman sebagai ruang publik untuk mengakrabkan diri dengan buah hati.
Kalau tamannya berubah fungsi jadi pasar serba ada, bukannya akrab yang ada anak tantrum karena baru sampai taman sudah geger minta jajan, beli mainan, beli baju baru. Kalau sudah begini yang ada orang tua malas mengajak anak ke taman. Apalagi saat akhir bulan.
Â
Saat hal ini tak terkendali, maka biasanya akan merembet ke masalah kebersihan. Sampah di mana-mana, dari pedagang, pengunjung dan tak terkendali. Rumput-rumput dan bunga rusak.
Padahal sesuai namanya, taman ini sebenarnya memiliki fasilitas edukasi tentang berlalu lintas yang bisa dipergunakan untuk memberi pelajaran pada anak tentang tata tertib lalu lintas. Namun sayang tidak berjalan sesuai fungisnya, tertutup oleh alih fungsi yang salah kaprah.
Taman lain pernah saya lihat di kawasan Bulak Rantai Jakarta Timur. Tidak ada pengunjungnya, rumputnya tinggi, suram. Lima tahun kakak saya tinggal di sana dan sebulan dua hingga tiga kali saya pasti ke sana. Selama itu pula tidak ada perubahan. Karena tidak di kawasan utama kota Jakarta? Sehingga tidak penting untuk diperhatikan?