Kepala Daerah Berusia Muda
Sejak Pilkada pertama diselenggarakan tahun 2005, mayoritas calon kepala daerah yang mendaftar adalah mereka yang berusia tua, yaitu di atas 40 tahun.Â
Saat itu untuk mengidentifikasi calon kepala daerah berusia muda masih cukup sederhana, yaitu mereka yang berusia 40 tahun. Untuk calon kepala daerah berusia muda ini tidak begitu banyak yang mendaftar, kalaupun mendaftar masih sedikit sekali yang menang.
Namun, eskalasi partisipasi orang muda dalam pilkada mulai terlihat ketika periode pilkada sudah memasuki pilkada serentak yang dimulai tahun 2015. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat ada 20 kepala daerah terpilih dan 17 wakil kepala daerah terpilih yang berusia kurang dari 34 tahun. Itu artinya, 13,7 persen daerah yang melaksanakan Pilkada 2020, akan dipimpin oleh kepala daerah berusia muda atau kaum milenial (Beritasatu.com, 10/1/2020).
Dengan adanya Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengatur batas penentuan usia calon dihitung saat calon terpilih dilantik, memberi ruang yang lebih besar lagi kepada anak-anak muda berusia di bawah 30 tahun untuk mendaftarkan diri menjadi calon gubernur/wakil gubernur, dan calon bupati atau wali kota dan wakilnya.
Perubahan ini tidak hanya membuka jalan bagi anak muda menuju puncak kekuasaan eksekutif di daerah, tetapi sekaligus sebagai ajang pembuktian kemampuan anak muda dalam memimpin daerahnya.
Baca juga:
Preferensi Politik Milenial Cermin Masa Depan Bangsa
Putusan MA tentang batas minimal calon kepala daerah ini ternyata tidak sekadar melahirkan kontroversi tentang motif dan wewenang MA tetapi juga memicu lahirnya paradigma baru dalam pelaksanaan kontestasi politik di daerah. Paradigma tersebut, di antaranya adalah:
1. Peningkatan Jumlah Kandidat Muda