Arunacitta pagi itu bermandikan embun dan sinar mentari merah yang muncul dari balik gunung Aruna yang sangat indah. Kota kecil yang terletak di kaki gunung yang hijau dan indah ini dikelilingi oleh hutan lebat. Sungai yang jernih mengalir terus-menerus sehingga menimbulkan suara gemercik air sepanjang hari. Kicauan burung yang sering terdengar menciptakan suasana damai dan tenang.
Penduduk Arunacitta saling mengenal dengan baik dan sering mengadakan acara komunitas seperti festival, pasar malam, dan pameran seni. Di tengah kota terdapat pasar lokal sebagai tempat bertemunya seluruh penduduk dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda.
Di kota kecil yang indah inilah hidup seorang penulis mahsyur bernama Amar. Umurnya 55 tahun, tetapi sudah banyak menghasilkan buku-buku cerita yang menarik masyarakat Arunacitta. Hampir semua penduduk mengenal Amar sebagai penulis yang fenomenal karena bisa memunculkan karakter-karakter fiksi di kehidupan nyata.
Di Arunacitta, orang-orang sangat suka membaca buku karya Amar yang mengagungkan kemolekan Arunacitta karena alamnya yang indah dan warganya yang ramah. Beberapa buku yang hits sepanjang masa adalah: Sang Penjaga Bumi, Kota di Balik Kabut, Jejak-jejak Waktu, Sayap-Sayap Harapan, Di Ujung Pelangi, Labirin Tanpa Akhir, Pintu ke Dunia Lain, Hutan Tanpa Batas, dan Cahaya di Tengah Kegelapan.
Bagi Amar, Arunacitta adalah ladang inspirasi yang sangat luas dan subur untuk menghasilkan buku-buku yang indah. Keindahan dan ketenangan alam Arunacitta memberikan Rama ruang untuk merenung dan membiarkan imajinasinya tumbuh dengan subur. Arunacitta lebih dari sekadar tempat tinggal bagi Amar.
Kota ini juga menjadi sumber inspirasi yang selalu datang sili berganti, mengantarkan imajinasi-imajinasi yang luar biasa ke dalam pikiran Amar. Kreativitas Amar dalam meramu imajinasinya yang luar biasa itu bisa melahirkan karakter-karakter unik yang tidak dimiliki oleh penulis lain di Arunacitta. Hanya Amar yang mampu menampilkan karakter-karakter yang hidup dan penuh warna, seolah-olah mereka benar-benar ada di dunia nyata. Arunacitta adalah laboratorium bagi Amar dalam memproduksi imajinasinya menjadi karakter yang unik.
Suatu malam, Amar duduk bersila menghadap tembok kosong yang ada di dalam ruang kerjanya. Tubuhnya yang gempal hanya dibalut kaos singlet polos dengan celana panjang training berwarna gelap. Amar hendak melakukan meditasi sebagai ritual yang mengawali penulisan cerita fiksinya. Ruang kerja yang biasanya terang bermandikan cahaya, akan memudar selama meditasi.
Amar mulai menutup mata dan membayangkan dunia yang ingin ia ciptakan, membiarkan imajinasinya mengalir tanpa batas. Semakin jauh imajinasinya berkelana, semakin dalam Amar tenggelam dalam meditasinya. Amar sengaja larut bersama imajinasinya sampai dia bisa berdialog dengan pikirannya sendiri.
“Berikan jiwa pada karakter yang hendak saya ciptakan,” kata Amar ketika bertemu dengan pikirannya.
“Siapa?” pikiran Amar bertanya balik.
“Alana”, kata Amar dengan suara yang datar tapi tegas.
“Mengapa harus Alana? Bukan yang lainnya,” kata pikiran Amar.
Amar terdiam sejenak. Dia sedang memikirkan alasan yang tepat agar pikirannya bisa mengabulkan keinginannya untuk menghidupkan karakter Alana di dunia nyata.
“Aku ingin memberikan jiwaku kepadanya. Dia akan mewakili cita-citaku untuk memiliki kekuatan dalam mengendalikan air, api, angin, dan tanah,” ungkap Amar dengan penuh keyakinan.
Amar memang hendak menyelesaikan buku terbarunya yang mengangkat seorang karakter bernama Alana. Alana adalah seorang pejuang dari masa depan yang memiliki kekuatan super untuk mengendalikan elemen alam. Dia dapat memanipulasi api, air, angin, dan tanah sesuka hatinya.
Setelah menjelaskan keinginannya untuk memberi jiwa kepada Alana, Amar semakin larut dalam meditasinya. Kali ini dirinya menghilang sejenak dari pikirannya dan terbang ke masa kecilnya 40 tahun silam. Amar melihat pikiran mudanya yang suka sekali berkhayal tentang pahlawan super yang dapat menyelamatkan dunia dari kekacauan. Amar masih merasakan koneksi yang kuat antara pikiran masa kecilnya dulu dengan karakter yang akan dia ciptakan kelak.
Dalam meditasinya Amar bisa merasakan pesona yang kuat dari Alana sebagai sosok inspirasi yang dicari-cari selama ini. Amar sangat ingin menciptakan karakter yang kuat dan berdaya, yang bisa menjadi simbol harapan dan perubahan. Karakter ini bukan sekadar pahlawan, tetapi juga punya emosi dan kekuatan moral yang bisa menjadi teladan.
Amar terkejut ketika pikirannya berbicara secara langsung kepada dia.
“Kau yakin dengan pilihanmu ini?”
Amar menjawab yakin sambil menganggukkan kepalanya.
Mereka lalu terlibat dalam percakapan yang serius dan mendalam. Pikiran Amar memberikan pertimbangan agar Amar hati-hati dalam menggambarkan karakter Alana agar perannya tidak berlebihan dalam mengemban tugas sebagai pahlawan masa depan. Alana akan diberikan kekuatan super tetapi harus dikontrol oleh Amar dengan beberapa keterbatasan.
“Matanya harus berkilau terus. Suaranya juga harus tegas meskipun terdengar halus. Alana perlu dibekali dengan alat untuk mengendalikan elemen-elemen alam. Dia harus diberi sebuah tongkat sakti yang bisa mengubah apa saja ketika digerakkan oleh Alana.”
Setelah kata-kata ini berlalu, kesadaran Amar normal kembali. Amar membuka matanya dan mendapati dirinya berada di ruang yang gelap. Matanya hanya bisa menangkap warna tembok yang dipantulkan dari cahaya pudar dalam ruang kerjanya.
Amar berdiri dan berjalan menuju meja kerjanya untuk menyalakan lampu utama. Dalam sekejap ruang kerjanya kembali diisi dengan cahaya yang terang seperti biasanya. Amar duduk di kursinya menghadap ke meja kerja yang sudah ditumpuk dengan lembaran kertas kosong.
Pena yang tergeletak di atas tumpukan kertas segera berpindah ke tangan Amar. Dia menulis dengan gerakan tangan yang sangat cepat. Setiap kata mengalir dengan lancar melalui tangannya. Kata-kata tersebut seolah-olah dikirim langsung dari pikirannya. Malam itu, karakter Alana mendapatkan kekuatan dari jiwa Amar sebagai penulisnya. Alana diberi kepribadian, latar belakang, dan tujuan hidupnya dengan sangat detail.
Setelah menyelesaikan bagian terakhir bukunya tersebut, Amar merasa sangat lelah dan tertidur pulas di meja tulisnya. Saat bangun, dia melihat sesuatu yang luar biasa. Di sudut ruangan, berdiri seorang wanita dengan pakaian futuristik yang sama persis dengan sosok Alana yang dia gambarkan dalam bukunya. Mata wanita itu berkilau dengan kekuatan yang tak terlukiskan.
"Siapa kamu?" tanya Amar dengan suara yang bergetar.
"Aku Alana," jawab wanita itu dengan tenang. "Aku datang dari dunia yang kamu ciptakan."
Amar belum begitu yakin dengan pemandangan di depan matanya. Dia mencubit dirinya sendiri untuk memastikan bahwa pengalamannya ini bukanlah mimpi. Di seberang sana, Alana masih tetap berdiri sambil tersenyum dengan penuh keyakinan.
"Bagaimana bisa ini terjadi?" tanya Amar bingung.
"Ini terjadi karena kekuatanmu. Kamu mampu untuk memberikan kehidupan kepada karakter-karakter yang kamu ciptakan," kata Alana dengan tenang.
Alana menjelaskan bahwa setiap kali Rama menulis dengan penuh perasaan dan imajinasi, ia menanamkan sebagian dari jiwanya ke dalam karakter tersebut. Ketika kekuatan ini mencapai puncaknya, karakter-karakter itu dapat muncul di dunia nyata.
Saat itu Amar baru sadar bahwa dia memiliki kekuatan yang luar biasa. Bukunya bukan sekadar cerita, tetapi berisi dimensi kehidupan yang baru. Amar merasa memiliki tanggung jawab yang besar atas setiap goresan karakter yang ditulisnya. Dia harus memastikan bahwa karakter-karakter yang diciptakan memiliki niat baik dan tidak akan membahayakan dunia nyata.
Amar terus menulis, dan menciptakan karakter-karakter baru dengan kekuatan yang unik. Semua karakter dipastikan bisa membawa kebaikan dan inspirasi bagi dunia. Dunia baru yang diciptakan Amar tidak hanya menghibur, tetapi juga memberi harapan dan kebahagiaan bagi semua orang yang membacanya.
Depok, 15/7/2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H