Proses seleksi kandidat ini sendiri merupakan tahapan krusial dalam proses politik, karena pemilihan calon yang tepat akan menjadi input dari proses pilkada yang panjang.Â
Dalam proses inilah motif dan kepentingan partai akan bertemu dengan ambisi calon sekaligus kepentingan petahana untuk melanggengkan kekuasaan.Â
Pada posisi inilah hubungan kekerabatan antara kandidat dengan petahana dijadikan faktor utama dalam proses penentuan calon kepala daerah dari partai politik.
Hubungan kekerabatan yang dimiliki dengan petahana dinilai memiliki kesempatan untuk memperoleh jumlah suara yang lebih tinggi. Kekerabatan ini memiliki kemampuan untuk memanfaatkan keuntungan yang diwariskan guna meraup dukungan yang lebih besar dari rakyat dengan memanfaatkan nama besar petahana.Â
Pengusungan calon kepala daerah melalui hubungan kekerabatan dengan petahana atau yang dikenal sebagai dinasti politik ini  kemudian menimbulkan pro kontra dalam kehidupan berdemokrasi.
Pro-Kontra Dinasti PolitikÂ
Dinasti politik merujuk pada fenomena di mana kekuasaan politik secara berkelanjutan dipegang oleh anggota-anggota dari keluarga yang sama, dengan cara meneruskan posisi politik dari satu generasi ke generasi berikutnya.Â
Kekerabatan dalam politik ini berakar pada kekuatan ekonomi, pengaruh sosial, dan akses ke jaringan politik yang luas, yang terjadi di berbagai tingkat pemerintahan daerah maupun nasional.Â
Dinasti politik ternyata tidak dimonopoli oleh negara-negara yang menganut sistem kerajaan atau monarki saja, tetapi bisa juga muncul dalam sistem pemerintahan demokrasi modern.
Pertanyaannya adalah apakah fenomena dinasti politik yang selalu muncul dalam kontestasi politik di Indonesia selama ini tidak menciderai prinsip-prinsip demokrasi yang dianut oleh Indonesia sebagai negara modern? Sampai sejauh mana praktik dinasti politik bisa ditolerir dalam sebuah sistem politik yang demokratis?
Potensi dinasti politik mencederai sistem pemerintahan demokrasi itu sudah pasti melalui rusaknya sendi-sendi demokrasi pada pemerintahan daerah.Â