Permintaan terhadap limbah cair kelapa sawit yang masih mengandung minyak atau yang lebih disebut MIKO (Minyak Kotor) cukup tinggi dipasaran local maupun luar negeri. Namun sayangnya regulasi khusus yang mengatur tentang jual beli limbah ini belum diatur sehingga memunculkan berbagai macam penafsiran terkait dengan karakter limbah itu sendiri, proses pemanfaatan hingga penjualan.
Pertanyaan yang muncul adalah, apakah limbah tersebut termasuk katagori Limbah Berbahaya dan Beracun (LB3) ?. Untuk menjawabnya kita kembali kepada regulasi yang mengatur tentang Limbah B3. Limbah B3 diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun. Untuk itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya beracun yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya , baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsugan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
2. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) 1 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, Limbah B3 memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Mudah meledak;
b. Mudah menyala;
c. Reaktif
d. Infeksius
e. Korosif; dan/atau
f. beracun
3. Berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun terdiri atas :