- Kementerian Keuangan.
[caption id="attachment_355099" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : jogohera.blogspot.com"][/caption]14163884571000698561
Keempat institusi tersebut dalam berkoordinasi menjalankan tugas membentuk Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK).
Penerapan Kebijakan Makroprudensial dalam menjaga stabilnya Sistem Keuangan
Pengertian :
-Menurut International Monetary Fund (IMF) menyatakan, bahwa Kebijakan Makroprudensial adalah kebijakan yang memiliki tujuan utama untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan peningkatan risiko sistemik.
-Menurut BIS, Kebijakan Makroprudential adalah kebijakan yang ditujukan untuk membatasi risiko dan biaya krisis sistemik.
-diantaranya dengan adanya pengawasan pemberian kredit di sektor tertentu seperti CPO, batu bara dan properti.
Bentuk nyatanya adalah keluarnya peraturan tentang
- Loan to Value (LTV) tentang besarnya DP (down payment) untuk kredit perumahan di atas 70 m2 (mewah) sebesar 30% dan Kredit Kendaraan Bermotor sebesar 20-30%. Hal ini dilakukan untuk memperkuat tambahan permodalan guna mengantisipasi kondisi siklikal. Peraturan ini bukan dimaksudkan untuk membatasi keinginan publik dalam kepemilikan rumah. Namun,ditujukan untuk mengatur besaran uang muka KPR rumah tipe besar dan mewah (di atas 70 m2) dan larangan inden kredit perumahan rakyat (KPR) untuk rumah kedua dan ketiga. Ini dimaksudkan juga untuk mengerem laju harga properti yang naik sangat signifikan dan tidak mencerminkan harga yang sebenarnya, karena tingginya permintaan. Aturan ini berlaku sejak 30 September 2013, dan berlaku untuk bank konvensional, bank syariah, dan unit usaha syariah.
Aturan tertuang dalam surat edaran BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 tentang penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan pemberian kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Di mana sekaligus mencabut aturan sebelumnya Surat Edaran No 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012.
- Penurunan batas atas GWM-LDR (Giro Wajib Minimum dan Loan to Deposit) dari 100% menjadi 92%, sehingga angkanya menjadi 78%-92% dan supervisory action untuk menjaga pertumbuhan kredit pada kisaran 15-17%. Ini dilakukan untuk memperkuat kredit dan penghimpunan dana yang prudent.
- Dan pengaturan transparansi informasi suku bunga dasar kredit (SBDK) untuk meningkatkan transparansi pricing suku bunga kredit, sekaligus mencerminkan efektifitas transmisi suku bunga kebijakan dari bank sentral.
Dalam penanganan likuiditas yang sangat berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat, BI menjalankan bantuan likuiditas melalui (pemberi pinjaman terakhir) Lender-of-Last Resort (LoLR). Kebijakan ini mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik dan ini membuat kita sebagai masyarakat pengguna jasa keuangan (bank) tidak perlu panik dan tetap percaya pada kemampuan Pemerintah dalam menjaga kepentingan publik.
Bank Indonesia bekerjasama dengan OJK tetap melakukan pengawasan terhadap beroperasinya bank-bank, untuk mencegah terjadinya lost control seperti pada tahun-tahun sebelum krisis moneter 1997/1998.
[caption id="attachment_355100" align="aligncenter" width="300" caption="sumber :www.slideshare.net"]
Peranan masyarakat terhadap Stabilnya Sistem keuangan
Sekarang tiba giliran kita sebagai masyarakat pengguna jasa keuangan dalam mendukung kondisi stabilnya system keuangan, diantaranya dengan :
- Cerdaskan diri
Kita harus menjadi masyarakat yang cerdas dalam menyikapi setiap perubahan dan informasi yang ada. Tidak ada salahnya kita menambah pengetahuan dengan banyak membaca informasi tentang Bank Indonesia di www.bi.go.id lewat gadget yang kita punya. Banyak informasi yang sebelumnya tidak pernah kita kenal akan lebih familiar di telinga kita. Besaran nilai tukar rupiah, BI rate, informasi Stabilitas Sistem Keuangan dan serba-serbinya, peraturan yang dikeluarkan BI dan info lain yang sangat bermanfaat.
Pengetahuan ini akan memberi petunjuk dan arahan bagi kita dalam menggunakan segala hal yang berhubungan dengan jasa keuangan. Keterbukaan informasi ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
- Sikap kehati-hatian menentukan jenis investasi
[caption id="attachment_355101" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : investasi.kontan.co.id"]
Sebagai objek pengguna jasa keuangan, kita harus bijak dan cerdas dalam menentukan jenis investasi yang akan kita tanam. Jangan mudah terbujuk rayu akan jenis investasi yang menawarkan bunga tinggi di atas ketentuan yang ditetapkan BI. Seperti yang sering kita dengar akhir-akhir ini, banyak masyarakat yang tergiur keuntungan tinggi, tapi akhirnya menderita kerugian yang besar juga karena tertipu mentah-mentah.
- Bijak menggunakan fasilitas kredit untuk kepentingan bukan konsumtif
[caption id="attachment_355102" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : lampost.co"][/caption]1416389202581017831
Kredit yang akan kita ambil hendaknya benar-benar diperuntukkan untuk kepentingan yang sangat mendesak (kebutuhan). Kredit rumah atau otomotive memang untuk memenuhi ketidaksediaan bukan untuk spekulasi tanpa arah. Adapun kredit untuk barang lainnya semisal gadget, aneka produk elektronik hendaknya disesuaikan dengan kemampuan keuangan kita. Jangan memaksakan diri memenuhi semuanya hingga berdampak buruk pada macetnya pembayaran. Jangan membiasakan “besar pasak daripada tiang,” artinya besar pengeluaran lebih tinggi dibandingkan pemasukan. Budaya konsumtif yang melanda masyarakat akhir-akhir ini harus disikapi dengan kontrol diri lebih tinggi lagi. Jangan bangga dinilai “wah” oleh lingkungan, tapi sejatinya keuangan keluarga dalam kondisi amburadul, dan gali lubang tutup lubang.
- Bangga menggunakan produk dalam negeri
[caption id="attachment_355103" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : invem.blogspot.com"]
Sikap diatas harus lebih ditanamkan dan benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan kita, bukan hanya menjadi slogan semata. Gempuran barang-barang import dengan penawaran harga yang rendah hendaknya disikapi dengan sikap bijak. Sosialisasi “cinta produk dalam negeri” harus lebih didengungkan pada generasi muda saat ini yang rentan terhadap iming-iming memiliki produk import.
Cinta produk dalam negeri akan memperkuat kedudukan UMKM. Roda perekonomian yang banyak menyerap tenaga kerja lokal akan tetap berlangsung dan mempengaruhi stabilitas system keuangan kita.