Pada Era Reformasi untuk menghilangkan praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang terjadi di segala bidang termasuk di bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Perubahan Paradigma penyelenggaran pemerintahan daerah (otonomi daerah) di Indonesia dari pola sentralisasi menjadi pola Desentralisasi membawa konsekuensi terhadap makin besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah (pusat) kepada pemerintah daerah di satu sisi, dan pada sisi lain pemerintah daerah memiliki kewenangan yang besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri secara otonom.
Dalam UUD 1945 Pasal 18 pembangunan dimana daerah Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten/kota. yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang. Suatu daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi potensi daerah. sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Seperti yang tertuang dalam Pasal 1 butir 5 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam uu pemerintah daerah bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan. Kewenangan daerah seperti yang dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi Negara dan lembaga perekonomian Negara, pembinaan dan pemberdayaan, sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional.
Disamping itu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga mengatur mengenai pembagian urusan pemerintahan. Dalam tiga urusan yaitu urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkruen, dan urusan pemerintahan umum.
- Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
- Urusan pemerintahan konkruen adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
- Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Dalam Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan urusan pemerintah, pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang - undangan.
Dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan tersebut maka diperlukan adanya administrasi yang mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, asas-asas umum  Pemerintahan yang baik adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam undang-undang 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan yang baik (AUPB) adalah menujukan semangat untuk memberantas tindakan peyalahgunaan kewenangan dan  juga melaksanakan merit system.
Dalam pengelolahan pemerintah di tingkat daerah prov.kabupaten/kota dibentukla organisasi pemerintahan di bawah kepala dearh yaitu inspektorat yang diberikan kewenagan untuk melakukan pengawasan, audit dll yang di tentukan dalam undang-undang. Kewenangan yang luas membutuhkan pengawasan yang optimal, karena tanpa pengawasan terbuka peluang terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan, sehingga akan mengakibatkan kerugian keuangan negara, dan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat.Â
Untuk mencegah terjadinya KKN dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka pada setiap lini pemerintahan dibentuk lembaga pengawasan internal pemerintah yang secara khusus melaksanakan fungsi pengawasan, yang dilakukan oleh pejabat pengawas pemerintah. Lembaga pengawasan internal pemerintah adalah lembaga yang dibentuk dan secara inheren merupakan bagian dari sistem pemerintahan, yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota.
Otonomi daerah memiliki implikasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan  yang harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Perubahan paradigma ini membawa konsekuensi bagi pemerintah. Untuk mewujudkan otonomi daerah dan desenntralisasi yang luas, nyata dan bertanggungjawab diperlukan pengelolaan keuangan daerah yang mampu mengontrol kebijakan kauangan daerah secara ekonomis, efisiensi, efektif, transparan dan akuntabel.
Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah melalui fungsi-fungsi organik manajemen yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi merupakan sarana yang harus ada dan dilaksanakan oleh manajemen secara profesional dan dalam rangka pencapaian sasaran tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Pemerintahan Daerah pada hakekatnya merupakan sub sistem dari pemerintahan nasional dan secara implisit pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintahan Daerah merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan pemerintahan
Inspektorat adalah Organisasi yang memiliki fungsi audit internal untuk mendeteksi dan mengurangi kesempatan kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud). Inspektorat daerah merupakan lembaga yang memiliki otoritas untuk mengawasi jalannya pemerintahan di daerah. Inspektorat juga menjadi ujung tombak untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan di daerah.
Akuntabilitas dapat diwujudkan melalui audit internal Namun pada kenyataanya  sampai sekarang peran inspektorat tersebut belum terlihat. Boynton menjelaskan fungsi dari auditor internal adalah memeriksa dan memberikan tanggung jawab untuk membuat rekomendasi perbaikan bila ditemukan persoalan dalam tata kelolah anggaran negara.Â
Audit internal yang berkualitas akan mampu mendeteksi penyimpangan dan menginformasikan secara cepat kepada yang bersangkutan. Â Seharusnya Inspektorat bukanlah lembaga yang memanfaatkan informasi atas penyimpangan dari BPK karena semestinya mengetahui lebih dahulu persoalan-persoalan keuangan yang terjadi di daerahnya. Selaku institusi pengendalian internal, sebelum terjadi penyimpangan sekalipun, Inspektorat semestinya sudah bisa mendeteksi dengan cepat, dan manajemen dapat merespon atau menindaklanjuti adanya kelemahan tersebut secara tepat.
sehingga kelemahan dapat diperbaiki dan tidak terulang kembali. Auditor internal berfungsi membantu dalam hal pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian kecurangan. Namun, selama ini posisi inspektorat daerah lemah dan menjadi legitimasi kepala daerah untuk kerja-kerjanya, penulis berpendapat demikian karena Dalam berbagai kasus di daerah, menunjukkan lemahnya peran dan kinerja auditor internal pemerintah daerah. Padahal keterkaitan antara peran Inspektorat Daerah selaku auditor internal dengan pencegahan KKN sangat kuat. Auditor internal berperan dalam mendeteksi tindakan gelap penyelenggara negara, dan Kegagalan auditor internal Inspektorat dalam mendeteksi kecurangan menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap auditor internal.
Dengan Maraknya skandal korupsi di berbagai daerah dan banyak penyelenggara negara di kabupaten dan kota  yang di penjara karena melakukan korupsi semakin memojokkan peran auditor internal. Seharusnya inspektorat daerah perlu didukung auditor yang memiliki kualitas yang mumpuni. Berdasarkan hasil pemeriksaan kinerja pemerintah tahun 2013, atas efektifitas kegiatan audit dan review Laporan Keuangan oleh Aparat pengawas Internal Pemerintah (APIP) pada Inspektorat Pemerintah Provinsi, BPK menemui sejumlah kelemahan. Salah satunya adalah pelaksanaan audit dan review LK belum dilakukan secara memadai.
Inspektorat adalah merupakan satu Lembaga dibawah pemerintahan daerah yang tugas dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang adalah untuk melakkan evaluasi, audit, monitoring dan review. Sebagaimana dijelaskan Dalam undang-undang 32 tahun 2014 bahwa inspektorat daerah yang ada dikabupaten/ kota secara khusus diberikan kewenangan dalam pasal 379 untuk pengawasan terkait keuangan daerah yang meliputi kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan bimbingan teknis dalam pengelolahan APBD serta sampai dengan pertanggung jawaban pengelolahannya.Â
Lebih lanjut tugas dan kewenangan inspektorat dijelaskan juga Dalam permendagri No 64 tahun 2017 pasal 3 tugas dan fungsi inspektorat adalah melakukan pengawasan terhadap urusan pelaksanaan pemerintahan daerah kabupaten/kota, pelaksanaan pembinaan atas pelaksanaan pemerintah desa dan pelaksanaan urusan peerintah desa. Pelaksana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 diatas di batasi dan dipersempit dalam pasal 4 adalah sebagai berikut : a. perencanaan program pengawasan, b.  perumusan kebijakan  dan fasilitas pengawasan , c. pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.
Melihat dari hal diatas bahwa tantangan terbesar penyelenggara negara pada umumnya dan secara khusus inspektorat yang diberikan tugas untuk mengawasi perjalanan pemerintahan daerah di tuntut untuk prefesionalisme, akutanbel. Namun dalam kenyataanya  Masing sangat jauh dari harapan karena banyak paraktek penyelenggara negara yang berbelit-belit dan bahkan menyalahgunakan kewenanganya.
Catatan Buram Inspektorat
Kritik terhadap inspektorat biasanya terletak pada situasi tidak independennya lembaga ini. Sebagai bawahan kepala daerah inspektorat kerap sungkan jika harus berseberangan dengan kepala daerah. Dan Kalaupun inspektorat berani laporan akan banyak yang "akan masuk laci", namun apabila inspektorat memilh untuk berlawanan dengan kepala daerah misalnya maka kemudian pegawai inspektorat tersebut dimutasikan.
Pada aspek lain bahwa kualitas Sumber Daya Manusia di inspektorat juga tidak mumpuni, karena masih terdapat pandangan yang keliru dengan menempatkan inspektorat sebagai tempat penampungan atau bahkan tempat buangan. Pandangan ini sangat keliru dan dengan tulisan ini penulis ingin meluruskan serta ingin menjelaskan kepada public bahwa inspektorat merupakan Lembaga yang sangat strategis untuk mencegah praktek KKN bila inspektorat berani jujur dan professional dalam menjalankan tugasnya.
Sementara itu, terkadang tanpa disadari oleh pimpinan, pegawai inspektorat yang telah mendapatkan pelatihan khusus untuk peningkatan kapasitas melakukan pengawasan justru dipromosikan ke instansi lain. Sehingga inspektorat kembali kekurangan SDM.
Dari problem yang disebutkan diatas bahwa pemerintah dan KPK menegaskan dalam mengupaya untuk mengatasi permasalahan di atas. Misalnya, Pemerintah telah mengeluarkan Permendagri 33 tahun 2017 dan 38 tahun 2018 yang mengamanatkan untuk ketersediaan anggaran pengawasan. Selain itu, Kemendagri dan KPK pun telah menginisiasi agar inspektorat didesain menjadi lembaga kuasi vertikal. Salah satu sisi positif dari inisiasi ini adalah inspektorat akan lebih terlindungi dari mutasi sewenang-wenang yang dilakukan oleh Bupati/Walikota, karena mutasi tersebut perlu mendapatkan persetujuan dari Gubernur.
Dalam hal  pengawasan  KPK menilai yang dilakukan oleh inspektorat saat ini jauh dari kata efektif. Dalam kajian KPK bahwa  "Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) di Kementerian/Lembaga, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dirasakan tidak berkontribusi terhadap perbaikan tata kelola pemerintahan".  APIP tidak terlihat mendeteksi atau bahkan mencegah korupsi.21 Dinyatakan lebih lanjut bahwa APIP dipandang lebih sebagai unit organisasi yang merupakan kepanjangan tangan dari pemimpin lembaga dan pemimpin pemerintah daerah.
Dari pendapat yang disampaikan oleh ketua KPK diatas dikarenakan banyaknya kepala daerah dan atau pejabat daerah yang di OTT oleh KPK Sebagai Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), kinerja Inspektorat disorot karena dipandang kurang mampu dalam menjalankan tugasnya. pendapat ini karena maraknya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sejumlah tempat di daerah.
jadi berdasarkan penjelasan diatas bahwa kedepan inspektorat memiliki peran yang sangat strategis dalam perjalanan roda pemerintah di daerah, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan untuk mewujudkan pemerintah yang baik (good governance), peran awal inspektort dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas, audit internal pemerintah harus di maksimalkan. Sebab dalam waktu akhir-akhir ini ada banyak penyelenggara negara di tingkat daerah baik itu propinsi, kabupaten/kota yang di tangkap oleh KPK, maupun yang masuk penjara itu disebabkan karena lemahnya penvegahan dini yang dilakukan oleh inspektorat.
Yang tidak kalah penting adalah inspektorat tidak harus tunduk sama atasan tapi harus tunduk sama aturan perundang-undangan, selama ini kalau inspektorat berani bersuara ada banyak pemerintah daerah yang melakukan tindangkan curang namun karena inspektorat tidak berani melakukan perlawanan maka korupsi didaerah itu akan subur. Pada aspke lain sebagaimana telah disinggung diatas bahwa kepala daerah harus betul melihat kualitas sumber daya manusia yang menempati posisi inspektorat sebab pencagahan tindakan korup penyelenggara negara ditingkat daerah itu itu tergantung sunggu pengawasan internal pemerintah, oleh sebab itu disamping pengalaman dan yang lebih penting adalah kualitas sumber daya manusianya.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H