Mohon tunggu...
Sumarti Saelan
Sumarti Saelan Mohon Tunggu... Freelancer - FREELANCE

FREELANCE

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendambakan Kurikulum Motivasi dan Inspirasi

21 Oktober 2012   17:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:33 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak terjadi tawuran yang memakan korban beberapa waktu lalu di Jakarta, dunia Pendidikan Indonesia kembali diributkan dengan berbagai opini. Mulai dari pakar Pendidikan, pemerintah, praktisi Pendidikan, guru-guru dan masyarakat luas.

Dari semua opini dan pendapat yang beredar akhirnya menghasilkan sebuah rencana baru yang muncul menjadi berita diberbagai media dan kembali menarik banyak perhatian dan opini dari berbagai kalangan. Yaitu akan kembali dirubahnya kurikulum yang ada oleh Pemerintah melalui Dinas Pendidikan.

Karena banyak kalangan yang menyuarakan pendapatnya bahwa salah satu penyebab tawuran adalah kurangnya Pendidikan akhlak dan Pancasila yang bisa didapat melalui pelajaran agama dan PPKn yang sekarang porsinya sangat sedikit diberikan pada siswa dalam satu minggunya. Tapi benarkah demikian?

Sekali lagi aku tekankan, disini aku hanyalah seorang masyarakat biasa yang memiliki sedikit pemikiran dan opini yang mungkin juga tidak sepenuhnya benar menurut orang lain. Pemikiran ini timbul dari melihat kondisi dilingkungan aku sendiri.

Bolos sekolah, geng-gengan hingga berakhir tawuran sebenarnya tidak hanya terjadi di kota besar seperti Jakarta saja. Yang bisa dibilang godaan gaya hidupnya lebih banyak dan kuat. Tapi juga terjadi di daerah-daerah kecil di pelosok Indonesia.

Dimana aku tidak hanya sekedar sebagai penonton yang menyaksikan kejadian tersebut dari berita berbagai media atau cerita orang lain. Aku pernah mengalami langsung sebagai orang terdekat dari pelaku-pelaku tidakan negatif tersebut. Beberapa keponakanku yang berdomisili di desa yang ada disalah satu kabupaten di Jawa Timur mengalami putus sekolah saat mereka menginjak bangku SMA. Kejadian awal bermula dari seringnya bolos, ikut bergabung dalam geng anak-anak PUNK. Merubah penampilan sesuai geng yang diikuti. Sering nongkrong ditempat tidak semestinya. Seperti kedai "kopi malam". Mulai bisa merokok, minum minuman keras, berujung pada tawuran di sekolah dan lingkungan luar sekolah dan kegiatan buruk lainnya. Saat keadaan sudah memburuk, seperti pemanggilan orang tua ke sekolah dan di rumah keponakanku dicecar seluruh keluarga tentang tingkah lakunya, dan dinasehati untuk berubah, kembali ke jalan yang lurus, dengan santainya keponakanku menjawab dia bosan sekolah.

Jawaban yang cukup memprihatinkan. Bosan sekolah, bosan dengan pelajaran yang sulit, bosan dengan guru-guru yang mengajar dengan monoton. Yang lebih memprihatinkan lagi, dia memiliki semangat yang nyeleneh. Yaitu mau kerja saja. Toh sekolah ujung-ujungnya juga untuk kerja. Cari uang untuk keperluan hidup. Banyak orang lain yang tanpa berpendidikan tinggi bisa bekerja dan punya kehidupan baik. Bisa punya rumah, kendaraan dan cukup makan sehari-hari. Keponakanku memberi contoh orang-orang dilingkungan tempat tinggal keluargaku di desa yang tanpa pendidikan tinggi bisa bekerja ke luar nbegeri dan menghasilkan uang yang lumayan.

Bahkan saat salah satu gurunya datang kerumah merayunya kembali ke sekolah karena merasa ponakanku memiliki kemampuan otak lumayan, dia tetap kukuh tidak mau melanjutkan sekolahnya. Akhirnya setelah melalui perdebatan dan kemarahan keluarga menyerah. Pendidikan formal pun akhirnya berhenti. Dan kegiatan selanjutnya adalah kerja serabutan. Dari buruh tani, buruh bangunan dan kerja serabutan lainnya. Tapi tanpa rencana masa depan. Uang dapat saat itu dan habis saat itu pula untuk kesenangan sesaat. Yaitu masih dengan warung kopinya, masih dengan minuman kerasnya dan terkadang berakhir tawuran ditempat-tempat hiburan sesaat tersebut.

Kasus lain adalah keponakan perempuan yang juga putus sekolah. Tapi dengan alasan biaya. Tapi saat gurunya berjuang membantu dengan cara mencarikannya beasiswa karena tahu kemampuan otaknya yang diatas rata-rata dan setelah berhasil mendapatkan beasiswa tersebut dan menunjukannya ke si anak, jawaban kekecewaan. Si anak menolak, alasannya adalah sekolah menghabiskan biaya. Setelah lulus belum tentu bisa dapat kerja yang sesuai harapan. Dan keponakan perempuanku yang didukung oleh keluarga dengan tegas mengatakan ingin bekerja saja. Sejak SD dia sudah tergiur melihat tetangga-tetangga yang lain yang terlihat sukses mendulang uang di luar negeri. Dan dia sudah daftar melalui seorang "sponsor" yang akan membawanya ke sebuah PJTKI di Surabaya. Dan si guru pun harus benar-benar menelan kekecewaannya. Sedangkan contoh lain saat mudik ke Kalimantan adalah masalah gaya hidup. Betapa kagetnya saat aku tahu beberapa teman keponakanku yang tinggal di satu kabupaten kecil di Kalimantan Selatan kenal dan punya beberapa foto bersama beberapa selebritis ternama tanah air. Dan foto-foto yang terpampang menunjukan lokasi di dalam sebuah klub malam atau ruang disko.

Dan dari cerita keponakanku, temannya itu memang sebulan 2-3 kali selalu meluangkan waktunya untuk menjelajah beberapa dikotik ibukota untuk mencapai satu status "anak gaul". Tanpa perduli nilai-nilai sekolahnya merosot dan mendapat "perhatian" khusus dari para guru. Yang penting happy, fun dan gaul. Dari sini aku menarik kesimpulan, permasalahan terbesar remaja-remaja tersebut adalah kurangnya mereka memiliki motivasi dan tidak punya inspirasi. Hanya sebagian orang tua yang mendukung anaknya dengan motivasi. Sebagian lagi kita tahu hanya penuh penuntutan.

Penuntutan mendapat nilai tinggi, menjaga nama baik keluarga dengan kata-kata ancaman. Menuntut hasil baik tanpa peduli proses. Jadi sangat biasa melihat orang tua sekarang sibuk pontang-panting mencari bahan tugas prakarya anaknya atau mengerjakan semua PR anaknya, sedangkan disaat yang sama anaknya asyik bermain. Dan alasannya selalu sama, kalau dikerjakan sendiri nanti hasilnya jelak nilainya rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun