Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sinergi Masyarakat dan Pemerintah untuk Menumbuhkan Budaya Konsumen Cerdas Melalui Media Digital

14 April 2018   23:43 Diperbarui: 15 April 2018   00:10 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jamaah korban PT First Travel . Foto dari: http://www.tribunnews.com

Melalui grup atau komunitas virtual, konsumen bisa mengembangkan kesadaran hukum (legal awareness). Bila salah seorang anggota grup mengalami kerugian yang terbilang besar dalam sebuah praktik konsumsi, maka seluruh anggota grup bisa bersama-sama memberi dukungan atau solusi untuk mendorong anggota yang menjadi korban dalam memperoleh keadilan hukum.  

Kelima, mengurangi persebaran budaya konsumerisme

Melalui media digital, kita bisa menyebarkan informasi dalam mengembangkan kesadaran konsumsi yang efektif dan efisien. Konsumsi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan untuk memanjakan hasrat berbelanja yang tidak terbatas atau lazim disebut budaya konsumerisme.  

Budaya konsumerisme dapat diartikan sebagai paham yang menjadikan gaya hidup mewah sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan pemuasan diri. Dalam budaya konsumerisme pada zaman sekarang, kepemilikan pada barang bermerek atau teknologi tinggi merupakan simbol dari status sosial.        

Dosen Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Dr Karlina Supelli menyatakan bahwa saat ini konsumerisme telah menjadi budaya di lingkungan masyarakat Indonesia. Penelitian LIPI  menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menduduki peringkat ketiga dari 106 negara di dunia yang diukur terkait tingkat kepercayaan diri untuk berbelanja (Tribunnews.com, 23 Oktober 2017).

Budaya konsumerisme merupakan psikososial yang bisa menurunkan kualitas hidup. Gejala ini bisa dimulai dengan membeli barang yang tidak kita butuhkan atau hanya sekadar untuk menaikkan gengsi. Bila sudah menjadi kebiasaan, kita akan terus berbelanja tidak terkendali. Untuk memenuhinya, kita akan berhutang atau terpicu untuk melakukan tindakan yang berseberangan dengan moral. Pada beberapa kasus, oknum pelajar melakukan tindak prostitusi karena dipicu hasrat untuk memiliki 'gadget'.  

Berbelanja produk yang kita butuhkan dan meninggalkan produk yang kurang memiliki nilai manfaat akan membuat hidup lebih berkualitas. Kita bisa memotret dan menyebarkan foto-foto 'produk sesuai kebutuhan' yang kita beli di media sosial atua grup virtual. Agar 'kerabat virtual' kita akan melihatnya dan terpicu untuk melakukan hal yang sama. Dengan demikian, kita telah berpartisipasi aktif dalam mengurangi budaya konsumerisme yang menurunkan kualitas hidup di Tanah Air.          

Ketujuh, cinta produk Indonesia

Melalui media digital, kita bisa berbelanja dengan visi membangun bangsa. Dalam artian, kita mengutamakan membeli produk industri barang/jasa yang diproduksi pelaku usaha Indonesia. Melalui jalan ini, kita berarti telah berpartisipasi aktif dalam mengembangkan dan memproteksi industri barang/jasa dalam negeri.          

Meme diolah dari Film DILAN 1990 produksi Falcon Pictures dan Max Pictures
Meme diolah dari Film DILAN 1990 produksi Falcon Pictures dan Max Pictures
Selain itu, kita juga bisa mempromosikan produk karya anak bangsa di media sosial. Agar 'kerabat virtual' kita pada media sosial menjadikan produk karya anak bangsa sebagai prioritas belanja sebagai barang konsumsi.    

Kesembilan, mengembangkan enterpreneurship

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun