Pengalaman pahit bangsa ini dalam menghadapi kondisi krisis ekonomi 1997-1998 membuat ingatan saya kembali pada masa 16-17 tahun yang lalu. Saya termasuk generasi hits 80-90 yang terimbas juga oleh “krisis moneter” waktu itu. Di masa awal krisis, medio Juli 1997, perusahaan saya menyelenggarakan satu hajatan besar, memberangkatkan 1000 karyawannya berwisata ke pulau Seribu dengan naik kapal mewah, “Awani Dream”
Menjelajahi bagian dalam kapal, seolah kita dibawa ke alam mimpi. Aneka hiburan tersedia dalam satu tempat, musik, movie, food dan jenis tontonan lain yang tidak biasa. Kamar penumpang pun didesain layaknya hotel berbintang, sangat nyaman. Pengalaman dua hari di kapal mewah tersebut menyisakan suka yang dalam, dan semua penumpang tidak menyadari akan datangnya duka berkepanjangan setelah itu.
Sepulang dari acara “Tour Awani Dream”, gonjang-ganjing krisis mulai terdengar. Nilai tukar rupiah mulai tidak stabil, harga elektronik meroket tajam mengikuti harga kebutuhan pokok. Saya yang belum paham betul apa arti krisis ekonomi hanya banyak mendengar dari keluhan pimpinan perusahaan yang memprediksi akan banyak karyawan yang di PHK.
Yang saya ingat dengan baik adalah aplikasi pengajuan kredit elektronik dan furniture di meja kerja saya menurun sangat tajam. Kinerja bagian penjualan mengalami nilai yang tidak biasa, sangat rendah sepanjang tiga tahun masa kerja saya waktu itu.
Menginjak bulan Agustus 1997, datanglah awan gelap itu. Satu persatu dari kami dipanggil pihak HRD untuk menerima “surat cinta” pemberhentian kerja. Setiap hari perasaan was-was selalu ada, menanti kapan giliran untuk menghadap. Belum lagi berita di luaran yang lebih membuat hati deg-degan, campur aduk antara perasaan takut, sedih dan harap-harap cemas. Ditambah oleh informasi penundaan tanggal pencairan gaji. Klop sudah rasa khawatir itu.
Dari sekitar 200-an karyawan, secara bertahap mendapat kado “PHK” dan hingga akhir 1997, sudah lebih dari separuh teman yang mengalami nasib pahit itu. Kondisi perusahaan benar-benar tidak menentu. Saya hanya bisa berharap semoga lolos dari eksekusi itu.
Selama masa krisis, saya, keluarga, dan mungkin banyak orang waktu itu benar-benar harus hidup sangat hemat. Seringkali malah hanya berlauk sambal dan kerupuk, untuk bisa bertahan sampai akhir bulan. Gaji benar-benar tidak mencukupi dengan kondisi kenaikan harga-harga bahan pokok. Jangankan untuk beli barang-barang yang berdasar keinginan, untuk bisa makan tiga kali sehari saja sudah sangat bersyukur.
Belum lagi kondisi Indonesia secara umum. Generasi sekarang yang berumur 20-30 tahun masih belum mengerti apa itu krisis moneter dan dampaknya waktu itu. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997-1998 disebabkan oleh dua penyebab utama, yaitu krisis perbankan dan hutang swasta yang melambung tinggi. Terdapat berbagai kelemahan dalam sistem perbankan Indonesia. Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan sejak pertengahan tahun 1980an, mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan. Tidak ada hukuman bagi bank-bank yang melanggar aturan dan banyak sekali bank yang sesungguhnya tidak cukup modal (undercapitalized) dibiarkan beroperasi.
Perbankan yang seharusnya menjadi lembaga perantara keuangan guna memastikan sistem keuangan dan perekonomian berjalan secara efektif dan efisien justru menjadi korban langsung krisis akibat neracanya yang tidak sehat. Di sisi lain, stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek juga menciptakan kondisi ketidakstabilan. Menurut data Bank Dunia (1998), antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85 persen dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta.
Akibat dahsyat krisis moneter 1997-1998 ;
·Perekonomian Indonesia sudah di ambang kebangkrutan. Produksi macet, tingkat suku bunga meroket, perbankan dan lembaga-lembaga lainnya merosot. Cadangan devisa menipis karena ekspor tersendat, sedangkan kebutuhan impor tidak mungkin di tekan terus, investasi asing langsung maupun tidak langsung hampir berhenti total dan pencairan pinjaman luar negeri yang telah disepakati mengalami penundaan. Sementara itu, inflasi meningkat gila-gilaan, jumlah pengangguran meledak mencapai belasan juta, dan sekitar 49,5 juta orang penduduk Indonesia berada dijurang kemiskinan.
[caption id="attachment_355075" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : seputarforex.com"][/caption]
·Kerawanan sosial timbul dengan cepat, rangkaian aksi kerusuhan mencapai puncaknya ditandai dengan meletusnya Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998,yang menewaskan empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru tajam. Tragedi ini menjadi bagian pemicu bagi rangkaian kerusuhan yang lebih besar pada tanggal 13-15 Mei di berbagai daerah, yang menimbulkan korban ratusan jiwa dan harta benda. Di Jakarta saja diperkirakan kerugian bangunan fisik mencapai 2,5 triliun akibat kerusuhan massa, perusakan, pembakaran, penjarahan hingga tindakan asusila.
[caption id="attachment_355076" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : siperubahan.com"]
·Langkah penyelamatan industri perbankan pasca krisis moneter 98 memakan biaya 650 triliun. Untuk BLBI sebesar 225 triliun dan penerbitan obligasi rekapitalisasi perbankan sebesar 425,5 triliun dan bunga obligasi rekap yang masih harus dibayar melalui APBN sebesar 60 triliun hingga tahun 2021. Dan ini menjadi tanggungan rakyat bukan pemilik bank yang telah menerima dana talangan dari pemerintah.
Bercermin dari peristiwa kelam tersebut, saat ini Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia berusaha untuk menjaga kestabilan sistem keuangan, agar hal-hal buruk yang telah terjadi tidak terulang dalam kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia di masa mendatang.
Apa itu Sistem Keuangan,
Sistem keuangan adalah kumpulan institusi dan pasar yang saling berinteraksi dengan tujuan mobilisasi dana dari surplus unit (pihak yang kelebihan dana) ke defisit unit (pihak yang kekurangan dana), dengan menggunakan instrumen keuangan.” Secara sederhana dapat diilustrasikan pada bank, pasar modal, atau lembaga keuangan non bank.
Sistem keuangan merupakan bagian integral dari sistem perekonomian suatu negara. Melalui sistem keuangan ini, pemerintah (melalui usaha perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non bank) dapat mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang mengalami defisit. Dengan menjaga stabilitas sistem keuangan, akan menciptakan kepercayaan dan lingkungan yang mendukung bagi nasabah penyimpan dan investor untuk menanamkan dananya pada lembaga keuangan, termasuk menjamin kepentingan masyarakat terutama nasabah kecil.
Kepercayaan masyarakat umum sebagai pemilik modal untuk menyalurkan dananya ke bank terkait erat dengan system yang ada. Kondisi saat ini diwujudkan dengan adanya Lembaga Penjamin Simpanan yang memberi rasa aman dan tenang pada masyarakat, sehingga tidak akan menarik dananya secara besar-besaran (rush) seperti yang terjadi pada 1997-1998 lalu.
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya Stabilitas Sistem Keuangan
1.Kestabilan sistem keuangan akan membentuk pasar yang sehat, terkontrol dan alokasi dari berbagai sumber daya yang ada dapat dikondisikan secara optimal;
2.Kestabilan sistem keuangan berdampak langsung dengan kesehatan dunia perbankan, dengan sistem keuangan yang stabil dunia perbankan dapat menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat secara maksimal, tentu hal ini juga akan mempengaruhi sektor riil;
3.Dengan stabilnya sistem keuangan akan mempengaruhi perputaran jumlah uang beredar di masyarakat karena sistem keuangan berjalan dengan baik, sehingga inflasi pun dapat dikendalikan;
4.Biaya dari instabilitas sistem keuangan dapat ditekan karena pengaruh dari instabilitas tersebut menyerang langsung sektor keuangan yang mempunyai biaya restrukturisasi yang tidak murah, seperti sektor perbankan; dan
5.Instabilitas sistem keuangan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap terjadinya krisis moneter, sehingga diperlukan upaya yang maksimal dalam menjaga stabilitas sistem keuangan . Apalagi, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) memberikan pengaruh langsung terhadap stabilitas makro dalam sebuah sistem perekonomian begitu pun sebaliknya. Saat stabilitas makro bergejolak stabilitas keuangan pun akan mendapatkan dampaknya.
Siapa saja yang bertanggung jawab terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
- Otoritas Jasa keuangan
[caption id="attachment_355078" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : penulis.web.id"]
OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan. OJK menjalankan kebijakan mikroprudensial. Lembaga ini didirikan berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011. Dan secara resmi menjalankan tugasnya setelah 31 Desember 2013.
- Bank Indonesia
[caption id="attachment_355079" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : semartistics.blogspot.com"]
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dan mempunyai tugas sebagai berikut :
[caption id="attachment_355092" align="aligncenter" width="239" caption="sumber : chibechan.wordpress.com"]
Arah kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2014 tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Sedangkan di bidang makroprudensial, arah kebijakan BI diarahkan untuk memitigasi (meringankan) risiko sistemik di sektor keuangan serta pengendalian kredit dan likuiditas agar sejalan dengan pengelolaan stabilitas makroekonomi.
- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
[caption id="attachment_355098" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : dokumen pribadi"]
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan pada 22 September 2004.
Lembaga ini berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya, nilai yang dijamin sebesar dua miliar rupiah. Tugas LPS adalah melaksanakan penjaminan simpanan, melaksanakan penyelamatan bank gagal sistemik dan melaksanakan penyelesaian bank gagal non-sistemik. Dengan adanya LPS ini uang kita yang dijamin sebesar dua milliar rupiah.
- Kementerian Keuangan.
[caption id="attachment_355099" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : jogohera.blogspot.com"]14163884571000698561
Keempat institusi tersebut dalam berkoordinasi menjalankan tugas membentuk Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK).
Penerapan Kebijakan Makroprudensial dalam menjaga stabilnya Sistem Keuangan
Pengertian :
-Menurut International Monetary Fund (IMF) menyatakan, bahwa Kebijakan Makroprudensial adalah kebijakan yang memiliki tujuan utama untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan peningkatan risiko sistemik.
-Menurut BIS, Kebijakan Makroprudential adalah kebijakan yang ditujukan untuk membatasi risiko dan biaya krisis sistemik.
-diantaranya dengan adanya pengawasan pemberian kredit di sektor tertentu seperti CPO, batu bara dan properti.
Bentuk nyatanya adalah keluarnya peraturan tentang
- Loan to Value (LTV) tentang besarnya DP (down payment) untuk kredit perumahan di atas 70 m2 (mewah) sebesar 30% dan Kredit Kendaraan Bermotor sebesar 20-30%. Hal ini dilakukan untuk memperkuat tambahan permodalan guna mengantisipasi kondisi siklikal. Peraturan ini bukan dimaksudkan untuk membatasi keinginan publik dalam kepemilikan rumah. Namun,ditujukan untuk mengatur besaran uang muka KPR rumah tipe besar dan mewah (di atas 70 m2) dan larangan inden kredit perumahan rakyat (KPR) untuk rumah kedua dan ketiga. Ini dimaksudkan juga untuk mengerem laju harga properti yang naik sangat signifikan dan tidak mencerminkan harga yang sebenarnya, karena tingginya permintaan. Aturan ini berlaku sejak 30 September 2013, dan berlaku untuk bank konvensional, bank syariah, dan unit usaha syariah.
Aturan tertuang dalam surat edaran BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 tentang penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan pemberian kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Di mana sekaligus mencabut aturan sebelumnya Surat Edaran No 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012.
- Penurunan batas atas GWM-LDR (Giro Wajib Minimum dan Loan to Deposit) dari 100% menjadi 92%, sehingga angkanya menjadi 78%-92% dan supervisory action untuk menjaga pertumbuhan kredit pada kisaran 15-17%. Ini dilakukan untuk memperkuat kredit dan penghimpunan dana yang prudent.
- Dan pengaturan transparansi informasi suku bunga dasar kredit (SBDK) untuk meningkatkan transparansi pricing suku bunga kredit, sekaligus mencerminkan efektifitas transmisi suku bunga kebijakan dari bank sentral.
Dalam penanganan likuiditas yang sangat berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat, BI menjalankan bantuan likuiditas melalui (pemberi pinjaman terakhir) Lender-of-Last Resort (LoLR). Kebijakan ini mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik dan ini membuat kita sebagai masyarakat pengguna jasa keuangan (bank) tidak perlu panik dan tetap percaya pada kemampuan Pemerintah dalam menjaga kepentingan publik.
Bank Indonesia bekerjasama dengan OJK tetap melakukan pengawasan terhadap beroperasinya bank-bank, untuk mencegah terjadinya lost control seperti pada tahun-tahun sebelum krisis moneter 1997/1998.
[caption id="attachment_355100" align="aligncenter" width="300" caption="sumber :www.slideshare.net"]
Peranan masyarakat terhadap Stabilnya Sistem keuangan
Sekarang tiba giliran kita sebagai masyarakat pengguna jasa keuangan dalam mendukung kondisi stabilnya system keuangan, diantaranya dengan :
- Cerdaskan diri
Kita harus menjadi masyarakat yang cerdas dalam menyikapi setiap perubahan dan informasi yang ada. Tidak ada salahnya kita menambah pengetahuan dengan banyak membaca informasi tentang Bank Indonesia di www.bi.go.id lewat gadget yang kita punya. Banyak informasi yang sebelumnya tidak pernah kita kenal akan lebih familiar di telinga kita. Besaran nilai tukar rupiah, BI rate, informasi Stabilitas Sistem Keuangan dan serba-serbinya, peraturan yang dikeluarkan BI dan info lain yang sangat bermanfaat.
Pengetahuan ini akan memberi petunjuk dan arahan bagi kita dalam menggunakan segala hal yang berhubungan dengan jasa keuangan. Keterbukaan informasi ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
- Sikap kehati-hatian menentukan jenis investasi
[caption id="attachment_355101" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : investasi.kontan.co.id"]
Sebagai objek pengguna jasa keuangan, kita harus bijak dan cerdas dalam menentukan jenis investasi yang akan kita tanam. Jangan mudah terbujuk rayu akan jenis investasi yang menawarkan bunga tinggi di atas ketentuan yang ditetapkan BI. Seperti yang sering kita dengar akhir-akhir ini, banyak masyarakat yang tergiur keuntungan tinggi, tapi akhirnya menderita kerugian yang besar juga karena tertipu mentah-mentah.
- Bijak menggunakan fasilitas kredit untuk kepentingan bukan konsumtif
[caption id="attachment_355102" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : lampost.co"]1416389202581017831
Kredit yang akan kita ambil hendaknya benar-benar diperuntukkan untuk kepentingan yang sangat mendesak (kebutuhan). Kredit rumah atau otomotive memang untuk memenuhi ketidaksediaan bukan untuk spekulasi tanpa arah. Adapun kredit untuk barang lainnya semisal gadget, aneka produk elektronik hendaknya disesuaikan dengan kemampuan keuangan kita. Jangan memaksakan diri memenuhi semuanya hingga berdampak buruk pada macetnya pembayaran. Jangan membiasakan “besar pasak daripada tiang,” artinya besar pengeluaran lebih tinggi dibandingkan pemasukan. Budaya konsumtif yang melanda masyarakat akhir-akhir ini harus disikapi dengan kontrol diri lebih tinggi lagi. Jangan bangga dinilai “wah” oleh lingkungan, tapi sejatinya keuangan keluarga dalam kondisi amburadul, dan gali lubang tutup lubang.
- Bangga menggunakan produk dalam negeri
[caption id="attachment_355103" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : invem.blogspot.com"]
Sikap diatas harus lebih ditanamkan dan benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan kita, bukan hanya menjadi slogan semata. Gempuran barang-barang import dengan penawaran harga yang rendah hendaknya disikapi dengan sikap bijak. Sosialisasi “cinta produk dalam negeri” harus lebih didengungkan pada generasi muda saat ini yang rentan terhadap iming-iming memiliki produk import.
Cinta produk dalam negeri akan memperkuat kedudukan UMKM. Roda perekonomian yang banyak menyerap tenaga kerja lokal akan tetap berlangsung dan mempengaruhi stabilitas system keuangan kita.
- Tetap percaya pada perbankan nasional
Sebagai orang tua, ibu-ibu harus tetap memberi pembelajaran pada anak-anak untuk membangun kebiasaan menabung sejak kecil di bank-bank nasional yang ada. Harus ditanamkan sejak awal utuk punya trust pada perbankan kita untuk menggerakkan dana pembangunan ke sektor yang lain. Kelangsungan pembangunan kita juga bersumber dari rasa percaya tersebut, jangan sampai modal kita lari ke luar negeri seperti yang pernah terjadi yang meyebabkan kesengsaraan berkepanjangan.
- Menjauhi sikap spekulatif dalam berinvestasi
[caption id="attachment_355106" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : thestatinvestor.wordpress.com"]
Beberapa waktu yang lalu kita mendengar adanya investasi ikan Lou Han, Tokek atau Tanaman jenis Aunthurium yang berharga fantastis dan tidak masuk akal. Cara-cara berinvestasi dengan memanfaatkan momen tertentu itu bisa dipastikan hanya akan memberi untung pada pihak-pihak tertentu/spekulan. Sedangkan pengikut selanjutnya akan mengalami kondisi berbeda seiring waktu dan penurunan permintaan.
Kita jangan ikut-ikutan latah menjalani investasi jenis ini. Investasi terbaik adalah kembali ke diri sendiri, yaitu untuk memiliki pengetahuan dan keahlian sebanyak yang kita bisa serta perlukan dan membaca perilaku sosial masyarakat tempat kita hidup sehingga mampu menentukan posisi, apakah akan mengikuti arus kebodohan massal, memperingatkan mereka, atau tidak ikut sama sekali dan tidak terlibat dalam penanggukan keuntungan, ataupun kerugian besar, dalam waktu sekejap.
- Sosialisasi Gerakan Cinta Rupiah
[caption id="attachment_355107" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : liriklaguanak.com"]
Kebanggaan sebagai bangsa yang bermata uang “Rupiah” harus dibangkitkan secara terus-menerus dan menyeluruh ke semua lapisan masyarakat. Generasi muda sekarang yang nggak sempat menikmati “kesengsaraan krisis moneter 1997-1998” harus dibudayakan untuk cinta menggunakan dan menyimpan “Rupiah”.
Aksi beli dan simpan dollar dalam tabungan dengan maksud mengambil keuntungan di saat rupiah terperosok harus kita jauhi. Sikap yang mementingkan diri sendiri dan masa bodoh terhadap kondisi sekitar inilah yang menjadi awal kehancuran bangsa ini di masa lalu. Bangga dengan Rupiah, adalah menjadikan Rupiah dalam setiap transaksi dan menabung pun dalam bentuk Rupiah.
- Pencanangan Gerakan “I Love Indonesia”
[caption id="attachment_355108" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : plusgoogle.com"]
Sebagai warga negara dan anak bangsa yang lahir, hidup dan tumbuh, bernafas dan mendapatkan kehidupan di bumi Indonesia, harus benar-benar mengimplementasikan gerakan “Cinta Indonesia”. Yang di mulai dari diri sendiri dan selanjutnya bisa lebih disosialisasikan ke khalayak umum, boleh lewat social media, radio ataupun televisi.
“I Love Indonesia” bisa diekspresikan lewat aneka produk dan jasa yang di kenakan/di pakai adalah hasil karya anak negeri. Bangga berwisata dengan tujuan/objek yang ada di bumi Nusantara ini. Mengembangkan,menikmati dan menyebarluaskan aneka jenis kuliner asli Indonesia yang nggak kalah dengan produk luar negeri. Dan tetap bangga mengadopsi nilai-nilai asli Bangsa, seperti gotong royong, tepo sliro, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri/kelompok di atas kepentingan masyarakat umum, bersikap jujur dan selamanya tetap “anti korupsi, anti kolusi dan anti nepotisme. Pudarnya sikap-sikap asli bangsa inilah yang menjadi gambaran pada saat sebelum terjadinya krisis moneter 1997-1998, yang dipertontonkan para pengemplang BLBI.
Gerakan ini harus terus didengungkan dari semua kalangan, mulai Pemimpin Negara, Pejabat Negara, pesohor negeri termasuk artis, seniman, pelajar, guru, karyawan, tokoh agama, para motivator untuk menjadikan semua yang dihasilkan negeri ini harus mendapat tempat dan dikonsumsi oleh rakyat dan masyarakat bangsa ini. Indonesia dengan kekuatan 250 juta penduduk harus berjaya di negeri sendiri, harus bisa menjadi pemain, dan bukan penikmat barang, jasa, kuliner dan budaya orang luar.
Demikian beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat dalam mendukung tercapainya stabilitas sistem keuangan yang akhirnya membuat perekonomian kita kuat dan terhindar dari krisis berkelanjutan seperti tahun 1997/1998 lalu.
Tulisan ini disertakan dalam blog competition yang di adakan Bank Indonesia bersama Kompasiana dengan tema “Bagaimana Menjaga Sistem Keuangan Agar Tetap Stabil”
Referensi :
http://www.bi.go.id/id/publikasi/perbankan-dan-stabilitas/kajian/Pages/KSK_230914.aspx
http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Documents/se_154014.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan
http://www.bi.go.id/id/publikasi/gerai-info/Documents/Gerai%20BI%20Jan-Feb%202014%20low.pdf
http://www.slideshare.net/BagusCahyoJayaP/kebijakan-makroprudensial-kebanksentralan-bab-2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H