Â
Sorotan terhadap kelambanan tim medis Indonesia dalam kasus kematian atlet bulu tangkis China Zhang Zhie Jie dalam turnamen bulu tangkis Asia pada 30 Juni lalu menambah panjang daftar korban jiwa dalam turnamen olahraga yang dipicu oleh aturan dan prosedur birokrasi pertandingan.Â
Baik aturan federasi cabang olahraga maupun birokrasi pertandingan di lapangan, acap kali menghambat tim medis untuk bertindak secepat mungkin dalam menangani korban yang berada dalam situasi darurat. Â
Aturan federasi dan birokrasi pertandingan sama-sama kaku sehingga cenderung memperlambat penanganan korban yang sudah tumbang di lapangan pertandingan.Â
Akibatnya, tim medis harus berpacu dengan waktu yang terus berkurang untuk menangani korban yang kondisinya semakin kritis, lantaran telah kehilangan waktu pertolongan di detik-detik pertama setelah jatuh.
Dari kasus Zhang Zhie Jie ini diketahui bahwa tim medis baru boleh masuk ke lapangan untuk pertama kalinya setelah 40 detik atlet muda China ini jatuh. Artinya, korban didiamkan begitu saja hanya karena menunggu izin dari wasit selama 40 detik. Padahal, dalam kasus henti jantung seperti Zhang, kecepatan penanganan merupakan tindakan tepat yang bisa meningkatkan peluang hidupnya.
Keterlambatan tim medis hingga 40 detik telah membuat kemampuan bertahan hidup korban turun drastis, dan berpotensi memicu terjadinya kerusakan permanen pada organ-organ vital, terutama otak dan jantung.Â
Dalam kronologi penanganan Zhang, total waktu yang dibutuhkan sejak tim medis pertama kali masuk ke lapangan hingga pijat jantung di rumah sakit kurang lebih 10 menit lamanya.Â
Menurut pakar penyakit jantung, waktu tersebut terlalu lama dan pasti terlambat, sehingga tim medis dianggap lalai dalam menyelamatkan nyawa Zhang.
Kematian atlet bulu tangkis China Zhang Zhie Jie dalam turnamen bulu tangkis Asia di Yogyakarta, pada 30 Juni lalu, menunjukkan kombinasi yang buruk antara kesigapan tim medis serta aturan federasi dan prosedur birokrasi pertandingan yang kaku.Â
Namun, dalam paparan faktanya, tim medis yang paling banyak disalahkan lantaran merekalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam  menjamin kesehatan dan keselamatan atlet selama turnamen berlangsung.
Garda Terdepan Keselamatan Atlet
Tim medis sebagai garda terdepan dalam menangani keselamatan atlet harus bisa memastikan bahwa atlet mendapatkan perawatan medis, sehingga kesehatan dan keselamatan mereka akan terjaga selama kompetisi.Â
Atlet yang terluka atau sakit, akan menerima perawatan medis yang cepat dan tepat. Tim medis harus bisa merespons dengan cepat untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dari cedera atau kondisi medis yang dialami oleh atlet.
Agar bisa memberikan respons yang cepat dan tepat, tim medis bisa melakukan intervensi medis dalam situasi yang serius, seperti cedera fisik yang mencakup patah tulang, cedera kepala, atau luka berat yang memerlukan penanganan medis dengan segera.Â
Tim medis juga bisa mengintervensi untuk menangani atlet yang menghadapi kondisi medis mendadak seperti serangan jantung, stroke, atau kejang-kejang yang berpotensi mengancam nyawa atlet.
Peran tersebut menunjukkan vitalnya tenaga medis sebagai garda terdepan dalam menyelamatkan ancaman terhadap hidup atlet. Tim medis sangat berperan dalam membuat evaluasi untuk memutuskan tindakan lanjutan terhadap kondisi atlet.Â
Oleh karena itu, tim medis harus mampu melakukan penilaian cepat terhadap kondisi atlet dan menentukan tindakan medis yang diperlukan.Â
Penilaian ini berkaitan dengan tanggung jawab mereka untuk menstabilkan kondisi atlet di lapangan. Dalam situasi ini, tim medis bisa mengatur evakuasi ke rumah sakit atau fasilitas medis lainnya.
Peran dan tanggung jawab tim medis sebagai garda terdepan keselamatan atlet perlu didukung dengan pengetahuan tentang cedera dan keterampilan penanganannya.Â
Terkait dengan vitalnya tenaga medis, mengikuti pelatihan reguler tentang penanganan cedera dan situasi darurat medis menjadi kebutuhan mutlak, untuk memastikan mereka siap menghadapi berbagai situasi.Â
Selain itu, tim medis juga perlu berkomunikasi secara intens dengan atlet dalam rangka memberikan edukasi tentang pentingnya kesehatan dan keselamatan, serta bagaimana merespons jika mereka atau rekan tim mengalami cedera.
Berbekal pengetahuan dan keterampilan penanganan cedera, tim medis dapat merekomendasikan kepada wasit atau pejabat pertandingan untuk menghentikan sementara pertandingan terkait dengan kondisi cerdera yang dialami atlet.Â
Bahkan, dalam situasi gawat, tim medis bisa memberikan rekomendasi agar atlet yang cedera bisa ditarik dari permainan untuk mencegah cedera lebih lanjut sekaligus memastikan keselamatan mereka.
Menempati garda terdepan untuk keselamatan atlet dalam pertandingan, tidak sedikit pun membuat tim medis menjadi elemen yang istimewa dalam sebuah turnamen.Â
Alih-alih istimewa, tim medis sering kali terlibat dalam situasi yang dilematis, di mana mereka harus berhadapan dengan tuntutan untuk menjunjung tinggi etika medis dengan aturan dan prosedur birokrasi pertandingan secara bersamaan, di bawah situasi yang penuh dengan tekanan.
Primum Non Nocere
Primum non Nocere merupakan prinsip utama dalam etika medis yang artinya pertama, jangan membahayakan.Â
Prinsip ini menjadi tuntunan semua petugas medis untuk mengutamakan keselamatan nyawa tanpa membahayakan kondisi fisik korban. Artinya, tim medis berkewajiban untuk melakukan segala upaya untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah cedera lebih lanjut.
Prinsip tersebut menjadi etika atau kode etik yang yang mengikat profesi dokter dan tenaga medis. Semua tenaga medis, termasuk tim medis olahraga memiliki kewajiban profesional dan terikat pada kode etik profesional yang menempatkan keselamatan pasien sebagai prioritas tertinggi.Â
Dalam situasi darurat, mereka harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan nyawa, meskipun itu berarti mengabaikan prosedur pertandingan.
Oleh karena itu, demi menyelamatkan nyawa manusia prosedur penanganan pasien dalam dunia medis sangat kompleks. Prinsip ini berlaku juga untuk tim medis dalam menangani atlet yang mengalami insiden di lapangan.Â
Dengan kompleksitas prosedur tersebut, tim medis memerlukan waktu untuk membuat keputusan yang tepat terkait kondisi dan penanganan lanjutan pasien.
Dalam olahraga, waktu yang tersedia bagi tim medis untuk membuat keputusan yang akurat sangat terbatas. Selain itu, para tenaga medis harus menghadapi tekanan dari tim atlet, federasi, wasit, panitia, hingga publik.Â
Situasi ini sering kali membuat tim medis "dipaksa" untuk membuat keputusan yang sangat cepat di bawah tekanan tinggi. Keterbatasan waktu ini dapat mengakibatkan kesalahan atau penilaian yang tampak tidak memadai setelah insiden terjadi.
Prosedur medis dalam situasi darurat yang sangat kompleks ini sering menjadi ganjalan bagi petugas medis untuk menegakkan etika medis dalam menangani atlet yang cedera di lapangan.Â
Hasilnya terkadang tidak sesuai harapan meskipun semua langkah yang diambil sudah benar dan sesuai dengan prosedur penanganan cedera. Apalagi publik yang tidak sepenuhnya paham dengan protokol medis dan batasan-batasan yang dihadapi oleh tim medis, pasti akan memandang bahwa kegagalan menangani pasien merupakan kelalaian tim medis.
Padahal, banyak faktor lain yang berkontribusi terhadap insiden yang dialami atlet, seperti kondisi kesehatan atlet sebelumnya atau faktor-faktor non-medis.Â
Publik sering kali memiliki ekspektasi yang tidak realistis tentang apa yang dapat dilakukan tim medis dalam situasi darurat. Ketika hasilnya tidak sesuai harapan, mereka cenderung menyalahkan tim medis.
Birokrasi Pertandingan
Ketika berada dalam sebuah turnamen, tim medis bukanlah sebuah entitas yang berdiri sendiri dan memiliki otonomi istimewa dalam menangani atlet yang cedera selama kompetisi.Â
Tim medis tidak boleh bertindak sendirian ketika terjadi cedera pada atlet meskipun penanganan insiden tersebut masuk dalam ranah peran dan tanggung jawabnya.
Tim medis terikat pada sejumlah aturan dari federasi cabang olahraga dan prosedur birokrasi pertandingan di lapangan. Aturan federasi yang terkait dengan peran tim medis biasanya berupa protokol yang mengatur kapan dan bagaimana tim medis dapat mengintervensi selama pertandingan.Â
Sementara prosedur birokrasi pertandingan biasanya berupa izin wasit kepada tim medis untuk melaksanakan protokol medis dari federasi olahraga.
Banyak federasi olahraga memiliki protokol standar yang mengatur waktu dan mekanisme tim medis untuk menolong  atlet yang cedera selama pertandingan.Â
Semua pekerjaan tim medis selama menolong atlet harus dilakukan dengan cara yang terorganisir, dan tetap menjalin koordinasi dengan wasit agar tidak mengganggu alur pertandingan. Dalam praktiknya, federasi olahraga sering memiliki prosedur ketat yang harus diikuti oleh tim medis.
Jika prosedur ini tidak efektif atau tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, pasti akan membatasi tindakan yang bisa diambil tim medis di lapangan.Â
Di sinilah protokol federasi olahraga menjadi tidak memadai dalam penanganan situasi darurat. Ketidaksempurnaan protokol ini kerap kali diarahkan menjadi kesalahan tim medis meskipun mereka sudah bekerja sesuai protokol.
Aturan dan protokol ferderasi olahraga merupakan bagian dari prosedur birokrasi pertandingan yang harus dipatuhi tim medis selama turnamen berlangsung.Â
Di lapangan pertandinganlah berlaku prosedur birokrasi pertandingan yang sebenarnya yang supremasinya berada di tangan wasit atau pejabat pertandingan lainnya. Prosedur birokrasi pertandingan inilah yang akan menentukan cepat atau lambannya tim medis bergerak ke dalam lapangan untuk memberikan pertolongan pertama kepada atlet yang cedera.
Kolaborasi Tim Medis-Federasi-Birokrasi Pertandingan
Secara normatif telah diatur bahwa untuk mendukung peran dan tanggung jawab profesinya, tim medis berhak mengambil langkah darurat dan mengabaikan prosedur pertandingan demi menyelamatkan nyawa seorang manusia. Keselamatan manusia berada di atas semua aturan dan prosedur yang ada. Ini adalah prinsip dasar dalam etika medis dan tanggung jawab profesional tim medis.
Untuk mendukung tugas mulia ini federasi-ferderasi olahraga telah membuat prosedur darurat berupa protokol yang mengizinkan tim medis untuk menghentikan pertandingan sementara dan memberikan perawatan darurat ketika diperlukan.Â
Prosedur darurat ini tentu didasari pada prioritas kemanusiaan yang memberikan nilai kehidupan manusia di posisi tertinggi daripada kepatuhan terhadap aturan pertandingan.Â
Artinya, mengabaikan keselamatan atlet demi mematuhi prosedur dapat dikenai konsekuensi moral dan sanksi hukum yang serius bagi tim medis dan penyelenggara acara.
Dalam relasi kerja antara tim medis dengan federasi olahraga dan petugas birokrasi pertandingan, penerapan prosedur darurat selalu mempertimbangkan kemungkinan insiden yang mengancam nyawa. Kolaborasi ini untuk memastikan protokol yang ada mendukung keselamatan atlet tanpa menghambat intervensi medis yang diperlukan.
Tim medis diizinkan mengambil langkah darurat dan mengabaikan prosedur pertandingan untuk menyelamatkan nyawa seorang manusia. Keputusan ini tidak hanya didukung oleh etika medis dan profesionalisme, tetapi juga oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menempatkan kehidupan manusia di atas segala aturan dan prosedur.
Untuk mengantisipasi spekulasi miring dan tuduhan yang tidak akurar terhadap peran tim medis, federasi olahraga dan birokrasi pertandingan diharapkan bisa memberikan informasi secara transparan kepada publik, terutam fans, pendukung atau suporter cabang olahraga tentang insiden fatal yang menimpa atlet.Â
Tim medis mungkin tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan tindakan mereka secara menyeluruh, yang mengarah pada kesalahan persepsi. Namun, federasi olahraga bisa mewakili tim medis untuk berkomunikasi secara intens dengan publik, untuk mengurangi kesalahpahaman yang terjadi selama ini.
Depok, 4/7/2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H