Alasan menolak dengan senjata bertentangan dengan ketertiban umum memang sangat fleksibel. Bahkan kadang terkesan sangat subyektif. Khususnya bagi pihak negara yang dikalahkan. Secara umum ketertiban umum diartikan sebagai ketertiban, kesejahteraan dan keamanan, keadilan, atau tidak bertentangan dengan hukum.
Dengan mempertimbangkan penangguhan proyek yang didasarkan pada kebijakan negara yang tertuang dalam Keppres, maka pada 27 Agustus 2002 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan Pertamina untuk menolak pelaksaan keputusan arbitrase Internasional.
Alasannya, bertentangan dengan ketertiban umum sebagaimana dimungkinkan oleh pasal 66 UU No.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Nasib Aset
Persoalannya, bagaimana nasib aset Pertamina yang sudah dibekukan oleh pengadilan di luar negeri? KBC telah menggugat untuk pelaksanan putusan Arbitrase di pengadilan New York, Texas, Hong Kong, dan Kanada untuk dapat membekukan aset Pertamina yang ada di negara tersebut.
Pengadilan New York telah membekukan simpanan Pertamina yang ada di Bank of New York. Nasib pertamina akan diputus oleh Supreme Court (Mahkamah Agung /MA) di New Oreleans, Amerika Serikat (AS) pada bulan September 2004 mendatang.
Karenanya, upaya kepolisian untuk membongkar kasus korupsi pada proyek PLTP Karaha merupakan salah satu upaya mencari bukti baru (novum) selain novum yang berupa pembayaran klaim asuransi dari Llyod-London atas penangguhan proyek tersebut.
Seperti kita ketahui, AS memiliki Foreign Corruption Practice Act (FCPA) 1977 yang telah diubah beberapa kali. Jurisdiksi FCPA menjangkau di luar AS yang melarang praktek korupsi (termasuk penyuapan) yang dilakukan oleh perusahaan AS yang beroperasi di Luar Negeri. Ancamannya, denda hingga US$2 juta untuk badan hukum atau US$ 250 ribu untuk individu dan pidana penjara hingga 5 tahun.
Konon –sebagaimana dikutip Tempo- salah satu sangkaan korupsi yang sedang diusut oleh Polri antara lain status saham PT Sumarah dalam Karaha Bodas. Diduga 10% saham yang dimiliki PT Sumarah dalam Karaha Bodas hanya saham kosong alias tak menyetorkan modal.
Artinya, patut diduga Karaha Bodas terindikasi melanggar FCPA. Harapannya, jika terbukti hanya saham kosong, maka MA di AS yang akan memutuskan perkara tersebut pada September 2004, akan menolak pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional dengan alasan KBC telah telah melanggar UU di Indonesia yang secara substansi melanggar FCPA.
Karenanya, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan di Indonesia harus cepat memproses kasus dugaan korupsi KBC tersebut dan diharapkan dapat diputus sebelum putusan MA di AS. Sungguh suatu upaya kerja yang tidak bisa ditunda-tunda.