1. Peristiwa  (Facts)
Latar Belakang
Literasi budaya merupakan kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan  Indonesia sebagai identitas Bangsa ( Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional, Kemendikbud 2017: 8).Â
Literasi budaya merupakan salah satu dari 6 (enam) literasi  dasar  dalam Program Gerakan Literasi  Nasional yang harus dikenalkan di sekolah selain literasi baca-tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial dan literasi digital. Budaya Lokal  didefinisikan sebagai  budaya  asli dari suatu kelompok masyarakat tertentu (Balqis Fallahnda-20 April 2021 : https://tirto.id/mengenal-budaya-lokal-konsep-dan-ciri-cirinya-gc6P ) .Â
Budaya lokal adalah salah satu komponen yang memberikan jati diri kita sebagai sebuah komunitas  yang unik, sehingga perlu ditumbuhkan kesadaran bagi generasi muda untuk lebih memahami budaya yang menjadi aset  di wilayahnya.
Kecamatan  Gegesik  dinobatkan sebagai  Kampung seni oleh Pemda Kabupaten Cirebon. Banyak sanggar-sanggar seni yang berdiri sejak lama dan mayoritas masyarakatnya mendukung dalam mengembangkan seni budayanya. Salah satu sanggar seni yang banyak ditemui di Kecamatan Gegesik adalah Sanggar Seni Tari topeng Gaya Gegesik.Â
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membuat program sekolah yang berdampak pada murid dengan judul Aku Cinta Budaya Lokal, sebuah kegiatan litersi budaya yang diselenggarakan di SMPN 3 Gegesik Kabupaten Cirebon.
Aksi Nyata Dan Alasannya
Dari hasil pemetaan  Asset Based Community Development (ABCD)  yang ada di SMPN 3 Gegesik, ada 3 (tiga) modal utama yang bisa dikembangkan untuk mendukung program tersebut yaitu:
a. Modal Manusia : Kepala Sekolah, Guru, Instruktur seni dari sanggar seni yang  ada di sekitar sekolah, dan murid-murid yang  sudah trampil menari tari topeng gaya gegesik.
b. Modal Fisik : Gazebo Akbar dan Lapangan sebagai  sarana dan  tempat pementasan  seni.
c. Modal Budaya : Â SMPN 3 Gegesik memiliki budaya literasi setiap Sabtu pagi pada sebelum pandemi. Gegesik sebagai kampung seni mempunyai banyak pelaku seni yang bisa dijadikan pelatih seni
Program Aku Cinta Budaya Lokal  dalam bentuk literasi budaya  bertujuan  untuk  meningkatkan kompetensi  literasi murid tentang budaya lokal Tari Topeng Gaya Gegesik; menumbuhkan karakter berkebhinekaan global dalam mencapai profil pelajar pancasila serta dapat melestarikan budaya lokal.Â
Adapun  kegiatannya adalah dalam bentuk pementasan dan apresiasi seni  yang bisa dilaksanakan pada saat pentas seni dalam rangka pelepasan kelas 9, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dan kegiatan  bulanan berupa literasi budaya yang  diselenggarakan tiap sabtu pagi pada minggu tertentu tiap bulannya jika sekolah kembali melakukan kegiatan tatap muka setelah pandemi  berakhir.
Hasil Aksi Nyata
Tahapan aksi nyata diawali dengan konsultasi program dengan kepala sekolah. Dalam tahapan ini disampaikan potensi aset sekolah yang bisa dikembangkan untuk membuat program yang berdampak pada peningkatan kompetensi literasi  murid. Â
Kepala Sekolah kemudian memberikan pengarahan untuk perbaikan program yang telah disusun. Setelah program disetujui , maka tahap berikutnya adalah melakukan sosialisasi kepada  rekan sejawat di Sekolah melalui pemaparan program dalam rapat dinas.Â
Pada tahapan ini penulis mempertimbangkan usulan, pendapat dan koreksi dari  dewan guru dan rekan sejawat di  sekolah, sehingga diputuskan kegiatan yang paling mungkin dilakukan pada masa pandemi ini yang sejalan dengan  Program  Aku Cinta Budaya Lokal.
Pada masa pandemi  Covid-19  seperti sekarang ini dimana sekolah tidak dianjurkan tatap muka,  program ini sulit direalisasikan.  Akan tetapi  pada tanggal 14 Juni 2021, Tari topeng gaya Gegesik  berhasil dipentaskan oleh April  murid kelas 7E  pada saat acara pelepasan murid kelas 9 yang diselenggarakan dengan protokol kesehatan yang ketat.Â
Acara yang  hanya dihadiri oleh murid-murid  kelas  9 yang sudah mendapat ijin atau persetujuan dari  orang tua / walimurid ini terdiri dari acara seremonial berupa pelepasan atribut sekolah secara simbolis dan pentas seni terbatas yang  berupa pementasan tari topeng  gaya Gegesik dan lagu-lagu daerah Cirebonan. Â
Kegiatan ini sekaligus dijadikan bagian dari literasi budaya lokal untuk meningkatkan pemahaman murid-murid yang hadir dalam acara tersebut terhadap aset budaya lokal di sekitar tempat tinggal mereka.
Monitoring program dilakukan dengan sumber informasi dari  murid melalui wawancara di lokasi selama pementasan  berlangsung. Pertanyaan utama monitoring adalah  bagaimana respon murid saat pementasan tari topeng gaya Gegesik berlangsung?
Dari hasil wawancara pada peserta kegiatan tersebut,  terlihat bahwa mereka memahami perbedaan tari topeng gaya Gegesik  dengan tari topeng Cirebon yang lainnya. Mereka juga terlihat antusias ketika tari topeng gaya Gegesik dipentaskan dan mengaku bangga terhadap seni  tari tersebut.
Evaluasi program dilakukan dengan pertanyaan utama:  Sejauhmana program yang telah berjalan sesuai dengan tujuan, seberapa banyak hambatan yang ditemui selama pelaksanaan program ini  dan mengapa terjadi demikian?  Evaluasi program dilakukan oleh sekolah dan instruktur seni di  Kecamatan Gegesik. Â
Hasilnya, kegiatan ini meningkatkan pengetahuan dan pemahaman murid akan  budaya lokal di sekitar mereka sehingga perlu dikembangkan dalam bentuk literasi budaya yang lebih terjadwal setelah masa pandemi berakhir.
Learning  atau Pembelajaran dari pelaksanaan program ini adalah bahwa  harus disiapkan rencana kegiatan lain yang sejalan dengan tujuan program ini, agar tujuan program bisa tercapai walaupun ada hambatan dari pembatasan fisik selama pandemi.
Report atau pelaporan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban panitia penyelenggara  kepada Kepala Sekolah selaku penanggung jawab program dengan hasil evaluasi yang menggambarkan sejauhmana tujuan program dapat tercapai, hambatan yang ditemui serta solusi yang sudah dilakukan direfleksikan untuk dibuat rencana tindak lanjut sebagai bahan pembelajaran dan temuan perbaikan pada  praktik selanjutnya.
2. Perasaan  (Feelings)
Pada saat proses penyusunan program, penulis merasa antusias dan optimis  program ini  bisa direalisasikan,  Apalagi  ada  wacana  dari Kemendikbud yang  akan membuka sekolah  tatap muka terbatas pada  tahun ajaran yang akan datang. Â
Jika sekolah tatap muka bisa dilaksanakan pada tahun  ajaran yang akan datang, maka program ini bisa dilakukan dalam bentuk literasi budaya setiap Sabtu pagi minggu pertama setiap bulannya. Â
Akan tetapi penulis juga mempertimbangkan resiko yang mungkin saja terjadi jika pandemi  masih belum bisa dikendalikan atau terjadi peningkatan kasus Covid-19 yang berujung pada dibatalkannya sekolah tatap muka.  Maka  opsi berikutnya adalah dilaksanakan pada saat MPLS ( masa pengenalan lingkungan sekolah).Â
Jika ternyata opsi ini pun gagal karena kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperbolehkan kegiatan MPLS maka  program ini bisa dilaksanakan  dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang memungkinkan adanya pertunjukkan tari topeng  gaya Gegesik  untuk meningkatkan kemampuan literasi murid  terhadap budaya lokal di sekitar mereka. Salah satunya adalah pentas seni terbatas pada acara pelepasan murid kelas 9 ini.
3. Pembelajaran (Findings)
Pembelajaran yang didapatkan dari aksi nyata ini  adalah bahwa dalam membuat program sekolah yang berdampak pada murid, tidak hanya diperlukan ketepatan dalam memilih aset sekolah yang ingin dikembangkan tetapi juga harus memahami manajemen resiko untuk merubah rencana jika rencana awal tidak bisa dilakukan karena suatu hal.Â
Memahami manajemen resiko  bukan berarti kita menghindari resiko terhadap kegagalan program kita, tetapi kita dapat mengelola dan mengendalikannya  dengan  sebaik  mungkin  agar  dapat meminimalisir segala kerugian  yang  dapat menghambat jalannya program sekolah yang telah direncanakan.
Sepertihalnya  dengan program literasi budaya di SMPN 3 Gegesik ini,  pemetaaan aset memungkinkan program ini bisa dilaksanakan dengan  baik, mengingat  sumber daya manusia, sarana dan dukungan lingkungan di sekitar sekolah, akan tetapi pandemi  covid-19 yang tidak bisa dihindari  dan belum bisa diprediksi kapan berakhirnya, membatasi  kita secara fisik sehingga  harus ada opsi lain yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan pada saat ini tetapi memiliki tujuan yang selaras dengan tujuan program literasi budaya lokal ini.
4. Penerapan Ke Depan (Future )
Literasi budaya menjadi hal yang penting untuk dikuasai di abad ke-21 ini. Indonesia memiliki beragam suku bangsa, bahasa, kebiasaan, kesenian, adat istiadat  dan kepercayaan. Kita juga tidak bisa melepaskan diri dari arus globalisasi.  Oleh karena itu, kemampuan untuk menerima dan berdaptasi serta bersikap secara bijaksana dalam keberagaman menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan.
Mengingat pentingnya literasi budaya  dalam menumbuhkan murid merdeka yang memiliki profil  pelajar pancasila yang berkebhinekaan global, maka perlu diupayakan  kegiatan literasi yang bisa dilakukan pada masa pandemi  Covid-19 dimana tidak diperlukan  tatap muka secara fisik, tetapi tujuan literasi bisa tersampaikan, Misalnya dengan menggelar pertunjukkan secara virtual. Akan tetapi hal ini diperlukan dukungan dalam bentuk sarana dan prasarana teknologi informasi seperti  computer, HP Android dan jaringannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H