Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilkada 2024 dan Bayang-bayang Dinasti Politik

23 Mei 2024   15:33 Diperbarui: 30 Mei 2024   07:00 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Calon Kepala Daerah. (Sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Pilkada merupakan sarang bagi keluarga para politisi yang sudah punya kekuasaan untuk bertarung demi melanggengkan kekuasaannya melalui pewarisan kekuasaan kepada penerusnya, yaitu kerabat sendiri. 

Apalagi pilkada dengan jangkauan politiknya berskala lokal sehingga memungkinkan keluarga-keluarga yang berpengaruh di dalam daerahnya akan terus bertarung demi kekuasaan.

Lahirnya putusan MK yang melegalkan praktik politik dinasti di Indonesia harus disikapi dengan kritis, karena kekhawatiran terhadap tumbuhnya dinasti politik secara masif  bisa saja semakin sulit dikendalikan. 

Faktanya, pasca lahirnya putusan MK tersebut, fenomena politik dinasti telah meningkat tajam dari tahun 2015 ke tahun 2020. Tahun 2015 diketahui terdapat 52 calon kepala daerah yang memiliki hubungan kekerabatan dengan petahana. Dalam Pilkada 2020 sebanyak 158 calon diketahui berafiliasi dengan kepala daerah petahana.

Bayang-bayang Dinasti Politik

Dinasti politik bisa diartikan sebagai kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih memiliki hubungan darah atau kekerabatan, di mana rekrutmen politik dan sirkulasi kekuasaan hanya berputar pada kerabat dan keluarga petahana. 

Regenerasi politiknya pun lamban dan lebih mengutamakan ikatan genealogis ketimbang merit sistem yang berbasis prestasi. Tujuannya adalah melanggengkan kekuasaan dalam satu keluarga saja.  

Model dinasti politik ini hidup pada zaman kerajaan sehingga praktiknya sekarang dianggap kuno atau primitif. Meski demikian, dinasti politik ternyata banyak digandrungi oleh para penguasa modern yang hidup di alam demokrasi sekarang. 

Fenomena ini marak kembali ketika sistem pemerintahan Indonesia menganut pemilihan kepala daerah langsung tahun 2005, di mana sejumlah kepala daerah berhasil memperkuat kedudukan mereka melalui dinasti politik.

Daerah-daerah yang dikenal begitu kental dengan praktik dinasti politiknya akan memiliki kepala daerah yang berkuasa penuh selama 2 periode kemudian diteruskan oleh kerabatnya melalui pilkada. 

Sebut saja Banten yang berhasil mempertahankan dominasi kekuasaan di tangan keluarga Ratu Atut, Gubernur Banten yang menjabat dari 2007 hingga 2015 (dua periode). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun