“Alana”, kata Amar dengan suara yang datar tapi tegas.
“Mengapa harus Alana? Bukan yang lainnya,” kata pikiran Amar.
Amar terdiam sejenak. Dia sedang memikirkan alasan yang tepat agar pikirannya bisa mengabulkan keinginannya untuk menghidupkan karakter Alana di dunia nyata.
“Aku ingin memberikan jiwaku kepadanya. Dia akan mewakili cita-citaku untuk memiliki kekuatan dalam mengendalikan air, api, angin, dan tanah,” ungkap Amar dengan penuh keyakinan.
Amar memang hendak menyelesaikan buku terbarunya yang mengangkat seorang karakter bernama Alana. Alana adalah seorang pejuang dari masa depan yang memiliki kekuatan super untuk mengendalikan elemen alam. Dia dapat memanipulasi api, air, angin, dan tanah sesuka hatinya.
Setelah menjelaskan keinginannya untuk memberi jiwa kepada Alana, Amar semakin larut dalam meditasinya. Kali ini dirinya menghilang sejenak dari pikirannya dan terbang ke masa kecilnya 40 tahun silam. Amar melihat pikiran mudanya yang suka sekali berkhayal tentang pahlawan super yang dapat menyelamatkan dunia dari kekacauan. Amar masih merasakan koneksi yang kuat antara pikiran masa kecilnya dulu dengan karakter yang akan dia ciptakan kelak.
Dalam meditasinya Amar bisa merasakan pesona yang kuat dari Alana sebagai sosok inspirasi yang dicari-cari selama ini. Amar sangat ingin menciptakan karakter yang kuat dan berdaya, yang bisa menjadi simbol harapan dan perubahan. Karakter ini bukan sekadar pahlawan, tetapi juga punya emosi dan kekuatan moral yang bisa menjadi teladan.
Amar terkejut ketika pikirannya berbicara secara langsung kepada dia.
“Kau yakin dengan pilihanmu ini?”
Amar menjawab yakin sambil menganggukkan kepalanya.
Mereka lalu terlibat dalam percakapan yang serius dan mendalam. Pikiran Amar memberikan pertimbangan agar Amar hati-hati dalam menggambarkan karakter Alana agar perannya tidak berlebihan dalam mengemban tugas sebagai pahlawan masa depan. Alana akan diberikan kekuatan super tetapi harus dikontrol oleh Amar dengan beberapa keterbatasan.