"Saya lapar, kita harus menemukan sesuatu untuk dimakan," kata Bimo sambil memegangi perutnya yang keroncongan.
"Kita tidak punya apa-apa di sini. Kita harus bertahan," ujar Sari sambil mencoba memikirkan solusi.
Perut mereka semakin keroncongan, dan rasa lapar semakin menyiksa. Keadaan semakin memburuk saat bayangan halusinasi mulai menghantui mereka. Mereka mulai melihat bayangan mengerikan di dinding gua, suara-suara aneh mulai bergema di telinga mereka.
"Kita akan mati di sini," bisik Tomi dengan mimik putus asa.
"Jangan berkata begitu! Kita pasti bisa keluar dari sini," seru Raka yang berusaha untuk tetap tegar.
Perdebatan di dalam gua kecil itu semakin intens dan memanas. Bimo dan Tomi saling berteriak, menyalahkan satu sama lain atas keadaan mereka. Raka mencoba menenangkan mereka, tetapi emosinya sendiri juga mulai meledak.
"Berhenti! Kita harus bekerja sama, bukan saling menyalahkan!" seru Sari. Namun, suaranya malah tenggelam di tengah kekacauan teman-temannya. Ketegangan memuncak ketika Raka dan Tomi saling dorong, hampir terlibat dalam perkelahian kecil.
Mira mencoba memisahkan mereka, tetapi tenaganya tidak cukup kuat. Dalam kekacauan itu, mereka semua mulai merasa sangat mengantuk. Rasa kantuk yang sangat kuat menyerang mereka, membuat mereka berhenti dari semua perdebatan dan perkelahian.
"Apa yang terjadi? Mengapa aku begitu mengantuk?" bisik Sari sebelum matanya terpejam.
Satu per satu, mereka jatuh tertidur di lantai gua yang dingin dan gelap. Rasa lelah, lapar, dan takut perlahan-lahan tergantikan oleh keheningan tidur yang mendalam.
Ketika mereka terbangun, mereka merasa pusing dan bingung. Di sekeliling mereka, sinar obor dan lampu senter menerangi gua. Orang-orang kampung berdiri di sekeliling mereka dengan wajah-wajah penuh kekhawatiran tetapi lega.