Presiden Joko Widodo telah menetapkan 9 nama panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan (Capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029. Pansel Capim Dewas KPK ini akan diisi oleh 5 unsur pemerintah dan 4 unsur dari masyarakat. Presiden menunjuk Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh sebagai Ketua Pansel. Pansel ini diberikan tugas untuk mencari Pimpinan KPK periode 2024-2029. Selaon itu, Pansel juga akan memilih Dewas KPK yang memiliki tugas strategis untuk mengontrol pekerjaan pimpinan KPK yang wewenangnya sulit dikontrol oleh DPR maupun Presiden.Â
Secara formal Dewas KPK memiliki tugas kelembagaan untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK; Memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan; Menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai KPK; Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai KPK; Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai KPK.
Sejak dibentuk, Dewas KPK telah mengeluarkan rekomendasi paling bersejarah terhadap Pimpinan KPK yaitu pelanggaran berat terhadap kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Rekomendasi Dewas KPK ini bermuara pada pencopotan Firli Bahuri dari jabatannya sebagai Ketua KPK.
Dasar rekomendasi tersebut adalah adanya dugaan pemerasan yang dilakukan secara langsung oleh Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang kasusnya sedang ditangani oleh KPK. Terungkapnya kasus pemerasan ini berbuntut panjang terhadap rekam jejak dan reputasi Firli Bahuri selama menjabat sebagai Ketua KPK. Semua perilaku Firli yang memanfaatkan jabatannya sebagai Ketua KPK untuk memperkaya diri sendiri kemudian dibeberkan oleh media massa.
Definisi Korupsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. World Bank pada 2000 merilis definisi korupsi sebagai "penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.
Sedangkan korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Para pelaku korupsi juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut dengan menyalahgunakan jabatan.
Lembaga Transparency International yang setiap tahunnya merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan tidak pantas dan melanggar hukum oleh pejabat publik, baik politisi atau pegawai negeri, demi memperkaya diri sendiri atau orang-orang terdekat dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan oleh rakyat.
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengelompokkan korupsi ke dalam 7 jenis utama, yaitu kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Dari definisi tersebut, korupsi ternyata memiliki 5 elemen utama, yaitu: Korupsi adalah sebuah perilaku; Ada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan; Dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok; Melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral; Terjadi atau dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta.